text

Belajar dari Detektif Johny

Sebagai seorang detektif yang piawai, mata Johny yang jeli dengan cepat menangkap satu bayangan yang berjalan secara mencurigakan pada malam hari itu. Bukanlah satu hal yang umum di masa itu untuk seseorang keluar rumah di malam hari. Dengan sigap Johny mencoba membuntuti orang tersebut. Ia melangkahkan kaki dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara yang dapat terdengar oleh orang tersebut. Ia berusaha agar usaha pembuntutannya tidaklah diketahui orang itu.

Johny yakin bahwa orang tersebut bukanlah seperti orang biasa yang keluar untuk cari angin atau menikmati suasana malam. Dari gerak-geriknya, Johny tahu bahwa orang tersebut secara khusus keluar di waktu malam agar kepergiannya ke suatu tempat tidaklah diketahui oleh orang-orang lain. Dan justru hal itulah yang membuat Johny semakin penasaran untuk mengetahui rahasia apa yang ada di depan.

Setelah berjalan cukup jauh, tiba-tiba orang tersebut berhenti di depan satu tempat tinggal, lalu tampak kalau orang tersebut dengan waspada melihat ke belakang, kanan dan kiri, seperti seseorang yang khawatir kalau-kalau ada yang membuntuti dia dan ingin memastikan bahwa tidak ada orang yang mengetahui kunjungannya ke situ.

“Tok, tok, tok …” terdengarlah ketukan di pintu. Dengan pelan-pelan, ia mengetuk pintu. Setelah menunggu sejenak, terbukalah pintu rumah tersebut dan cahaya dari dalam rumah mulai menerangi tempat di mana sang tamu itu sedang berdiri. Cahaya itu sudah cukup bagi Johny untuk mengenali orang yang berada di depan pintu. Dia adalah seorang pemimpin agama yang terkenal di daerah itu, seorang Farisi yang bernama Nikodemus. Lalu siapa sang tuan rumah yang telah membukakan pintu? Setelah menjulurkan kepalanya maka Johny berhasil melihat dan mengenali si tuan rumah yang tidak lain adalah Tuhan Yesus.

Melihat situasi itu, Johny sadar bahwa pertemuan tersebut pastilah sangat penting dan bersifat rahasia. Dia tahu bahwa orang Farisi di daerah itu sangatlah tidak senang dengan Yesus, bahkan bisa dikatakan bahwa mereka sangat membenci Yesus. Lalu mengapa Nikodemus yang adalah anggota dari golongan elite tersebut datang secara khusus untuk bertemu dengan Yesus?

Ketika melihat Yesus mempersilakan Nikodemus masuk ke dalam, Johny dengan cepat langsung berjalan mengendap ke arah rumah tersebut, dan dia berusaha sedekat mungkin untuk dapat melihat dengan lebih jelas serta mendengar percakapan mereka.

Rabbi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah”, demikian terdengar suara Nikodemus. Lalu terdengarlah Yesus menjawab, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat kerajaan Allah.” “Dilahirkan kembali? Kerajaan Allah?” Johny langsung mengeluarkan buku catatannya dan langsung menuliskan kata-kata itu. Johny masih diliputi kebingungan menyaksikan pertemuan rahasia di malam hari tersebut, tetapi jiwa detektifnya untuk mencari kebenaran tidaklah menjadikan dia larut di dalam kebingungan. Dengan seksama ia menantikan setiap kalimat pembicaraan antara Nikodemus dan Tuhan Yesus. Demikianlah ia berada di sana sampai berakhirnya pertemuan tersebut.

Malam itu Johny tidak dapat tidur. Apa yang baru saja disaksikan dan didengarnya merupakan satu hal yang baru bagi dia dan dia tidak mau hal yang begitu berharga berlalu begitu saja. Walaupun ia sudah berbaring sekian lama di kamarnya, Ia tidak dapat memejamkan matanya. Otaknya terus berputar.

Tiba-tiba Johny teringat sesuatu, ia langsung bangun dan menuju ke mejanya. Ia mencoba mencari sesuatu di antara tumpukan buku-buku catatannya. Wajahnya  tersenyum ketika dia menemukan apa yang baru saja dicarinya. Dibukanya buku catatan tersebut dengan cepat dan di salah satu halaman terlihat satu tulisan yang dibubuhi dengan satu tanda tanya besar. Kalimat yang tercantum di dalam buku itu adalah suatu pertanyaan, “Bagaimanakah memberitakan Injil kepada orang di zaman di mana manusia tidak lagi peduli akan kebenaran firman Tuhan serta menganggapnya sudah usang?” Pertanyaan itu dituliskan Johny beberapa waktu yang lalu ketika sedang menyelidiki satu perkara yang berkaitan dengan penginjilan. Dan dia belum mengetahui jawaban pertanyaan tersebut. Tetapi apa yang baru saja didengarnya dari pembicaraan Nikodemus dan Tuhan Yesus begitu erat kaitannya dengan pertanyaan dia. Terlihat wajah Johny semakin berseri.

Dari kisah di atas, kita dapat melihat sikap detektif Johny yang sangat antusias di dalam menyelidiki sesuatu serta mencari jawaban atas suatu rahasia yang baginya begitu penting. Apalagi ketika dia sadar bahwa dia mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan suatu pembicaraan yang begitu serius antara Nikodemus dan Tuhan Yesus, maka dia tidak menyia-nyiakannya. Dengan teliti dia mendengarkan serta mencatat pokok-pokok pembicaraan tersebut. Dia dapat melihat bahwa apa yang didengarnya memiliki nilai yang sangat tinggi.

Lalu bagaimana dengan sikap kita? Tidaklah asing bagi kita mendengar cerita tentang pertemuan Nikodemus dan Tuhan Yesus di malam hari itu. Kita tidak perlu menjadi seperti detektif Johny yang harus bersusah payah membuntuti Nikodemus maupun bersembunyi di dalam kegelapan untuk mendengar isi pembicaraan tersebut. Kita dengan mudahnya dapat membacanya dalam Yohanes 3. Apakah dengan kemudahan tersebut membuat kita tidak seantusias detektif Johny untuk menggeluti dan memahami isi dan makna pengajaran Tuhan Yesus kepada Nikodemus?

Apakah kita merasa bahwa topik kelahiran kembali (regeneration/born again) yang dikemukakan Tuhan Yesus sudah kuno dan tidak lagi relevan dengan zaman dan generasi kita sekarang yang serba maju dan mutakhir? Apakah kita juga sudah tidak mau peduli dengan kondisi orang-orang di sekitar yang mungkin sama seperti Nikodemus belum mendengar atau berespon dengan benar terhadap Injil keselamatan di dalam Yesus Kristus? Kita perlu belajar dari sikap detektif Johny yang sangat rindu memahami makna pembicaraan Nikodemus dan Tuhan Yesus. Bahkan kita juga perlu merenungkan bagaimana hubungan antara konsep kelahiran baru dengan kesulitan di dalam memberitakan Injil seperti yang menjadi pertanyaan di dalam catatan detektif Johny.

Ketika membaca Yohanes 3:1-21, kita perlu belajar untuk merenungkan signifikansi pertemuan Nikodemus dengan Tuhan Yesus di malam hari itu. Itu bukanlah suatu pertemuan yang biasa. Bahkan itu bukan hanya satu kronos, waktu di suatu malam di dalam sejarah. Sadarkah kita bahwa pembicaraan tersebut berkaitan dengan kairos dan kekekalan karena Tuhan Yesus di dalam kesempatan itu memberitakan Injil Kerajaan Allah yang kekal kepada Nikodemus?

Nikodemus datang kepada Tuhan Yesus dengan status sebagai seorang pengajar Taurat. Ia sudah memiliki konsep-konsep akan Allah yang diyakininya sebagai kebenaran. Tetapi Tuhan Yesus yang mengetahui status Nikodemus sebagai orang berdosa dan membutuhkan anugerah keselamatan, menjelaskan Injil yang sejati dengan membandingkan secara kontras antara konsep dalam pemikiran Nikodemus dengan Injil Kerajaan Allah.

Secara garis besar ada dua hal yang dikontraskan di dalam pembicaraan antara Nikodemus dan Tuhan Yesus:

1.    antara tanda-tanda/mujizat dengan Kerajaan Allah.

2.    antara kelahiran fisik dengan kelahiran secara rohani (spiritual regeneration).

Tidak berbeda dari reaksi orang banyak ketika melihat mujizat yang dilakukan Tuhan Yesus (Yohanes 3:23-25), Nikodemus dalam kalimat pertamanya juga menyatakan pandangannya tentang Tuhan Yesus, yang baginya pasti bukan orang biasa. Bahkan Nikodemus mengakui bahwa Yesus adalah seorang guru yang diutus Allah. Tapi Tuhan Yesus menanggapi pernyataan Nikodemus tersebut dengan suatu konsep yang sangat kontras yaitu bukan mengenai perbuatan mujizat tetapi melainkan mengenai Kerajaan Allah. Mata Nikodemus melihat dan tertuju kepada mujizat, tetapi Tuhan Yesus mengajarnya untuk memiliki cara pandang yang berbeda yaitu melihat Kerajaan Allah.

Bukankah itu yang juga terjadi dari zaman ke zaman di mana manusia begitu peka melihat hal-hal yang berkaitan dengan fenomena-fenomena fisik. Termasuk ketika kita sedang menginjili. Sangatlah umum kalau orang yang kita coba beritakan Injil akan lebih tertarik dengan hal-hal seperti tanda-tanda dan mujizat (termasuk di dalamnya seperti kesembuhan, keberuntungan, kesuksesan, kekayaan, dan kemasyhuran) dibandingkan dengan kebenaran firman Tuhan. Lalu menanggapi kondisi zaman yang demikian, apakah itu berarti kita harus memakai dan mengutamakan mujizat di dalam memberitakan Injil agar orang yang mendengarkan Injil percaya?

Alkitab dengan jelas tidak mengajarkan konsep tersebut. Ketika orang banyak yang telah melihat mujizat yang dilakukan Tuhan Yesus percaya kepada-Nya, Alkitab mencatat bahwa Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka (Yohanes 2:24). Demikian pula ketika Nikodemus yang memulai pembicaraan dengan merujuk kepada mujizat yang Tuhan Yesus sudah kerjakan, Tuhan Yesus dengan tegas mengajarkan mengenai hal yang lebih utama yaitu Kerajaan Allah.

Banyak orang yang mau percaya kepada Tuhan Yesus ketika melihat mujizat, tetapi pada saat yang lain, mereka jugalah yang berteriak “Salibkan Yesus!”. Injil yang murni yaitu Injil Kerajaan Allah yang bertemakan salib, kematian, dan kebangkitan Tuhan Yesus adalah yang harus diberitakan pada saat kita memberitakan Injil. Bukan mujizat dan janji-janji yang indah yang kita beritakan. Iman yang murni adalah iman yang timbul dari pendengaran akan firman Tuhan, bukan yang terdorong karena takjub melihat mujizat ataupun mengejar janji-janji kosong. Penginjilan bukanlah suatu upaya marketing yang berusaha menarik banyak orang untuk menggabungkan diri.

Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus juga sangat menekankan pemberitaan Injil tentang salib Kristus (I Korintus 1:18-31). Tuhan Yesus ketika sedang menjelaskan kepada Nikodemus juga berbicara tentang salib dan keselamatan melalui karya-Nya (Yohanes 3:14-16).

Kontras yang kedua adalah antara kelahiran fisik dengan kelahiran kembali secara rohani (spiritual regeneration). Kelahiran fisik yang berkaitan dengan Nikodemus selain kelahirannya di dunia ini dari rahim ibunya, adalah statusnya sebagai orang Yahudi dan keturunan dari Abraham. Pandangan secara umum pada zaman itu bahwa bangsa Yahudi adalah bangsa pilihan dan setiap orang yang merupakan keturunan Abraham adalah orang yang pasti berbagian di dalam janji keselamatan (Yohanes 8). Selain dari kebangsaan dan garis keturunannya yang sedemikian istimewa, Nikodemus juga adalah orang Farisi, orang yang begitu dihormati oleh masyarakat karena dipandang sebagai orang yang begitu saleh menjalankan hukum Taurat. Seseorang yang termasuk orang Farisi harus dapat memenuhi kualifikasi di dalam menjalankan hukum Taurat secara ketat termasuk perpuluhan, puasa, dan berbagai ritual keagamaan. Konsep kelahiran fisik yang berkait dengan berbagai status di dunia inilah yang ada di dalam benak Nikodemus ketika ia meresponi topik kelahiran kembali yang diutarakan oleh Tuhan Yesus. Bagi Nikodemus, seseorang yang sudah mencapai berbagai status dan kualifikasi lahiriah yang begitu istimewa menunjukkan bahwa dia sudah mencapai tahap kematangan dan tentunya juga berarti sudah menjadi seorang senior yang umurnya tidak muda lagi. Jadi di pikirannya bagaimana mungkin orang yang sudah tua masuk lagi ke dalam rahim ibunya. Dua kali di dalam bagian perikop tersebut, tercatat reaksi Nikodemus yang tidak mengerti bagaimana seseorang dapat dilahirkan kembali (ayat 4 dan 9). Pikirannya masih tertuju kepada kelahiran secara jasmani.

Berbeda dari pemikiran Nikodemus, konsep kelahiran kembali yang Tuhan Yesus utarakan adalah kelahiran kembali secara rohani (born again) dari air dan Roh (ayat 5). Tuhan Yesus menegaskan kepada Nikodemus bahwa tanpa kelahiran kembali secara spiritual, maka seseorang tidaklah mungkin dapat melihat dan masuk ke dalam Kerajaan Allah.

Dari prinsip ini kita bisa belajar bahwa seseorang dapat percaya kepada Tuhan Yesus kalau Roh Kudus telah melahirbarukan dia. Seseorang tidaklah mungkin percaya Tuhan Yesus serta berbalik dan bertobat dari kehidupan lamanya di dalam dosa dengan mengandalkan status yang tinggi di dalam masyarakat, kekayaan, perbuatan baik, moral, dan pengetahuan yang tinggi seperti apa yang sudah ada pada Nikodemus.

Tuhan Yesus tidak mengajarkan kepada Nikodemus untuk menambah tinggi pengetahuan dan moralnya dengan semakin belajar hukum Taurat dan menjalankan setiap ritual keagamaannya dengan lebih ketat. Tuhan Yesus juga tidak mengajarkan Nikodemus untuk semakin ternama, berpengaruh dan punya posisi dan kuasa yang lebih tinggi (saat itu Nikodemus adalah pemimpin agama Yahudi dan anggota dari lembaga yang berkuasa yaitu Sanhedrin), atau untuk semakin kaya. Tetapi dengan tegas Tuhan Yesus mengatakan kepada Nikodemus untuk dilahirkan kembali (ayat 3, 5, 7).

Apa yang dimaksud dengan dilahirkan kembali? Di dalam theologia, kata yang dipakai adalah regenerasi. Regenerasi adalah karya Roh Kudus yang membangkitkan manusia yang sudah mati secara rohani untuk memiliki hidup yang baru. Petrus di dalam suratnya yang pertama menyatakan, “Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal.” (I Petrus 1:23). Jadi regenerasi ini bukan hanya seperti membuka satu lembaran baru di dalam satu periode waktu hidup kita, tetapi satu perubahan total dari mati secara rohani kepada hidup yang baru yang bersifat kekal.

Manusia berdosa sudah mati secara rohani, ia dengan usahanya sendiri tidaklah mungkin berespon kepada Tuhan. Hanya ketika Roh Kudus melahirbarukan (meregenerasi) seseorang maka ia diubahkan dari kondisi mati secara rohani ke kondisi kehidupan spiritual yang baru. Manusia berdosa sudah mengalami kerusakan total (total depravity), sehingga ia tidak akan mampu dengan mengandalkan kemampuan dan perbuatannya sendiri untuk dapat hidup menurut standar kebenaran firman Tuhan. Melalui pekerjaan Roh Kudus, hati manusia yang sudah mati karena dosa dihidupkan kembali, sehingga dapat berespon kepada Tuhan. Tanpa kelahiran kembali tidak ada seorang pun yang dapat berespon terhadap Injil, beriman kepada Tuhan Yesus, dan mengalami pertobatan yang sejati.

Sungguh ini semata-mata adalah anugerah Tuhan kalau seseorang mengalami regenerasi. Tidak ada jasa manusia sedikit pun yang berbagian di dalam regenerasi ini (Efesus 2:1-10). Setelah kita mengerti dua hal yang diperbandingkan secara kontras di dalam prinsip Firman Tuhan yang dinyatakan di dalam bagian ini, lalu bagaimana seharusnya respon kita?

Pertama, kita patut bersyukur kepada Tuhan karena semata-mata atas kedaulatan dan anugerah-Nya kita telah beroleh anugerah keselamatan. Tidak ada satu pun dari atribut fisik kita (kepandaian, status kedudukan, garis keturunan, kekayaan, moral, dan kekuasaan) yang berandil di dalam keselamatan yang kita peroleh.

Kedua, kita tidak putus asa ketika memberitakan Injil. Dari perikop yang kita baca, sosok Nikodemus mewakili kondisi manusia yang secara lahiriah memiliki status dan kedudukan yang tinggi serta memandang dan menilai segala sesuatu dari fenomena fisik. Tidaklah mudah untuk memberitakan Injil yang murni kepada mereka. Mungkin kita tergoda untuk menjadi kompromi dengan harapan orang bisa tertarik dengan Injil plus ataupun Injil minus. Tetapi firman Tuhan sekali lagi menegur serta mengingatkan kita bahwa tanpa regenerasi tidaklah mungkin seseorang memilki iman dan pertobatan yang sejati. Ketika Roh Kudus berkarya di dalam melahirbarukan seseorang, terjadi satu perubahan yang total di mana orang tersebut dapat berespon kepada firman Tuhan, beriman, dan mengalami pertobatan yang sejati. Ini berkaitan dengan apa yang disebut panggilan yang efektif (effectual calling) dan anugerah yang tak dapat ditolak (irresistible grace). Biarlah kita tidak menjadi putus asa di dalam memberitakan Injil tetapi semakin bergantung kepada Tuhan.

Ketiga, kita dengan setia memberitakan Injil yang murni. Teguran firman Tuhan kiranya menyadarkan kita untuk tidak mengandalkan mujizat ataupun janji-janji yang indah ketika kita memberitakan Injil untuk menarik orang-orang agar percaya. Kita sadar bahwa iman yang sejati adalah iman yang dianugerahkan Tuhan untuk berespon kepada Injil yang murni. Berita salib Kristus harus dengan setia dikabarkan.

Keempat, kita tidak menjadi sombong ketika orang yang kita injili dapat percaya kepada Tuhan Yesus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat. Siapakah kita sehingga orang yang kita injili dapat menerima Tuhan Yesus di dalam hatinya? Sungguh bukan karena kita fasih lidah, andal di dalam berapologetika, ataupun berpengetahuan tinggi di dalam theologia sehingga seseorang menjadi percaya. Tapi itu hanya pekerjaan Roh Kudus yang melahirbarukan seseorang, menganugerahkan iman, memberikan pertobatan sejati, dan bahkan yang juga akan memimpin di dalam proses pengudusan.

Walaupun di perikop yang kita baca tidak dituliskan mengenai respon dari Nikodemus, tetapi Alkitab di pasal-pasal berikutnya dari Injil Yohanes masih mencatat kisah Nikodemus yaitu di pasal 7:50-52 dan 19:39-40. Di kedua ayat yang pendek tersebut tercatat bagaimana respon Nikodemus yang membela Tuhan Yesus di depan sidang para imam dan orang Farisi (Yohanes 7) dan tentang Nikodemus yang membawa campuran minyak mur dengan minyak gaharu dan turut menguburkan Tuhan Yesus bersama-sama Yusuf dari Arimatea. Berbeda dari saat kedatangan dia untuk menemui Tuhan Yesus di waktu malam yang terkesan secara sembunyi-sembunyi, di pasal 7 dan 19 terlihat Nikodemus yang sudah mulai berani menyatakan prinsip hidupnya. Di tengah-tengah kumpulan para imam dan orang Farisi yang begitu membenci Tuhan Yesus serta ingin menangkap-Nya, Nikodemus berani merisikokan dirinya dan jabatannya di dalam menyatakan kebenaran dan keadilan untuk mencegah mereka menghukum Tuhan Yesus tanpa bukti yang sah. Berbeda dari para murid yang bersembunyi pada saat penyaliban Tuhan Yesus, Nikodemus berani menyatakan dirinya sebagai pengikut Tuhan Yesus dengan secara terang-terangan berbagian di dalam menguburkan Tuhan Yesus. Ia dengan rela mempersembahkan campuran minyak mur dengan minyak gaharu untuk penguburan Tuhan Yesus, dan bahkan di tengah-tengah pandangan orang Farisi yang begitu memandang najis kalau seseorang bersentuhan dengan mayat, Nikodemus merelakan dirinya tercemar untuk berbagian di dalam penguburan tersebut.

Kita percaya bahwa perubahan radikal yang terlihat di dalam hidup Nikodemus terjadi bukan karena rasio dan pengetahuannya yang tinggi di dalam mengerti konsep kelahiran kembali dan kerajaan Allah. Tetapi Roh Kuduslah yang meregenerasikan dia. Kiranya kisah sederhana dari detektif Johny juga boleh menjadi refleksi bagi kita untuk bagaimana bersikap terhadap firman Tuhan. Kita seharusnya jauh lebih bersyukur daripada Johny yang menemukan kebenaran, karena kepada kita sudah diberikan firman Tuhan serta Roh Kudus yang telah pernah menginspirasi para penulis Alkitab yang juga memberikan kita iluminasi untuk dapat mengerti kebenaran firman Tuhan. Marilah kita juga tidak berhenti untuk memohon kepada Tuhan untuk memimpin kita di dalam menggumulkan setiap firman Tuhan yang kita baca, dengar, dan renungkan agar dapat kita laksanakan, serta menjadi satu aliran air yang menyegarkan hidup kita.

Daniel Gandanegara

Pemuda GRII Singapura

Referensi:

Sproul, R.C. Essential Truths of The Christian Faith. Tyndalle House Publishers, Inc.

Palmer, E.H. The Five Points of Calvinism. Baker Books

Williamson, G.I. The Shorter Catechism. Presbyterian and Reformed Publishing Co.