“And ye shall be unto me a kingdom of priests and a holy nation. These are the words which thou shalt speak unto the children of Israel.” (Ex. 19:6)
“For thou art a holy people unto the LORD thy God: the LORD thy God hath chosen thee to be a special people unto himself, above all people that are upon the face of the earth.” (Deut. 7:6)
Apakah itu Gereja? Apakah Gereja hanyalah tempat ibadah? Apakah Gereja merupakan gedung tempat orang-orang Kristen berkumpul? Ataukah Gereja hanya merupakan tempat bagi orang Kristen untuk melakukan aktivitas bersama? Pengertian yang salah mengenai definisi Gereja akan berakibat fatal bagi kehidupan orang Kristen karena definisi Gereja sangat berkaitan erat dengan identitas kita sebagai umat Tuhan.
Kita Sebagai Gereja
Dalam Perjanjian Baru, istilah Gereja dalam bahasa Yunani adalah ‘ekklesia’ yang berarti ‘mereka yang dipanggil keluar’. Gereja dilihat sebagai kumpulan atau jemaat pilihan yaitu ‘mereka yang dipanggil oleh Allah keluar dari dunia, pergi dari dosa, dan masuk ke dalam wilayah anugerah.’[i] Jadi, Gereja menunjuk pada semua orang yang menjadi milik Tuhan, yaitu mereka yang telah dibeli oleh darah Kristus. Gereja adalah umat pilihan Allah yang dipanggil untuk kembali menggenapi kehendak Allah. Maka, Gereja bukanlah tempat, gedung, ataupun acara keagamaan, tetapi Gereja adalah identitas orang Kristen yang sejati. Gereja adalah kumpulan orang-orang yang dipanggil keluar dari dosa untuk kembali menjadi saksi-Nya. Gereja bukanlah tempat di mana terdapat tanda salib, tetapi Gereja adalah komunitas orang-orang yang memiliki salib di dalam hatinya, yaitu orang-orang yang telah diselamatkan dari murka Allah melalui salib Kristus. Begitu dekatnya pikiran Allah dan kehendak-Nya dengan Gereja-Nya sehingga Kristus digambarkan sebagai Kepala dan Gereja sebagai tubuh-Nya. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa Gereja adalah isi hati Tuhan. Inilah identitas kita yang seharusnya menjadi dasar dan mengarahkan hidup kita.
Gereja Sebagai Umat Perjanjian
Alkitab memberikan gambaran tentang Gereja sebagai umat-Nya dengan relasi yang berbentuk perjanjian (covenant). Pemahaman relasi perjanjian (covenantal relationship) ini dinyatakan secara progresif di dalam Alkitab, mulai dari Perjanjian Lama yang kurang jelas sampai semakin jelas dalam Perjanjian Baru.
“Sebab engkaulah umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh Tuhan, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya.” (Ul. 7:6) Perkataan ini ditulis oleh Musa, sang abdi Allah, dalam kitab Ulangan untuk mengingatkan bangsa Israel akan identitasnya sebagai umat yang dipilih oleh Allah. “The chosen people of God”, demikian suara hati kebanggaan seorang yang dilahirkan sebagai orang Israel. Kebanggaan akan identitas pemilihan itu menimbulkan harga diri yang besar bagi Israel. Merekalah sang terpilih itu, satu dari sekian banyak bangsa besar di dunia, dengan klaim bahwa Allahnya adalah Allah yang Hidup, yang menciptakan langit dan bumi. Allah yang hidup yang dikenal sebagai YAHWEH itu telah memilih mereka dari sekian banyak bangsa di dunia dan menyatakan kebesaran kuasa-Nya di hadapan umat pilihan-Nya ini. YAHWEH memiliki mereka secara pribadi dan menuntut mereka untuk menaati semua aturan dan hukum-Nya. Musa sangat mengerti hal ini ketika dia berkata, “Sebab cobalah tanyakan, dari ujung langit ke ujung langit, tentang zaman dahulu, yang ada sebelum engkau, sejak waktu Allah menciptakan manusia di atas bumi, apakah ada pernah terjadi sesuatu hal yang demikian besar atau apakah ada pernah terdengar sesuatu seperti itu. Pernahkah suatu bangsa mendengar suara ilahi, yang berbicara dari tengah-tengah api, seperti yang kau dengar dan tetap hidup? Atau pernahkah suatu allah mencoba datang untuk mengambil baginya suatu bangsa dari tengah-tengah bangsa lain, dengan cobaan-cobaan, tanda-tanda serta mujizat-mujizat dan peperangan, dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung dan dengan kedahsyatan-kedahsyatan yang besar, seperti yang dilakukan TUHAN, Allahmu bagimu di Mesir, di depan matamu? Engkau diberi melihatnya untuk mengetahui, bahwa TUHANlah Allah, tidak ada yang lain kecuali Dia.” (Ul. 4:32-35)
Perjalanan Israel sebagai suatu bangsa dimulai dari panggilan TUHAN atas Abraham yang disertai dengan Allah bagi Abraham dan keturunannya. Pemilihan Allah atas Israel dilakukan dengan menjadikan mereka suatu bangsa yang khusus menjalankan misi dari Allah. Pemilihan Allah atas Israel bukanlah suatu perbuatan pilih kasih dan seenaknya seolah-olah Allah memilih suatu bangsa yang telah ada dan merendahkan bangsa yang lain. Allah secara Pribadi memanggil Abraham, membentuk bangsa yang baru yang berasal dari keluarga Abraham agar bangsa ini menyatakan keberbedaannya dengan bangsa lain. Oleh karena pemilihan inilah, Israel harus berbeda dengan bangsa lain. Panggilan mereka kudus, cara hidup mereka harus kudus, misi mereka pun kudus, artinya terpisah karena dikhususkan bagi maksud Allah yang telah memilih mereka.
Itu sebabnya, dalam perjalanan sejarah pembentukan bangsa Israel sampai masuknya ke negeri yang dijanjikan Tuhan, mereka dituntut untuk menaati seluruh perjanjian lewat perintah dan hukum yang ditetapkan Allah: mereka harus menyembah satu-satunya Tuhan yaitu YAHWEH (Ul. 6:4). Kehidupan bangsa Israel harus menyatakan hubungan antara Allah dengan bangsa Israel sebagai perjanjian (covenant) yang kudus. Itu sebabnya, cara ibadah dan budaya orang Israel begitu unik: pelaksanaan sistem korban, aturan ibadah, pelaksanaan hari raya, aturan larangan makan makanan tertentu, aturan hidup sehari-hari, penghancuran bangsa-bangsa di tanah Kanaan, larangan untuk mengadakan perjanjian dengan bangsa-bangsa di Kanaan dan menunjukkan belas kasihan terhadap mereka, larangan terhadap perkawinan antara orang Israel dan orang Kanaan, dan yang paling utama adalah bangsa Israel harus menghapuskan segala simbol agama Kanaan yang dipandang keji oleh Tuhan. Semua hukum dan aturan ini apabila dilanggar – walaupun nampaknya hanyalah suatu pelanggaran yang kecil sekalipun – akan mendatangkan murka Allah atas bangsa Israel karena Allah adalah Allah yang kudus.
Begitu jeli dan telitinya Allah mengatur pola hidup umat pilihan-Nya. Keunikan-keunikan inilah yang membedakan bangsa Israel dengan bangsa lain. Bukan karena kehebatan bangsa Israel mengatur kehidupan mereka, tapi karena hukum Allah yang mengatur dan memelihara bangsa ini.
Lalu, mengapa perlu ada satu bangsa yang cara hidupnya harus berbeda dari bangsa-bangsa lain di sekitarnya? Pada saat Abraham dipilih, Allah memiliki tujuan yakni ‘olehnya semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat’. Pemilihan Allah atas bangsa Israel mengandung sisi bahwa bangsa Israel dipakai sebagai alat TUHAN untuk menyatakan Allah dalam dan melalui hidup mereka kepada bangsa-bangsa lain. Karena itulah, bangsa Israel harus sungguh-sungguh memelihara hukum dan kebenaran yang Allah nyatakan dalam Firman dan perbuatan-Nya lewat kepercayaan dan cara hidup yang berbeda total dari bangsa-bangsa lain.
Kemudian, umat perjanjian ini diperjelas di Perjanjian Baru melalui konsep Kerajaan Allah. Kerajaan Allah berbicara mengenai Allah yang berdaulat terhadap umat-Nya dan bagaimana umat Tuhan tunduk kepada hukum-hukum-Nya. Dalam surat Paulus dikatakan bahwa fondasi Gereja adalah pengajaran para rasul dan nabi dengan Kristus sebagai batu penjuru. Gereja merupakan umat perjanjian Allah, Israel rohani, yang telah dikeluarkan dari dosa lalu masuk ke dalam persekutuan dengan Kristus dan menjadi saksi bagi-Nya. Maka, semakin jelas bahwa kumpulan orang-orang beriman kepada Yesus Kristus adalah Gereja, yang tidak lain adalah umat perjanjian.
Fungsi dan Tugas Gereja
Sebagai umat Tuhan, Gereja dipanggil untuk menjadi saksi-Nya di tengah-tengah dunia yang berdosa ini; menjadi terang di dalam dunia yang gelap; memberitakan kebenaran di dalam dunia yang membenci kebenaran; dan menunjukkan komitmen tertinggi kepada Tuhan di dalam dunia yang tidak berkomitmen. Dengan menghidupi panggilan ini, Gereja menyatakan identitasnya.
Begitu juga umat pilihan-Nya tidak luput dari serangan cobaan si Iblis. Yesus berkata bahwa kita adalah seperti domba diutus ke tengah-tengah serigala. Ancaman dari luar terus mengancam umat pilihan-Nya melalui pemikiran-pemikiran filsafat yang siap menerkam integritas kehidupan mereka. Sekali lagi, ketaatan terhadap Firman-lah yang akan memberikan kita fondasi dan menguatkan kita.
Bukan hanya ancaman dari luar, tapi juga dari dalam. Kita yang berdosa ini sering kali lupa akan tugas panggilan kita, yaitu hanya menghidupi kehendak Allah. Kita sering menciptakan lingkungan yang nyaman bagi diri kita dan tidak bersaksi bagi-Nya. Lebih baik diam, tapi aman, daripada bersaksi tentang kebenaran, tapi mengalami penganiayaan. Bukankah ini yang sering dipikirkan oleh beberapa orang kalangan Kristen? Theologi Reformed dengan jelas menegaskan bahwa tugas Gereja adalah memberitakan Injil. Karena penginjilan adalah perintah Tuhan, maka tidak melakukannya berarti kita berdosa. Masihkah kita memikirkan panggilan kita sebagai umat Tuhan? Ataukah kita lebih terpesona dengan tawaran kenyamanan dunia? Bukankah Yesus dicobai Iblis dengan tiga pencobaan, yaitu: kebutuhan tubuh, ketenaran, dan power untuk menguasai? Kita pun akan mengalami pencobaan, hanya saja apakah kita akan seperti Tuhan Yesus yang setia kepada Allah Bapa dan menghardik Iblis tersebut, atau justru kita malah melupakan identitas kita sebagai Gereja yang harus taat kepada Allah dan firman-Nya serta mencemarkan diri kita kepada keinginan dan ambisi yang tidak kudus?
Kita harus senantiasa mengingat identitas kita, yaitu umat kepunyaan Allah. Hanya melalui kesetiaan kepada Allah dan firman-Nya, kita dapat terus menghidupi identitas ini. Charles Spurgeon mengatakan, “Ukirlah namamu pada hati-hati orang dan bukan di atas batu nisan.” Hidup orang Kristen tidak lagi self-centered tapi mengalir keluar dan menjadi saluran berkat bagi dunia. Hidup orang Kristen tidak lagi memikirkan rancangan atau rencana pribadi, tapi bagaimana rencana Allah digenapi dalam dunia ini melalui dirinya.
Bersyukur kepada Tuhan, kita adalah Gereja, umat Tuhan yang telah ditebus dengan harga yang mahal yaitu darah Anak-Nya yang tunggal. Hidup kita bukan milik kita lagi. Hidup kita sekarang adalah milik-Nya, artinya seluruh hidup kita harus untuk melayani dan menjadi korban di atas mezbah pelayanan bagi Allah. Prestasi terbesar kita bukanlah mencari nama baik, mencari harta di dunia, tetapi prestasi terbesar hidup kita sebagai Gereja adalah menjalankan kehendak Allah seutuhnya di dunia ini. “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.” (1Ptr. 2:9-10)
Tanty
Pemudi GRII Pusat
[i] Sproul, R. C. (2007), Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen, Malang: Literatur SAAT, hlm. 285