Buletin PILLAR
  • Transkrip
  • Alkitab & Theologi
  • Iman Kristen & Pekerjaan
  • Kehidupan Kristen
  • Renungan
  • Isu Terkini
  • Seni & Budaya
  • 3P
  • Seputar GRII
  • Resensi
Alkitab & Theologi

Dari Nikea, untuk Gereja yang Akan Diperbarui (Bagian Pertama)

17 Oktober 2025 | Mario A. J. Sirait 7 min read

Hasil Nikea dan Gereja Lokal Hari Ini

Hari ini, ketika kita pergi beribadah pada hari Minggu ke gereja lokal yang bertheologi Reformed/Calvinisataupun gereja lokal dengan theologi yang lain, kita akan melakukan suatu ritual ibadah di mana kita akan berdiri dan dengan tegas menyatakan pengakuan iman kita. Dengan berdiri tegak, kita mengucapkan “Aku percaya..” diikuti dengan dua belas (12) poin kredo berisikan:

Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi,
dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal, Tuhan kita,
yang dikandung dari Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria,
yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati, dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut,
pada hari yang ketiga, bangkit pula dari antara orang mati,
naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa,
dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
Aku percaya kepada Roh Kudus,
Gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus,
pengampunan dosa,
kebangkitan tubuh,
dan hidup yang kekal.
Amin.

Pengakuan ini selanjutnya kita kenal sebagai Pengakuan Iman Rasuli. Namun, banyak orang dan gereja hari ini yang menganggap bahwa ini hanyalah suatu prosesi ritual yang dapat dilakukan dapat tidak, sehingga bukan sesuatu yang terlalu perlu (non necessity). Asal ada nyanyian, doa, pembacaan Alkitab, khotbah, kesannya cukup dikatakan sebagai ibadah. Sifat manusia yang cenderung reduksionis ini kemudian menjalar kepada kompromi yang lebih besar. Gereja online pun menjadi hal yang biasa, pikir kita, karena sudah mengandung aspek-aspek yang tercakup di atas. Pengakuan iman dalam ibadah menjadi bukan liturgi yang harus diucapkan. Bahkan kita, Gereja Tuhan, mudah berpikir “yang penting Tuhan tahu hati saya”, atau “yang penting relasi saya sama Tuhan”, atau “yang penting saya sudah selamat”. Padahal, Pengakuan Iman Rasuli dan juga Pengakuan Iman Nikea-Konstantinopel yang hari ini kita ucapkan itu, mengandung landasan dogma yang sangat penting bagi kekristenan hari ini, yakni tentang keilahian Kristus. Inilah dogma yang nantinya menjadi fondasi bagi doktrin-doktrin lainnya, salah satunya adalah doktrin soteriologi Reformed.

Keilahian Kristus adalah puncak keagungan dari konsep keselamatan dalam theologi Reformed. Keilahian Kristus adalah awal, tetapi juga akhir dari soteriologi Reformed. Soteriologi Reformed hanya akan menjadi sekadar teori belaka, alih-alih sebuah dongeng, apabila Kristus bukan Allah. Namun, bagaimana kita bisa benar-benar yakin dan mengakar dalam pengertian ini, kalau kita hidup pada 1700 tahun yang lalu di mana keilahian Kristus diragukan? Apakah kita, pada akhirnya, bisa menempatkan Kristus sebagai Tuhan dan Allah kita layaknya Tomas (bdk. Yoh. 20:28) dan Bapa-bapa Gereja sebelum kita? Apabila tidak, maka celakalah kita, karena jika Kristus bukan Allah, maka sesungguhnya pengetahuan, pemahaman, iman, dan hidup kita seluruhnya adalah kesia-siaan belaka. Hidup kita hanyalah sebuah kecelakaan dan tujuan kita hanyalah kesia-siaan di bawah kolong langit, meminjam kata-kata Qohelet (Pengkhotbah), apabila Kristus tidak bertakhta di atas segala langit.

Sejarah Nikea: Penetapan Doktrin Keilahian Kristus

Hari ini, di Kota Iznik, Turki, yang dulu adalah sebuah kota kuno bernama Nikea, 1700 tahun yang lalu, ritual mengikrarkan Pengakuan Iman Rasuli merupakan suatu hal yang begitu penting, mengingat masih terseraknya kebenaran pengajaran Kristen di tengah persekusi, perang, dan perpecahan. Ide tentang Pengakuan Iman Rasuli telah ada sejak abad ke-3, sebelum Kredo Nikea, dalam bentuk vetus symbolum romanum (Perlambang Roma Lama). Namun, Pengakuan Iman Rasuli difinalisasikan setelah Konsili Nikea menyempurnakan dan meresmikan Kredo Nikea, yakni sekitar setelah tahun 325 Masehi. Oleh karena itu, terdapat dua pengakuan iman: Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Nikea, yang berdiri di atas tradisi ortodoksi yang sama, terutama dalam menyatakan keilahian Kristus.

Di tengah persekusi secara fisik dan pengajaran, ritual pengikraran ini berdiri dengan tegak, agar umat gereja mengetahui apakah gereja ini adalah pengikut ajaran Arius, atau pengajaran Kristus. Jikalau gereja, pada masa itu, menolak untuk mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli, maka dapat dikatakan bahwa gereja tersebut adalah pengikut Arius, yakni gereja yang menolak pengajaran yang benar. Ini adalah sebuah litmus test untuk mengetahui bahwa suatu gereja adalah gereja bidat atau bukan. Oleh karena kebenaran hasil Konsili Nikea, yang merupakan hasil pergumulan para Bapa Gereja untuk mengenal Kristus, Allah yang dinyatakan di dalam Firman, Gereja sepanjang zaman harus mengakui dan mengikrarkan Pengakuan Iman Nikea untuk mengakui kebenaran iman Kristen yang ortodoks, meskipun nantinya akan ada banyak pengujian-pengujian yang lebih mengerucut lagi ketika kita sudah berbicara tentang hasil diskusi konsili-konsili selanjutnya. Sebagai bagian dari umat Kristen Protestan, yang berakar dari Kekristenan Barat, dan mengikuti tradisi Calvinis/Reformed, GRII dan jemaatnya harus mengakui Pengakuan Iman Nikea.

Di dalam pergumulan para Bapa Gereja 1700 tahun yang lalu, Alkitab, firman Tuhan, belum dimiliki oleh semua orang. Pengajaran Kristen tersebar pada awalnya dari para pengajar yang diturunkan oleh ke-12 rasul Yesus, secara mulut ke mulut, tulisan ke tulisan, dan tradisi-tradisi. Paulus, misalnya, memiliki murid bernama Klemens dari Roma, Yohanes memiliki murid bernama Polikarpus dari Smyrna, dan Petrus memiliki penerus bernama Ignatius dari Antiokhia. Murid dari para rasul kemudian memiliki murid, dan kemudian murid mereka memiliki murid lagi, dan berlanjut. Sehingga, dengan tersebarnya pengajaran Kristen yang terkesan seperti bermain “kuda bisik”, ada pengajaran-pengajaran yang kemudian mengajarkan pengajaran bidat karena persebaran dari surat-surat pengajaran para rasul belum sebegitu menjangkau beberapa kalangan. Salah satu bidat yang berkembang paling besar adalah dari kaum-kaum Gnostik, yang menggabungkan mitos, filsafat, pengetahuan Yunani kuno dengan pengajaran Kristen waktu itu. Kaum Gnostik melihat bahwa Kristus bukanlah Allah, tetapi hanyalah penerima wahyu, yang apabila orang mengikut cara hidup-Nya, maka dia akan memperoleh keselamatan dari tubuh fisik yang kotor. 

Waktu itu belum ada internet dan media sosial. Sulit bagi para rasul untuk memberitakan pengajaran yang benar akan keilahian Kristus. Namun, Roh Kudus, yang adalah Allah, menjaga pengajaran Kristus dengan sedemikian rupa di tengah persekusi umat Tuhan di bawah kaisar-kaisar Roma, dari Nero hingga Diocletian, sehingga kebenaran pengajaran Kristen masih terjaga ketika Allah membangkitkan Kaisar Konstantinus Agung, yang berperan dalam langkah awal kekristenan sebagai kepercayaan utama dari Kekaisaran Roma. Konon katanya, Konstantinus Agung bertobat ketika melihat awan berbentuk salib yang membawanya kepada kemenangan dalam Pertempuran Jembatan Milvian pada tahun 312 Masehi. Dia mengadakan pertemuan Konsili Ekumenis di Nikea. Namun, sebelum itu, pengajaran tentang kebenaran keilahian Kristus belum tersebar luas karena banyaknya persekusi umat Tuhan pada zaman itu, dan belum ada Alkitab Perjanjian Baru (PB), yang hari ini kita simpan berdebu di laci kita. Selain Konstantinus, Allah juga membangkitkan salah seorang Bapa Gereja yang sangat penting kala itu, yaitu Athanasius dari Alexandria, tokoh oposisi utama terhadap Arius sang bidat. Daftar kitab-kitab Perjanjian Baru yang hari ini umat Kristen pakai telah mengalami perjalanan yang panjang hingga akhirnya Athanasius, terhadap kitab-kitab PB, menyatakan bahwa:

“Inilah (27 kitab Perjanjian Baru) sumber keselamatan, agar siapa yang haus dapat dipuaskan oleh firman yang hidup yang terkandung di dalamnya. Hanya di dalam kitab-kitab ini sajalah doktrin kesalehan dinyatakan. Janganlah seorang pun menambahkan kepadanya, dan jangan juga menguranginya.”

Firman Allah yang Menggerakkan Zaman

Perlu diketahui bahwa dengan kondisi belum adanya kanon Alkitab PB yang diakui secara formal (bukan tidak ada sama sekali), umat Kristen tetap dengan giat bergumul dengan pengajaran yang benar, mempelajari salinan-salinan surat pengajaran para rasul, yang secara doktrinal merujuk pada kanon Perjanjian Lama (PL) Yahudi pada naskah Septuaginta dan naskah Masorah (Masoretic text). Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, beserta dengan tulisan-tulisan Paulus dan tulisan para murid lainnya, banyak merujuk kepada Kejadian, Keluaran, Imamat, Yesaya, Yeremia, dan kitab-kitab PL lainnya, yang telah dikanonisasikan sebelum kedatangan Yesus dan dipakai oleh Tuhan Yesus. Semangat penggalian doktrinal dalam Alkitab merupakan sesuatu yang sudah dilakukan oleh para Bapa Gereja sejak dahulu kala.

Inilah yang menjadi salah satu kebiasaan penting dari para Bapa Gereja, yakni pendalaman akan firman Tuhan yang memimpin kepada pengenalan akan Allah kita. Tradisi dan semangat untuk menggali harta karun yang ditawarkan oleh Alkitab, merupakan suatu tradisi penting yang menjadi cikal bakal dari kekuatan umat Kristen, yang terus dipanggil untuk menyatakan siapa Allah di tengah arus zaman yang makin membenci Kristus. Mengapakah demikian? Karena ada tertulis, “Sebab Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun.” Firman Tuhan telah berulang kali menentukan arah berjalannya sejarah. Pada bagian selanjutnya, kita akan melihat bagaimana hasil dari Konsili Nikea berjalan kepada Reformasi Protestan.

Mario A. J. Sirait
Pemuda GRII Pusat

Tag: Arius, Athanasius, Konsili, Nikea, Pengakuan Iman Nikea, Pengakuan Iman Rasuli

Langganan nawala Buletin PILLAR

Berlangganan untuk mendapatkan e-mail ketika edisi PILLAR terbaru telah meluncur serta renungan harian bagi Anda.

Periksa kotak masuk (inbox) atau folder spam Anda untuk mengonfirmasi langganan Anda. Terima kasih.

logo grii
Buletin Pemuda Gereja Reformed Injili Indonesia

Membawa pemuda untuk menghidupkan signifikansi gerakan Reformed Injili di dalam segala bidang; berperan sebagai wadah edukasi & informasi yang menjawab kebutuhan pemuda.

Temukan Kami di

  facebook   instagram

  • Home
  • GRII
  • Tentang PILLAR
  • Hubungi kami
  • PDF
  • Donasi

© 2010 - 2025 GRII