,

Epistemology: The Knowledge of God

Dalam karya-karya tulisnya, Calvin tidak menggunakan istilah epistemologi secara langsung, tapi dalam karya-karyanya itu Calvin membahas mengenai epistemologi dan bahkan menjadi pembukaan penting dalam Institutes of Christian Religion (ICR). Oleh karena itu, artikel ini mencoba menjabarkan mengenai epistemologi dalam pandangan Calvin namun (secara khusus) tidak sampai pada pembahasan mengenai peran Roh Kudus. Bukan karena tidak melihat bahwa peran Roh Kudus sangat ditekankan oleh Calvin dalam kehidupan Kristen juga dalam epistemologi, tetapi karena doktrin Roh Kudus dan hubungannya dengan epistemologi tidak cukup untuk dibahas dalam artikel ini sehingga artikel ini lebih fokus pada apa yang dibahas Calvin dalam ICR Buku I, i-vi.

Epistemologi adalah suatu bagian dari filsafat yang membahas mengenai asal, sumber, dan batas dari pengetahuan (knowledge). Pertanyaan awal yang diajukan dalam epistemologi adalah: “What must be added to true beliefs to convert them into knowledge?”[i] Secara umum ada dua jawaban yaitu: (1) the quality of the reasons dan (2) testimony from reliable sources. Dalam the quality of the reasons, dinyatakan bahwa sesuatu itu mungkin tidak terbukti dalam sejarah tapi mempunyai proposisi yang masuk akal. Dengan demikian dinyatakan bahwa akal kitalah yang menjadi sumber sejati dari pengetahuan kita. Akallah yang menganalisis, menilai, menerima, dan membangun proposisi-proposisi sehingga sesuatu itu menjadi hal yang patut kita pegang atau percayai. Kemampuan akal manusia menjadi hal yang ditekankan dan penting sekali dalam epistemologi ini. Sedangkan dalam testimony menuntut adanya faktor sejarah (dan empirical investigation lainnya). Apabila sesuatu itu terjadi secara nyata dalam sejarah maka fakta sejarah (dan yang lainnya) itu adalah sumber yang sejati bagi kita. Walaupun mungkin akal manusia sulit atau belum menjelaskan secara tuntas mengenai fakta sejarah tersebut. Pandangan ini sama artinya dengan menekankan sarana yang olehnya pengetahuan sejati dibentuk dan dapat dipercaya. Misalkan si A, yang memang dapat dipercaya, menyatakan bahwa keadaan suatu ruangan itu sangat panas. Maka, ada yang menyatakan bahwa sumber pengetahuan yang benar bahwa ruangan itu panas adalah dari kesaksian si A. Ada pula yang menyatakan bahwa sumber pengetahuan yang benar adalah analisis-analisis yang lebih jauh lagi mengenai ruangan tersebut. Sebenarnya keduanya tetap menggunakan peran akal manusia, hanya saja yang satu sangat menekankan kemampuan akal tersebut dan yang lainnya lebih menekankan testimony yang ada, salah satunya seperti fakta sejarah. Di antara kedua hal ini, yang lebih berkembang sampai sekarang adalah the quality of the reasons.

Dengan sedikit pembukaan mengenai epistemologi tersebut, sekarang kita memasuki pemikiran Calvin. Apa pandangan Calvin mengenai epistemologi? Awal dari ICR dimulai dengan suatu pernyataan dari Calvin sebagai berikut:

OUR wisdom, in so far as it ought to be deemed true and solid Wisdom, consists almost entirely of two parts: the knowledge of God and of ourselves. But as these are connected together by many ties, it is not easy to determine which of the two precedes and gives birth to the other.[ii] (Hikmat kita … terdiri dari dua bagian: pengenalan akan Allah dan pengenalan akan diri. Tapi kedua hal ini saling berkaitan, tidak mudah untuk menyatakan dari kedua ini yang mana yang pertama dan mengawali yang lainnya – terjemahan bebas)

Maka, menurut Calvin ada dua pengetahuan yang penting untuk kita ketahui yaitu pengenalan akan Allah dan pengenalan akan diri kita. Kedua hal ini saling terkait satu sama lain dan tidak mudah (bukan berarti tidak bisa) untuk menyatakan yang mana lebih dulu ada. Namun ketika melihat efek dari masing-masing pengetahuan tersebut Calvin menyatakan bahwa memang lebih baik mengutamakan pengetahuan akan Allah.

Pengetahuan itu seharusnya mengajar kita untuk takut dan hormat kepada Tuhan Allah serta menjadi pembimbing kita dalam mengerti kebenaran Tuhan lebih dalam lagi. Hal yang kemungkinan besar membuat kita mampu untuk mencapai ini adalah dengan mengenal Tuhan sebagai langkah awal.[iii] Semakin kita mengenal Tuhan maka kita semakin melihat diri kita berdosa dan Dia kudus. Kita tahu bahwa kita adalah ciptaan-Nya yang harus melakukan segala perintah-Nya. Jika kita lebih mengutamakan melihat kepada diri maka kecenderungannya adalah kita akan menjadi semakin sombong karena kita adalah manusia berdosa. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa ketika kita mengenal Allah maka kita mengenal diri kita dan ketika kita mengenal diri kita maka kita juga mengenal Allah. Kedua hubungan ini tidak bisa dipisahkan. Tapi karena keberdosaan kita maka adalah lebih baik kita mengutamakan pengenalan akan Allah yang kemudian membawa kita kepada pengenalan akan diri yang benar.

Mungkin kita bertanya-tanya, kenapa kedua pengenalan ini menjadi hal yang penting? Karena segala sesuatu dalam alam semesta ini memang berhubungan dengan Allah dan pengetahuan inilah yang mendasari keseluruhan pengetahuan kita. Scott Oliphint dalam “Pengetahuan yang utama dan sederhana” menyebut hal ini sebagai hubungan kovenan antara Pencipta dan ciptaan.[iv] Ketika kita mengenal Allah maka kita mengenal diri kita dengan benar dan juga seluruh ciptaan-Nya. Oleh karena itu, pengetahuan sejati apapun hanya dapat kita peroleh dalam Allah, Sang Pencipta. Dialah yang mampu menjelaskan kepada kita dengan sempurna mengenai segala hal dalam alam semesta ini. Oleh karena itu, kita harus melihat kepada Dia, belajar melalui-Nya, dan bersyukur atas segala hal yang kita terima dari Dia.

Dari manakah kita mendapatkan pengetahuan mengenai Allah? Pertama, in creation (termasuk juga pada manusia). Calvin menyatakan pengetahuan ini ditanamkan dalam diri manusia, so-called sense of Divinity.[v] Karena kita adalah ciptaan-Nya yang dicipta sebagai gambar-Nya. Selain sense of Divinity, kita juga bisa mengenal Allah melalui alam semesta ini karena seluruh alam semesta ini menyatakan Allah. Kedua, in the word of God. Kita dapat mengenal Allah melalui Alkitab yang adalah firman Allah yang tertulis dan juga melalui Yesus Kristus, firman Allah yang hidup. Melalui Firman-Nya kita dibawa lebih jelas lagi kepada pengenalan Allah yang sejati. Maka, kita tahu bukan hanya bahwa Allah itu ADA tapi juga Dia adalah PENCIPTA dan PENEBUS kita. Tujuannya adalah supaya manusia beribadah kepada Allah dan hidup melayani Dia saja.

Jika dibandingkan dengan epistemologi yang dijelaskan di bagian awal, maka Calvin tidak memisahkan antara kemampuan akal manusia dan testimony. Calvin menyatakan bahwa sumber pengenalan kita yang sejati adalah Allah sendiri. Kita dapat mengerti dan tahu sesuatu itu dengan benar karena pengetahuan akan Allah yang benar pula. Kita dapat mengenal Allah ketika Dia menyatakan diri-Nya. Dalam hal ini melalui alam ciptaan (termasuk sense of Divinity) dan juga kesaksian Alkitab. Artinya, termasuk juga menekankan pada kemampuan akal kita serta peran penting dari kesaksian Firman-Nya. Kedua hal ini tidak dapat dipisahkan ataupun dipertentangkan.

Bagi Calvin, seluruh pencapaian pengetahuan itu hanya mempunyai satu tujuan, yakni membawa kita untuk semakin hormat dan takut akan Tuhan serta menjadi pembimbing kita untuk masuk kepada kebenaran-Nya lebih dalam lagi. Demikianlah kita boleh bertumbuh di dalam keberadaan kita sebagai gambar dan rupa Allah. Soli Deo Gloria!

 

Lukman Sabtiyadi

REDS – Worldview

 

 

 

 


[i] Routledge Encyclopedia of Philosophy Epistemology, London: Routledge, 1998. Epistemology, hlm. 98.

[ii] John Calvin, Institutes of Christian Religion, Book I, i.

[iii] Ibid, Book I, ii, 2.

[iv] K. Scott Oliphint, Pengetahuan yang utama dan sederhana (Institutes 1.1-5), Penerbit Momentum. Artikel ini termasuk dalam buku “Penuntun ke dalam Theologi Institutes Calvin”, ed. David W. Hall & Peter A. Lillback.

[v] John Calvin, Commentary on the Acts of the Apostles, ed. Henry Beveridge, Acts 17:28. Dibandingkan juga dengan ICR, Book I, iii, 1. Khusus untuk pengenalan Allah dalam alam semesta terdapat dalam ICR, Book I, v.