Eskatologi dan Metanarasi

Setiap orang atau kelompok percaya pada dan memegang sebuah cerita besar (grand story) atau metanarasi. Metanarasi ini yang menaungi segala yang dihadapinya di dunia ini. Tanpa metanarasi atau apa yang dipercayai tentang dunia, seseorang tidak dapat memahami kehidupan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya. Metanarasi seperti sebuah payung yang menghubungkan semua peristiwa dalam hidup menjadi sebuah gambaran yang koheren. Dengan metanarasilah manusia dapat melihat posisinya di dunia ini.

Pada waktu Perang Dunia II, Adolf Hitler menyatukan seluruh bangsa Jerman yang terpuruk akibat Perang Dunia I. Dia menawarkan sebuah cerita besar yang baru kepada bangsa Jerman, bahwa mereka adalah bangsa Arya, sebuah ras yang unggul. Hitler membentuk cerita tersebut dalam kerangka Darwinist yang berhasil membangunkan semangat bangsa Jerman tetapi berdampak dengan Holocaust. Dari sini terlihat betapa besarnya pengaruh metanarasi dalam kehidupan manusia ataupun kelompok.

Metanarasi Modern
Salah satu metanarasi yang dominan dalam sejarah adalah modernisme. Dalam modernisme seluruh ceritanya dihubungkan dengan tema gagasan kemajuan (the idea of progress). Dengan kemampuan pikirannya manusia dapat mencapai kemajuan sebab itu pikiran manusia harus dibebaskan dari otoritas tradisi, takhayul, ataupun prasangka yang membelenggunya.

Sebuah metanarasi tidak hanya menjelaskan dunia dari mana tetapi juga akan ke mana. Seperti metanarasi yang lain, modernisme memercayai sesuatu tentang masa depan dunia. Modernisme percaya bahwa suatu saat nanti dunia akan memasuki zaman kebebasan dan kemakmuran. Zaman seperti ini akan dicapai jika manusia dapat menggunakan pikirannya dengan sempurna dan tidak lagi dipengaruhi oleh mitos-mitos tradisinya. Dengan kata lain modernisme memiliki suatu nuansa eskatologis di dalamnya.

Sebuah nuansa eskatologis memberikan visi masa depan kepada penganut sebuah metanarasi. Dengan visi ke depan seseorang tahu apa yang harus dikerjakannya saat ini. Nuansa eskatologis versi modern menyebabkan nilai seorang manusia begitu dipentingkan. Jika dibandingkan dengan kepercayaan masyarakat primitif yang dikuasai oleh kepercayaan akan alam, bahkan alam diperilah, manusia menjadi tidak penting. Tetapi metanarasi modern membalikkan posisi manusia menjadi manusia yang menguasai alam, menjadikan alam melayani kebutuhannya sebagai tuan atas alam, mengubah alam sehingga dapat dihuni manusia, dan mengolah sumber daya alam supaya menguntungkan manusia. Tidak mengherankan pada abad ke-19, manusia kemudian mengembangkan sains dan teknologi secara pesat dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya.

Selain itu, dengan metanarasi modern seorang individu lebih penting daripada komunitasnya sebab pikiran seseorang tidak boleh dibelenggu oleh tradisi komunitas baik komunitas agama, pemerintah, atau keluarga. Sehingga di zaman inilah demokrasi, hak asasi manusia, dan pendidikan berkembang dengan pesat. Semuanya ini diperjuangkan demi mengantisipasi suatu dunia yang akan datang, yang bebas dan makmur. Sebuah cita-cita dunia yang dikenal dengan utopia.

Selama berabad-abad metanarasi modern dengan visi eskatologisnya mendominasi dunia tetapi zaman kebebasan dan kemakmuran yang dijanjikan tidak kunjung tiba. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya yaitu malapetaka sejarah seperti Perang Dunia I dan II, Holocaust di Jerman, kekejaman Stalin di Rusia, kekejaman Pol Pot di Kamboja, dan sebagainya. Dunia seakan bertanya di manakah utopia yang dijanjikan metanarasi modern? Kekecewaan terhadap metanarasi modern telah mengakibatkan dunia kehilangan pengharapan. Dalam kekosongan pengharapan inilah bermunculan metanarasi-metanarasi yang juga menawarkan pengharapan kepada dunia. Setiap metanarasi datang dengan visi eskatologisnya masing-masing.

Metanarasi Kristen
Sebagai orang Kristen kita hidup dalam kumpulan metanarasi. Terdapat kelompok-kelompok lain dengan metanarasinya masing-masing. Pada saat yang sama orang Kristen secara pribadi atau komunitas memiliki metanarasi sendiri dengan visi eskatologisnya sendiri. Metanarasi dan eskatologi Kristen berbeda dengan metanarasi lainnya karena metanarasi Kristen bersumber dari kebenaran Alkitab, firman Allah. Alkitab menceritakan pada kita dari mana dunia dan akan ke mana dunia ini atau yang dikenal dengan metanarasi creation-fall-redemption-consummation. Dengan cerita inilah kita melihat dunia dan memosisikan diri kita dalam dunia.

Secara eskatologis, Alkitab mengatakan bahwa dunia ini akan disempurnakan oleh Allah. Rencana penyempurnaan ini sudah ada sejak penciptaan. Sebab itulah narasi penciptaan tidak berakhir pada hari keenam dengan menciptakan manusia melainkan pada hari ketujuh yaitu Sabat. Dengan kata lain Allah menginginkan seluruh ciptaan berhenti di dalam diri-Nya. Dalam konteks Sabat inilah manusia mengembangkan ciptaan sebagai seorang penatalayan.

Eskatologi Kristen digambarkan sebagai kedatangan Kerajaan Allah sepenuhnya di dalam dunia. Visi inilah yang diajarkan oleh Alkitab. Kitab Kejadian dimulai dengan Allah mendirikan kerajaan-Nya di dalam dunia dan manusia diletakkan sebagai wakil-wakilnya untuk menguasai ciptaan. Kitab-kitab sejarah menceritakan bahwa Allah menjadikan kerajaan Israel sebagai wakil-Nya di dalam dunia, tetapi mereka gagal. Kitab para nabi menceritakan akan teguran dan janji Allah tentang pemulihan kerajaan-Nya. Perjanjian Baru pun dimulai dengan menceritakan kelahiran Yesus sebagai seorang raja yang dijanjikan Allah. Dalam Doa Bapa Kami yang terkenal, Yesus mengajarkan murid-murid-Nya untuk berdoa “Datanglah kerajaan-Mu”.

Visi eskatologis ini menempatkan Allah sebagai pusat sejarah dan tujuan sejarah adalah Allah sendiri. Pada suatu saat nanti Allah akan menyempurnakan seluruh ciptaan. Dia akan mendirikan pemerintahan-Nya dalam dunia ini. Dialah yang akan menghapus segala ratap dan air mata. Dia jugalah yang akan membawa seluruh ciptaan masuk ke dalam Sabat-Nya yang kekal. Dalam visi eskatologi inilah terdapat pengharapan orang Kristen.

Penutup
Sebenarnya visi eskatologis modern sangat dipengaruhi oleh visi eskatologis Alkitab. Bahkan bisa dikatakan visi eskatologis modern adalah versi sekulernya visi eskatologis Alkitab karena di dalamnya tidak terdapat ruang bagi yang transenden. Justru di sanalah kegagalannya eskatologis modern. Karena tanpa ruang transenden, maka sejarah hanya bisa berjalan tanpa tujuan. Sehingga makna sejarah diserahkan kepada proses sejarah itu sendiri. Dengan demikian, yang kuatlah yang akan menang. Tidak mengherankan jika seseorang merasa berhak untuk menyingkirkan orang lain karena tidak sesuai dengan makna sejarah yang diinginkannya. Sebab itu terjadilah Holocaust, pembantaian Stalin ataupun Pol Pot. Jika sejarah berhenti pada manusia, maka pertanyaannya adalah manusia yang mana yang sanggup memberikan pengharapan? Marilah kita sadar dan mengembalikan seluruh hidup kita ini kepada Allah melalui pimpinan Roh Kudus di dalam firman-Nya. Sehingga kita boleh menghidupi bagian kita dalam metanarasi yang sesungguhnya menuju eskatologi Kristen yang sejati.

Calvin Bangun
Mahasiswa STT
Reformed Injili Internasional

Referensi:
1. Donald G. Bloesch, The Last Things: Resurrection, Judgment, and Glory. 2004. Intervarsity Press: Downers Groove, Illinois.
2. Richard Bauckham and Trevort Hart. Hope Against Hope: Christian Eschatology at the Turn of the Millenium. 1999. William Eerdmanns Publishing Company: Grand Rapids, Michigan.