Ia Telah Memberikan Kita Firman-Nya

Pendahuluan

Allah kita adalah Allah yang hidup dan yang berbicara kepada umat-Nya. Ia memberikan mereka firman yang adalah kebenaran (truth)[i] dan janji-janji yang tak ternilai[ii]. Hal ini merupakan penghiburan besar bagi orang Kristen yang patut kita hargai.

Keunikan Manusia dalam Ciptaan

Allah menciptakan seluruh alam semesta dan isinya: langit dan bumi, tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia[iii]. Akan tetapi, dari segala ciptaan di bawah langit, hanya kepada manusia Ia memberikan kemampuan untuk berkomunikasi melalui kata-kata dan bahasa.

Langit dan bumi diciptakan-Nya dengan begitu dahsyat. Langit menceritakan kemuliaan Allah, tetapi tidak ada suara yang terdengar darinya[iv]. Bumi dan segala isinya adalah milik Allah[v], yang mencerminkan keilahian dan kuat kuasa-Nya, tetapi tidak ada kata-kata yang diucapkannya. Bukankah tumbuh-tumbuhan dan binatang takluk di bawah perintah-Nya?[vi] Akan tetapi, Ia tidak memberikan baik kepada tumbuh-tumbuhan maupun binatang akal budi sehingga mereka dapat berkomunikasi melalui bahasa, sebagaimana kepada manusia. Tetapi kepada manusia, Allah memberikan kemampuan untuk berbicara dan berbahasa. Melalui kemampuan berbahasa yang dimengerti oleh akal budi, manusia dapat berkomunikasi satu dengan yang lainnya.

Allah Tidak Harus Berbicara kepada Manusia

Akan tetapi, Allah bukanlah pribadi yang sederajat dengan manusia ciptaan-Nya. Derajat Allah tidak terukur jauhnya melampaui manusia, sebagaimana langit yang tak terbatas tingginya dari atas bumi[vii]. Tidak ada alasan mengapa Allah harus berbicara kepada manusia melalui kata-kata, sebagaimana dilakukan manusia kepada manusia lainnya. Jika seseorang menciptakan mesin yang dapat berinteraksi dengan mesin lain melalui sinyal elektronik dengan pola tertentu, tidak ada alasan mengapa manusia yang menciptakan mesin tersebut harus berinteraksi dengan mesin ciptaannya menggunakan sinyal elektronik yang sama. Pencipta mesin tersebut dapat menggunakan sinyal elektronik dengan pola yang berbeda, atau memilih sinyal lainnya seperti sinyal mekanis atau gelombang suara untuk memerintah mesin tersebut, sementara mesin tersebut berinteraksi dengan mesin lainnya menggunakan sinyal elektronik. Demikian Allah yang menciptakan manusia dapat saja memilih untuk tidak berkomunikasi kepada manusia melalui kata-kata. Allah dapat memilih untuk berkomunikasi hanya melalui mimpi dan gambar yang sulit diinterpretasikan[viii]. Atau Ia dapat saja memilih untuk menyembunyikan diri-Nya sepenuhnya dari manusia sehingga manusia tidak dapat mengenal apa yang ada di dalam hati-Nya, walaupun manusia diciptakan-Nya dengan kemampuan untuk berbahasa.

Tanpa Firman Allah, Manusia Jatuh ke dalam Spekulasi

Tetapi jika Allah tidak berkomunikasi kepada manusia, dapatkah manusia mengenal Penciptanya? Bukan hanya itu, dapatkah manusia, yang merupakan makhluk ciptaan, mengenal identitasnya, tujuan hidupnya, harapan, kebahagiaan, dan potensi dirinya? Dari mana manusia dapat mengetahui apakah ia diciptakan secara khusus atau hanya merupakan produk dari rantai kausal yang deterministik? Dari mana ia dapat mengetahui apakah alam semesta yang kelihatan ini adalah “segala sesuatu yang ada” atau terdapat “sesuatu” atau “satu pribadi” atau “banyak pribadi” yang mencipta atau yang mengatur alam semesta yang kelihatan dan yang berada di luar alam semesta itu sendiri? Jika terdapat “dewa”—atau “dewa-dewi”—di balik alam semesta yang kelihatan, bagaimana manusia dapat mengetahui karakter “dewa” tersebut? Apakah “dewa” tersebut menaruh ketertarikan terhadap permasalahan manusia, atau acuh tak acuh terhadapnya? Apakah “dewa” tersebut mengasihi manusia atau sekadar mempermainkan nasib mereka? Apakah “dewa” tersebut adil dan bijaksana atau egois dan jahat? Dapatkah manusia mendapatkan perkenanan “dewa” tersebut, atau meminta pengampunan kepadanya atas dosa-dosa mereka? Jika dapat, bagaimanakah caranya? Sebagian orang bahkan berpikir bahwa mempersembahkan anak adalah cara untuk memperkenankan “dewa” tertentu[ix].

Allah Berfirman bagi Kepentingan Manusia

Akan tetapi, bukan hanya Allah memilih untuk berkomunikasi kepada manusia, tetapi Ia juga memilih untuk berbicara kepada umat-Nya melalui kata-kata, suatu cara berkomunikasi yang teramat alamiah bagi manusia. Dengan demikian, Allah menjadikan diri-Nya dapat dikenal dengan jelas oleh manusia. Allah memilih melakukannya bukan untuk kepentingan-Nya, melainkan untuk kebaikan kita.

Apa yang Dinyatakan oleh Alam Ciptaan tentang Allah

Memang benar bahwa alam ciptaan yang merupakan karya Allah memberikan sebagian terang pengenalan akan Allah. Sebagaimana suatu lukisan “berbicara sesuatu” mengenai pelukisnya, demikian alam ciptaan “berbicara sesuatu” mengenai Allah.

Kita mengagumi keindahan dan keharmonisan alam. Kita sering kali ditakjubkan oleh rahasia-rahasia alam yang tidak habis-habis ditemukan. Alam bekerja dengan mekanisme yang sangat kompleks namun teratur. Setiap elemen di dalam alam semesta seolah-olah mengetahui peran mereka masing-masing, dan bekerja secara harmonis dalam mencapai suatu kesatuan dan keteraturan dalam alam ciptaan.

Kita dapat mengambil sebagai contoh rantai makanan dalam suatu ekosistem biologi. Dalam rantai makanan, kita melihat tumbuh-tumbuhan dimakan oleh herbivora, dan herbivora dimakan oleh karnivora, sedang karnivora dimakan oleh predator di atasnya, demikian seterusnya hingga predator puncak (apex predator). Tetapi ketika predator puncak tersebut mati, ia didekomposisi oleh bakteri dan menjadi makanan bagi produsen primer (tumbuh-tumbuhan) yang menjaga kelangsungan rantai makanan itu. Dengan demikian, setiap “pihak” di dalam rantai makanan tersebut seolah-olah hanya berinteraksi dengan “pihak” lain yang berdekatan, namun mereka telah “bersama-sama” membentuk suatu rantai makanan yang harmonis.

Keteraturan dan keharmonisan sebagaimana terlihat pada contoh rantai makanan di atas juga berlaku di dalam banyak hal lain: pada siklus air (laut-menguap-hujan-sungai/danau-dimanfaatkan-kembali ke laut), siklus udara segar (pertukaran oksigen dan karbon dioksida di antara tumbuhan dan manusia dan hewan), pergantian musim (yang mengatur suhu dan cuaca dalam satu kurun waktu dan dengan demikian mengatur aktivitas agrikultural), pergantian siang dan malam (yang mengatur beragam aktivitas makhluk hidup dalam satu hari), dan masih banyak lagi. Siapakah yang mengatur semuanya itu?

Dari semuanya itu, kita mengenal Allah yang penuh kuasa dan hikmat dalam perbuatan tangan-Nya nampak jelas melalui alam ciptaan. Alkitab mengatakan “kekuatan dan keilahian” Allah dapat nampak dengan jelas “kepada pikiran (manusia)” dan “dari karya-Nya (alam ciptaan)”[x].

Apa yang Tidak Dinyatakan oleh Alam Ciptaan tentang Allah

Tetapi terang yang diberikan oleh alam ciptaan mengenai Allah, sekalipun jelas, adalah terbatas. Lebih dari itu, alam ciptaan tidak dapat memberikan jawaban atas hal-hal terpenting yang menjadi pergumulan hidup manusia. Alam ciptaan tidak menyatakan mengapa Allah menciptakan manusia, atau bahkan mengapa alam ciptaan itu sendiri berada. Alam ciptaan juga tidak mengajarkan bagaimana seharusnya kita beribadah kepada Allah, apa yang memperkenankan dan apa yang tidak memperkenankan Dia. Alam ciptaan tidak menyatakan bagaimana manusia dapat menyelesaikan permasalahan dosa dan kejahatan dalam hidupnya, bagaimana ia dapat menyelamatkan jiwanya. Alam ciptaan tidak menyatakan apa itu kasih, dari mana itu berasal, dan apakah mungkin seseorang yang mendambakan kasih yang tidak berkesudahan mendapatkan apa yang ia dambakan. Bahkan relasi terbaik di antara manusia pun akan berhenti pada titik kematian—jika kita hanya melihatnya di dalam alam ciptaan. Alam ciptaan juga tidak menyatakan tempat tujuan ultima manusia—bersama dengan atau terpisah dari Allah selama-lamanya. Jelaslah bahwa manusia tidak dapat mengenal Allah ataupun mendapatkan jawaban atas hal-hal terpenting dalam pergumulan hidupnya melalui alam ciptaan.

Apa yang Dinyatakan oleh Hati Nurani tentang Allah

Di samping apa yang nampak pada alam ciptaan (yaitu, di luar diri manusia), terdapat suatu “pernyataan” di dalam diri manusia yang dikenal dengan istilah hati nurani. Hati nurani merupakan hal yang unik di dalam diri manusia, yang memberikan kesadaran moral kepada manusia dalam kapasitas tertentu. Hal ini mungkin dilakukan oleh hati nurani karena ia adalah “pelita TUHAN”[xi], yang ditanamkan Allah di dalam roh manusia yang memiliki “cap” karakter moral Allah. Allah menyelidiki dan mengenal apa yang ada di dalam diri manusia melalui hati nurani[xii].

Ketika seseorang menyontek, berbohong, atau mencuri untuk pertama kalinya, hati nurani bekerja di dalam diri orang itu, menegur dan menyatakan bahwa dia bersalah. Ia mendapatkan “teguran” tersebut tanpa perlu kehadiran orang lain untuk menegurnya. Ketika seseorang hendak melakukan apa yang dikenalnya sebagai perbuatan dosa, hati nurani menyatakan “keberatannya”[xiii]. Ia mungkin mendapatkan “keberatan” tersebut biarpun orang lain tidak berkeberatan kepadanya[xiv], karena suara keberatan ini tidak datang dari orang lain, melainkan dari hati nuraninya.

Hati Nurani dapat Berhenti Berfungsi dengan Benar

Namun, jika seseorang terus-menerus berbuat dosa dan tidak mau mendengarkan suara hati nuraninya, pada titik tertentu, hati nuraninya akan berhenti berbicara kepada orang itu. Sebagaimana fungsi mata dapat menjadi rusak secara permanen karena intensitas cahaya yang terlalu besar, demikian hati nurani dapat berhenti berfungsi dengan benar karena banyaknya dosa yang dilakukan. Hati nurani yang berhenti berfungsi karena penolakan manusia berakibat fatal bagi manusia itu[xv].

Apa yang Tidak Dinyatakan oleh Hati Nurani tentang Allah

Tetapi bahkan dalam kondisi terbaiknya, hati nurani tidak dapat memberikan lebih daripada persetujuan ketika kita berbuat benar dan teguran ketika kita berbuat salah[xvi]. Sebagaimana saraf memberikan sensasi rasa nikmat dan rasa sakit bagi tubuh, demikianlah hari nurani bagi jiwa. Hati nurani yang berfungsi baik menjaga kita untuk menjauhi apa yang “menyakitkan” bagi jiwa dan mencari apa yang “menyegarkan” bagi jiwa. Manusia yang kerap kali memperhatikan apa yang dikatakan oleh hati nuraninya, mungkin mengalami damai sejahtera dengan kualitas tertentu di dalam kehidupan jiwa mereka. Tetapi hati nurani, meskipun dalam kondisi terbaiknya, tidak dapat melakukan lebih daripada hal-hal tersebut.

Sebagaimana alam ciptaan, hati nurani tidak memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan terpenting manusia di dalam pergumulan hidupnya: mengenai mengapa ia berada, identitasnya, tujuan hidupnya, bagaimana ia dapat menyelesaikan permasalahan dosa dalam hidupnya, dan ke mana ia akan pergi—semua hal yang hanya dapat diberikan dan dijawab oleh Allah. Sebagaimana saraf tidak berdaya memberikan arah bagaimana manusia harus belajar, atau siapa orang yang harus dinikahinya, atau apa pekerjaan yang harus diambilnya, atau dengan siapa ia harus berteman, demikian hati nurani juga tidak berdaya memberikan pengenalan yang signifikan baik akan Allah maupun jawaban atas hal-hal terpenting dalam pergumulan hidup manusia.

Hati Nurani Tidak Sanggup Menyelamatkan Kita dari Penghakiman Allah

Pada Hari Penghakiman, rahasia hati manusia akan dibuka dan dihakimi bukan lagi oleh hati nurani, melainkan oleh Yesus Kristus[xvii]. Hati nurani tidak dapat membela manusia di Hari Penghakiman; hanya Yesus Kristus yang sanggup—dan yang akan—membela kita[xviii] pada Hari itu. Karena Ia, sama seperti kita, telah berada di dalam dunia, maka Ia dapat mewakili manusia—sebagai manusia dan Juruselamat—di hadapan Allah pada Hari yang Besar itu[xix].

Tanpa Firman Allah, Manusia Hidup dalam Kegelapan

Demikian manusia menemui gang buntu di dalam mengenal Allah, dan menemukan apa yang paling berharga bagi mereka, baik ketika ia melihat ke luar dirinya, pada alam ciptaan, maupun ketika ia melihat ke dalam dirinya, mendengarkan suara hati nuraninya. Karya Allah di luar diri manusia dan “pelita TUHAN” di dalam diri manusia tidak sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan terbesar manusia. Menyadari ketidakmampuan kita yang sedemikian dalam, bahkan untuk memenuhi kebutuhan kita sendiri akan jawaban atas pergumulan-pergumulan terbesar dalam hidup kita, tidakkah kebaikan Allah nampak makin jelas melalui pilihan-Nya untuk memberikan firman-Nya kepada kita, melalui bahasa yang dapat kita mengerti?

Tidak kepada Semua Manusia Allah Memberikan Firman-Nya

Terlebih lagi, tidak kepada semua manusia Allah memberikan firman-Nya. Umat Allah merupakan objek kebaikan Allah yang spesial sehubungan dengan pemberian firman-Nya. Allah memang memberikan kebaikan-Nya secara melimpah kepada semua orang melalui alam ciptaan. Ia memuaskan hati manusia dengan makanan dan kegembiraan[xx].

Namun, jarang sekali Allah berfirman kepada manusia di luar umat pilihan-Nya[xxi]. Bahkan kepada bagian terbesar dari mereka pada zaman Perjanjian Lama, Allah memilih untuk tidak memberikan firman-Nya sama sekali[xxii]. Bagian terbesar dari umat manusia, kendati menerima banyak pemberian Allah, tidak mendapatkan anugerah firman Allah dan harus “menerka-nerka” mengenai siapa “allah” itu. Akibatnya, mereka pun harus menerka-nerka mengenai siapa mereka, mengapa mereka berada, tujuan hidup mereka, mencari-cari kasih (yang sering kali tercemar) untuk memenuhi kekosongan jiwa mereka, dan tidak menyadari akhir ultima mereka.

Kepada Umat-Nya, Tuhan Berfirman dengan Limpahnya

Tetapi kepada umat-Nya, Allah berbicara berulang-ulang dan dengan berbagai cara[xxiii]. Kepada umat-Nya, Allah memberikan firman-Nya dan mengikat diri-Nya di dalam kovenan serta memenuhi janji-janji-Nya di dalam sejarah perjalanan bersama mereka[xxiv]. Di dalam firman-Nya, terdapat jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang paling penting dalam hidup manusia. O, betapa besar sesungguhnya anugerah Allah kepada mereka yang menerima firman-Nya! Hal ini akan segera nampak dari apa yang akan kita lihat berikutnya.

Alkitab Memberikan Penjelasan Mengapa Kita Diciptakan

Di dalam firman-Nya, kita mendapatkan jawaban mengapa kita berada. Allah menciptakan setiap dari kita secara istimewa[xxv], di dalam kepenuhan kasih-Nya, dan berkomitmen untuk senantiasa menyertai kita, tanpa pernah meninggalkan kita[xxvi]. Ia melihat hasil ciptaan-Nya sebagai sesuatu yang “baik”, tetapi manusia sebagai “sungguh amat baik”[xxvii]. Dengan demikian, kita bukanlah anak haram atau yang terlantar hidup di bumi ini, melainkan anak yang keluar dari kepenuhan kasih Allah dan yang akan dipelihara-Nya sampai pada akhirnya[xxviii].

Alkitab Menyatakan Karakter Allah yang Tidak Berdusta dan Setia

Di dalam firman-Nya, kita mendapati karakter Allah yang tidak berdusta[xxix], adil dan setia[xxx], yaitu Allah yang berfirman dan yang mengenapi setiap firman-Nya dengan cara yang adil dan benar, tanpa mengompromikan kekudusan-Nya[xxxi]. Oleh karena itu, kita yang menerima janji-janji Allah di dalam firman-Nya boleh berkeyakinan teguh bahwa Allah yang berjanji akan juga menepati setiap janji-Nya tanpa terkecuali[xxxii]! Ya, Allah kita adalah Allah yang layak menerima iman dan kepercayaan penuh kita! Ia bukanlah Allah yang takut untuk diuji, untuk menyatakan jati diri-Nya sebagai Allah yang sejati dan yang satu-satunya![xxxiii]

Alkitab Menyatakan Identitas Manusia dan Identitas Umat Pilihan Allah

Di dalam firman-Nya, kita menemukan identitas manusia. Manusia adalah makhluk mulia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah[xxxiv], mahkota ciptaan Allah[xxxv]. Tetapi dosa membuat manusia terkutuk dan terpisah dari Allah[xxxvi]. Semenjak dosa masuk ke dalam dunia, manusia menjadi ciptaan berdosa yang secara status layak untuk menerima kematian[xxxvii] dan murka Allah sampai selama-lamanya[xxxviii]. Ini adalah status setiap manusia dalam keadaan “alamiah”-nya.

Akan tetapi, di dalam kelimpahan kasih-Nya, Allah memilih untuk menciptakan ulang sebagian dari kita di dalam Kristus Yesus[xxxix], Anak-Nya yang kekasih[xl], untuk menjadi bagian dari umat pilihan-Nya, melalui percaya dalam nama Anak-Nya[xli]. Kita semua yang telah dilahirbarukan oleh Roh Kudus[xlii], diciptakan ulang sebagai anak-anak Allah, dan diangkat menjadi ahli waris Kerajaan Allah bersama dengan Yesus Kristus[xliii], serta diberi hak untuk menyebut Allah, “Bapa”[xliv].

Di sinilah letak rahasia identitas baru kita yang tergolong dalam umat pilihan Allah yang begitu berharga, “Karena kasih karunia Allah, aku adalah sebagaimana aku ada sekarang!” Ya, kasih karunia Allah-lah yang telah memberikan kita identitas yang baru! Kita adalah sebagaimana kita adanya, bukan karena usaha atau perbuatan kita, atau dinilai berdasarkan pencapaian kita, melainkan karena kasih karunia Allah.

Bahkan, kita tidak ditentukan dari kesalahan-kesalahan yang pernah kita perbuat. Melainkan kasih karunia Allah-lah yang telah menyelamatkan kita dari belenggu dosa[xlv] dan dari hidup yang penuh kegelapan dan keputusasaan[xlvi]. Kasih karunia Allah-lah yang mentransformasikan kita menjadi penerima seluruh berkat sorgawi[xlvii]. Kasih karunia Allah-lah yang membuat kita hidup “dalam damai sejahtera dengan Allah” dan dapat hidup “bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”[xlviii]. O, berbahagialah kita yang menerima kasih karunia Allah!

Alkitab Menyatakan Kasih yang Sejati, Kasih Allah

Allah menyatakan kasih-Nya dengan membayar harga yang teramat mahal demi menebus kita dan memberikan kita jati diri—bahkan hidup—yang baru[xlix]. Ia mengirimkan Anak-Nya untuk datang ke dalam dunia dan mati menggantikan kita[l]! Untuk orang yang baik, masih mungkin seorang rela mati baginya[li]. Akan tetapi tindakan kasih Allah jauh melampaui apa yang mungkin dilakukan oleh manusia bagi manusia lainnya, “… oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”![lii] Allah telah mengasihi kita ketika kita masih berada di dalam keadaan kita yang paling hina!

Lebih lagi, Ia bukanlah “allah” yang mengasihi kita dalam suatu kurun waktu tertentu saja, tetapi kemudian akan meninggalkan kita ketika “ia” merasa sudah “cukup”. Sebaliknya, Ia yang mengasihi kita, mengasihi kita sedari awal—ya, bahkan sebelum dunia diciptakan[liii]—dan melanjutkan kasih-Nya itu sampai pada kesudahannya[liv]! Ia bukanlah “allah” yang hanya mengasihi kita dalam keadaan tertentu, tetapi meninggalkan kita ketika keadaan berubah. Melainkan, Ia mengasihi kita di dalam segala keadaan dan di dalam segala aspek[lv]! Di tengah padang yang berumput hijau dan air yang tenang, Ia memberikan kita makanan dan menyegarkan dahaga kita, sehingga kita tidak kekurangan suatu apa pun[lvi]. Tetapi sekalipun kita berada di dalam lembah bayang-bayang maut, Ia tetap akan bersama kita, melindungi kita dari segala mara bahaya, dengan mempertaruhkan nyawa-Nya sendiri[lvii]! O, inilah kasih yang sejati, kasih yang dari Allah, sebab Ia adalah kasih itu sendiri[lviii]! Sebab itu, kita dapat berkata, “Betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya” kasih Allah itu[lix].

Alkitab Memberikan Jawaban atas Permasalahan Dosa

Di dalam firman-Nya, kita mendapatkan Allah yang aktif dalam menyelamatkan umat-Nya. Allah yang mencari dan menyelamatkan yang terhilang.[lx] Allah yang mengobati dan menyembuhkan yang terluka[lxi]. Ya, Allah yang mengirimkan Anak tunggal-Nya di dalam daging, supaya Ia dapat menjatuhkan hukuman dosa atas dosa di dalam daging[lxii], bukan “allah” yang menuntut umatnya untuk mempersembahkan anak-anak mereka bagi penebusan dosa mereka!

Inilah jawaban atas pemasalahan dosa kita, “Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita”[lxiii]. Demikianlah Allah, secara aktif, menyelesaikan permasalahan dosa dengan darah Anak-Nya sendiri[lxiv], yaitu Anak Domba yang dari Allah, bagi korban penebusan dosa dunia[lxv]. Benarlah perkataan ini, “Kasih setia-Mu lebih baik daripada hidup”[lxvi] karena kasih setia itulah yang memberikan hidup yang sejati kepada manusia yang menerimanya[lxvii], jauh melampaui apa yang dapat diberikan oleh hidup manusia itu di dalam dirinya sendiri.

Firman Itu Telah Menjadi Manusia

Tetapi hal yang terutama—dan yang terbesar—yang pernah dikerjakan Allah dalam memberikan firman-Nya adalah dengan memberikan Firman-Nya dalam wujud manusia, yaitu Tuhan kita Yesus Kristus[lxviii]! Seolah-olah belum cukup bagi-Nya untuk memberikan kita firman-Nya dengan cara yang dapat kita mengerti sebagai manusia—melalui bahasa dan kata-kata—Ia memberikan diri-Nya sendiri, sebagai Firman yang hidup, di dalam daging, untuk hadir di tengah-tengah kita, hidup di antara kita, sebagai salah seorang dari kita[lxix]! O, inilah pernyataan Firman Allah yang terutama, yang terbesar, dan yang tidak mungkin dipalsukan atau diingkari! Yang mengokohkan bahwa semua firman Allah yang lain adalah benar: Allah sendiri menjelma menjadi manusia dan hidup di tengah-tengah kita, masuk ke dalam sejarah umat manusia! Tidak ada “allah” lain yang demikian di dunia ini, karena memang tidak mungkin bagi “allah-allah” yang bukan Allah yang sejati untuk berbuat demikian!

Firman Itu Menyatakan Allah dengan Sempurna

Semasa hidup-Nya di dunia, Firman itu mengenapi setiap firman yang keluar dari mulut Allah, menjadikan firman Allah terlihat demikian nyata[lxx]. Firman itu hidup di antara kita, dapat kita lihat dan dengar, kita saksikan dan kita raba[lxxi]. Firman itu adalah gambar Allah yang sempurna[lxxii]. Melalui-Nya, kita dapat melihat Allah yang tidak kelihatan[lxxiii]!

Oleh-Nya kita menerima anugerah demi anugerah[lxxiv], sebagaimana kita menerima segala anugerah dari Allah[lxxv]! Firman dalam wujud manusia inilah yang secara konkret menggantikan kita, membayar akibat atas dosa-dosa kita yang diperbuat manusia dan yang harus dilunaskan oleh manusialvii. Sebagaimana Allah mengampuni pelanggaran-pelanggaran kita kepada-Nya[lxxvi], demikian Firman itu mengampuni pelanggaran-pelanggaran kita kepada-Nya[lxxvii]. Sebagaimana Allah mengajar melalui firman-Nya[lxxviii], demikian Firman itu mengajarkan dan memberikan teladan langsung bagaimana kita harus hidup[lxxix]!

Seluruh firman Allah adalah terang bagi jalan manusia[lxxx], akan tetapi Firman yang menjadi manusia adalah terang terbesar Allah yang memberikan terang-Nya kepada dunia, sehingga mereka yang mengikuti-Nya tidak berjalan di dalam kegelapan—karena Ia sendiri adalah Allah[lxxxi] dan juga Terang dunia yang sejati[lxxxii]. “Manusia tidak hidup dari roti saja, melainkan dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah”, sehingga firman Allah adalah sebagaimana makanan, diperlukan untuk hidup[lxxxiii]. Akan tetapi Firman yang menjadi manusia adalah makanan yang paling dibutuhkan oleh manusia, karena Firman itulah yang memberikan hidup yang kekal[lxxxiv]! Firman itu memberikan daging-Nya sebagai makanan kita dan darah-Nya sebagai minuman kita, yang tanpa-Nya kita tidak mungkin menerima pembenaran di mata Allah[lxxxv]! Sebagaimana firman Allah yang adalah kebenaran menguduskan manusiai, demikian Firman yang menjadi manusia adalah Kebenaran[lxxxvi] yang menguduskan manusia sekali untuk selamanya di hadapan Allah[lxxxvii]. Allah telah memberikan Firman-Nya dalam wujud manusia yang berdaging dan berdarah. Sungguh, inilah pernyataan terutama dan terbesar Allah kepada manusia!

Akhir Kata

Penulis akan kehabisan tempat dan kata-kata jika ia harus menuliskan semua yang telah dikerjakan Firman itu bagi kita. Jika semuanya itu harus dituliskan, semua buku yang ada di dunia pun tidak sanggup memuatnya[lxxxviii]. Tetapi biarlah penulis menutup perenungannya dengan beberapa kalimat berisi luapan sukacita dan puji-pujian: Berbahagialah kita yang tergolong di dalam bagian umat pilihan-Nya! Berbahagialah kita yang menerima Firman-Nya! Pujilah TUHAN, sebab Ia telah memberikan kita Firman-Nya!

Ian Kamajaya
Penerima Kasih Karunia Allah
Pemuda GRII Singapura


[i] Yoh. 17:17.

[ii] 2Ptr. 1:4.

[iii] Kej. 1.

[iv] Mzm. 19:2, 4.

[v] Mzm. 24:1; 89:11.

[vi] Kej. 1:11, 20-25.

[vii] Yes. 55:8-9.

[viii] Kej. 40-41; Dan. 2. Yusuf bermimpi pada Kej. 37, tetapi mimpi Yusuf ini agaknya mudah diinterpretasikan–walaupun tidak mudah diterima–oleh semua orang yang mendengarnya.

[ix] 2Raj. 3:27; 21:6-8.

[x] Rm. 1:19-20.

[xi] Ams. 20:27.

[xii] Rm. 8:27.

[xiii] 1Kor. 8:7; 10:25-29.

[xiv] 1Kor. 8:4-6, 8.

[xv] 1Tim. 1:19.

[xvi] Rm. 2:15.

[xvii] Rm. 2:16.

[xviii] Rm. 8:34.

[xix] 1Yoh. 4:14-18.

[xx] Mat. 5:45; Kis. 14:17.

[xxi] Misalnya, kepada Kain di Kej. 4 dan kepada Firaun di Kej. 12:10-20.

[xxii] Ul. 33:29; Kis. 14:16.                                                                     

[xxiii] Ibr. 1:1.

[xxiv] Kej. 6:18; 9:9-17; 15:18-21; 17; Kel. 2:24; 6:4-5; 19:5-6; Bil. 25:12-13; Ul. 4:13-31; 5:2-4, 29, dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang serupa.

[xxv] Mzm. 139:13.

[xxvi] Ibr. 13:5.

[xxvii] Kej. 1:31.

[xxviii] Mat. 6:31-34.

[xxix] Ul. 23:19.

[xxx] 1Yoh. 1:9.

[xxxi] Kel. 34:6-7.

[xxxii] Yer. 29:10-14; Mat. 5:18; 11:24-26; 2Ptr. 3:9.

[xxxiii] 1Yoh. 4:1.

[xxxiv] Kej. 1:26-27.

[xxxv] Mzm. 8:6.

[xxxvi] Kej. 3.

[xxxvii] Rm. 5:12; 6:23; Why. 14:9-12.

[xxxviii] Rm. 1:28; Ef. 2:3.

[xxxix] Ef. 2:10.

[xl] Mat. 3:17.

[xli] Yoh. 1:12.

[xlii] Yoh. 3:3-6.

[xliii] Rm. 8:17.

[xliv] Rm. 8:14-16; Gal. 4:6.

[xlv] Ef. 2:9.

[xlvi] Ef. 2:12.

[xlvii] Ef. 1:3.

[xlviii] Rm. 5:1-2.

[xlix] Yoh. 10:10.

[l] Yoh. 3:16.

[li] Rm. 5:7.

[lii] Rm. 5:8.

[liii] Ef. 1:4-5.

[liv] Mat. 28:20; Yoh. 13:1.

[lv] Rm. 8:35-39.

[lvi] Mzm. 23:1-2.

[lvii] Mzm. 23:4; Yoh. 10:11.

[lviii] 1Yoh. 4:8, 16.

[lix] Ef. 3:18.

[lx] Luk. 19:10.

[lxi] 1Ptr. 2:24.

[lxii] Rm. 8:3.

[lxiii] 1Yoh. 4:10.

[lxiv] Mat. 26:28.

[lxv] Yoh. 1:29.

[lxvi] Mzm. 63:4.

[lxvii] 1Yoh. 5:12.

[lxviii] Yoh. 1:14.

[lxix] Mat. 1:23.

[lxx] Mat. 5:17-18; Yoh. 19:30.

[lxxi] 1Yoh. 1:1.

[lxxii] Kol. 1:15.

[lxxiii] Yoh. 1:18.

[lxxiv] Yoh. 1:16-17.

[lxxv] Yak. 1:17.

[lxxvi] Mzm. 130:4.

[lxxvii] Mat. 23:34.

[lxxviii] 2Tim. 3:16.

[lxxix] Yoh. 13:13-15.

[lxxx] Mzm. 119:105.

[lxxxi] Yoh. 1:1.

[lxxxii] Yoh. 8:12.

[lxxxiii] Mat. 4:4.

[lxxxiv] Yoh. 10:28.

[lxxxv] Yoh. 6:53-56.

[lxxxvi] Yoh. 14:6.

[lxxxvii] Ibr. 10:9-10.

[lxxxviii] Yoh. 21:25.