… Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya. (1 Korintus 15:8)
Kelahiran Kembali dari Kematian
Born Dead Foetus
Dalam perjalanan menuju Damsyik, seorang muda bernama Saulus, yang lebih dikenal dengan nama cognomen-nya, Paulus, bertemu dengan Yesus Kristus. Pertemuan yang tidak pernah diharapkan oleh Paulus. Pertemuan yang mengubah, bukan saja kehidupan Paulus, tetapi juga sejarah Gereja. Pertemuan yang memiliki dampak begitu besar bagi Paulus karena pertemuan inilah yang membuatnya mengerti apa yang dimaksudkan dengan kelahiran kembali. Di dalam Titus 3:5 Paulus mengajarkan konsep palingenesia, atau kelahiran kembali. Ini merupakan konsep yang disadari oleh Paulus sejak peristiwa di jalan ke Damsyik itu. Perubahan yang begitu besar terjadi setelah dia bertemu Kristus. Perubahan yang diungkapkan kembali dalam surat kepada jemaat Korintus sebagai pertemuan antara Kristus dengan dirinya yang seperti seorang anak yang lahir sebelum waktunya. Perubahan yang adalah dari mati menjadi hidup.
Pasal 15 dari surat Paulus ini merupakan pasal yang sangat indah mengenai kebangkitan Kristus dan pengharapan bagi orang percaya. Geerhardus Vos melihat bahwa pembahasan Paulus mengenai doktrin keselamatan harus dilihat sebagai pengaitan antara diri yang lama dengan dunia yang baru.[i] Inilah yang dimaksudkan oleh Paulus. Kebangkitan Kristus dari kematian memberikan pengharapan bagi kita untuk juga bangkit dari kematian. Dan kebangkitan kita juga menjadi suatu pengharapan akan adanya dunia yang baru di mana hanya kita yang telah mengalami kebangkitan ini yang dapat berbagian di dalamnya. Alangkah indah pembahasan bagian ini. Hidup di dalam Kristus – mati sebagaimana Kristus juga mati – bangkit sebagaimana Kristus juga bangkit – dan dunia baru yang dipersiapkan untuk orang-orang yang bangkit di dalam Kristus tersebut. Tetapi, masih dalam konteks pembahasan ini, Paulus memasukkan kesaksian pribadinya. Satu kalimat pendek tetapi sangat penting. Kristus menampakkan diri kepada Paulus seperti kepada seorang anak yang lahir sebelum waktunya. Anak yang sudah gugur sebelum waktunya dilahirkan. Anak yang dilahirkan dalam keadaan mati. Kristus tidak menjumpai Paulus sang Farisi muda yang bersemangat penuh. Kristus menjumpai seorang bayi yang sudah mati. Bayi gugur yang bahkan belum melihat dunia. Ketidakberdayaan seperti ini dengan tepat menggambarkan keadaan kita ketika Tuhan melahirbarukan kita.
Hebrew of Hebrews
Paulus, sebelum berjumpa dengan Kristus, adalah seorang yang tidak pernah berpikir bahwa dia hanyalah monster[ii] yang tak berdaya. Tidak ada satu bukti pun yang dapat membuat dia harus berpikir dan mengakui bahwa dia hanyalah anak gugur yang ketika keluar dari kandungan sudah tidak bernyawa. Seperti pengakuannya sendiri, dia adalah orang Ibrani asli (Filipi 3:5). Tidak semua orang Yahudi dapat disebut orang Ibrani. Banyak orang Yahudi tidak tahu berbahasa Ibrani. Mereka hanya menggunakan bahasa sehari-hari, yaitu bahasa Aram, tanpa tahu bahasa nenek moyang mereka. Tetapi Paulus tidak demikian. Dia fasih berbahasa Ibrani. Hanya seorang dengan kemampuan menjaga tradisi sedemikian saja yang pantas disebut orang Ibrani asli. Selain menjaga kemurnian tradisi, Paulus juga menjadi seorang yang terlatih dengan aturan-aturan dan kebiasaan nenek moyangnya yang tetap dipertahankan di tengah-tengah dunia Helenis.
Selain sebagai orang Ibrani asli, Paulus juga mengikuti tradisi mempelajari Kitab Suci dengan sangat kuat. Pengaruh metode interpretasi midrash sangat kuat terlihat, bahkan dalam beberapa bagian argumentasi Paulus seperti dalam surat 2 Korintus 3:12-18 dan Roma 11:12. Maka Paulus memang benar-benar adalah seorang Ibrani asli, mempertahankan tradisi nenek moyang, mengerti bahasa Ibrani, dan terdidik dalam soal-soal Kitab Suci; tetapi mengapa Paulus disamakan dengan bayi yang mati?
Is it Lawful to Scourge a Roman…?
Paulus sungguh bukan orang Yahudi biasa. Selain terdidik dalam Kitab Suci dan tradisi Ibrani, Alkitab mencatat kalau dia juga adalah warga negara Romawi. Hal ini terlihat dari namanya, yaitu Paulus. Tidak seperti anggapan banyak orang, “Paulus” bukanlah nama pertobatan. “Paulus” adalah nama Romawi yang dimilikinya sebagai seorang warga negara Romawi. Seorang warga negara Romawi akan memiliki tiga nama Romawi, yaitu nama depan (Praenomen), nama identitas suku (nomen gentile), dan nama tambahan (cognomen). Misalkan nama lengkap sang penakluk yang terkenal, Caesar: Gaius Julius Caesar (Praenomen – nomen gentile – cognomen). Alkitab tidak memberi tahu apa-apa tentang dua nama depan Paulus, tetapi Alkitab memberi tahu kita bahwa nama belakang Saulus dari Tarsus ini adalah Paulus. Sangat mungkin nama ini dipilih karena dekat dengan nama Ibraninya, yaitu Saulus. Maka nama Paulus menunjukkan bahwa dia adalah seorang warga negara Romawi. Dan karena Paulus mengatakan bahwa dia menjadi warga negara Romawi karena kelahiran (Kis. 22:28), maka Paulus adalah nama yang dimilikinya sejak lahir.
Tetapi jika seorang kepala pasukan saja harus menyogok dengan sangat mahal untuk menjadi warga negara Romawi, mengapa Paulus dapat memperolehnya? Satu-satunya alasan adalah ayah atau kakek dari Paulus pernah melakukan sesuatu yang sangat berjasa bagi pemerintahan Romawi. Ada yang menafsirkan bahwa pekerjaan membuat tenda, seperti yang dilakukan Paulus, dilakukan oleh ayah atau kakeknya, di mana kemampuan membuat tenda ini sangat penting bagi keperluan prajurit-prajurit Romawi yang harus melakukan ekspansi ke daerah lain. Peran penting para pembuat tenda itu sangat mungkin membuat mereka diberi penghargaan menjadi warga negara Romawi. Kewarganegaraan ini membuat Paulus menjadi seorang dengan potensi yang sangat besar. Bukan saja pengetahuan dari tradisi Ibrani yang dikuasainya, tetapi pemikiran internasional dari dunia Yunani dan ditambah dengan kewarganegaraan Romawi membuat Paulus memiliki potensi pengaruh sangat besar. Selain dua tradisi, sejarah, dan pemikiran yang sangat besar, yaitu Ibrani dan Yunani, berada di dalam penguasaannya, Paulus juga secara politik menjadi penduduk yang memiliki kelas khusus. Maka dilihat dari pemikiran, keteguhan memegang tradisi, maupun secara politik, Paulus bukanlah warga negara sembarangan. Jadi, apakah memang benar bahwa dia adalah sang bayi mati tersebut?
I Ought to Do all …to Oppose the name of Jesus
Sebagai seorang muda yang terdidik dalam Kitab Suci dan sangat fasih dalam metode midrash dalam menafsirkan Kitab Suci, maka sangat mungkin Paulus terpengaruh oleh ajaran tiga zaman yang populer di antara para ahli kitab Yahudi pada waktu itu. Tiga zaman yang adalah zaman kekacauan (yaitu periode sebelum Musa), zaman hukum taurat (periode Musa), dan zaman Mesias (yaitu pengharapan eskatologis mereka akan kerajaan Mesias yang akan didirikan). Besar kemungkinan ini juga yang dipegang oleh Paulus.[iii] Maka Paulus juga mempunyai ekspektasi yang sangat tinggi akan kedatangan Sang Mesias. Mesias yang seharusnya lebih mulia dari Musa. Mesias yang seharusnya membawa kebanggaan Israel tiba pada puncak, yang sepanjang sejarah belum pernah tercapai. Maka betapa memalukannya bagi Paulus ketika sekelompok orang tak terdidik menyerukan: “Hosana! Hosana!” bagi seorang muda dari Nazaret, yang pada akhirnya hanya untuk melihat orang muda ini digantung di atas kayu salib sampai mati. Dan lebih memalukan lagi ketika sekelompok orang tak terdidik ini sekarang semakin banyak dan semakin berani. Mereka terus memproklamirkan Yesus sebagai Mesias. Suatu penghinaan, bukan saja atas tradisi Israel, tetapi juga atas pengharapan Israel. Dan bukan saja suatu penghinaan terhadap pengharapan Israel, tetapi juga penghinaan terhadap Sang Mesias. Dan di atas semuanya, ini adalah penghinaan terhadap Allah Israel! Maka, apakah yang dapat menghalangi Paulus muda yang berkobar-kobar menangkap dan memenjarakan orang-orang ini?
Penganiayaan yang timbul di Yerusalem membuat banyak orang Kristen lari ke daerah lain. Tetapi hal itu tidak membuat Paulus berpaling dari semangat yang menyala-nyala untuk memburu mereka. Maka dengan surat kuasa dari Imam Besar, Paulus memburu mereka hingga ke Damsyik. Surat yang memerintahkan pemimpin Yahudi lokal untuk menyerahkan orang-orang Kristen yang lari dari Yerusalem tersebut. Paulus menggunakan kuasa yang diberikan kepada orang Yahudi sejak tahun 40-an SM untuk boleh menangkap kembali pengikut agama Yahudi yang membelot dan lari ke luar daerah Israel. Surat kuasa ini menunjukkan bahwa Pauluslah orang yang diutus untuk menangkap mereka dan membawa mereka kembali ke Israel untuk dihukum.
The Least of the Apostles
Dengan segala semangat yang salah arah inilah Paulus ditemui oleh Sang Mesias. Yesus Kristus menampakkan diri kepada dia dengan suatu berita yang begitu besar dan merombak seluruh pola pikir Paulus. Ini adalah hal yang sulit untuk diterima oleh Paulus. Sulit karena ternyata Yesus yang selama ini dia tolak adalah benar-benar Mesias. Dan jika Yesus adalah benar-benar Mesias, maka selama ini dia telah menganiaya orang-orang yang tidak bersalah, bahkan bila dilihat dari sudut pandang pengharapan orang Israel. Karena apa yang selama ini dianggap sebagai ajaran sesat justru adalah ajaran yang menggenapkan pengharapan tersebut. Di sinilah pengertian Paulus mengenai lahir baru terus dibentuk. Dia bukanlah orang yang sedang mencari Tuhan, tetapi ternyata Tuhan yang mencari dia. Dia bukanlah orang yang memiliki kebaikan apapun dalam dirinya untuk boleh diterima oleh Allah, tetapi dia telah mendapatkan anugerah Allah. Inilah anugerah itu. Anugerah yang diterima oleh orang-orang yang tidak layak untuk menerimanya. Kesadaran akan kejahatannya sendiri membuat Paulus memberikan tempat yang paling kecil bagi dia sendiri dibandingkan dengan para rasul yang lain. Paulus menyatakan bahwa dia tidak layak untuk disejajarkan dengan para rasul yang lain. Perbedaan antara dia dengan para rasul lain adalah seperti perbedaan antara bayi yang ketika dilahirkan telah mati dengan manusia yang normal.
Karena itu, meskipun Paulus tidak membahas konsep kelahiran kembali dengan menjelaskan arti kata “kelahiran kembali” seperi Yohanes, tetapi satu kalimat dalam Titus pasal 3 yang diutarakan Paulus menjadi kalimat yang sangat kuat bila melihat kehidupan Paulus sendiri dan bagaimana Tuhan Yesus memanggil dia. Dia dipanggil saat sedang berada dalam puncak amarah kepada Yesus Kristus melalui menganiaya Gereja-Nya. Dia dipanggil saat di dalam keangkuhannya dan menolak pengharapan Israel dengan menangkap semua orang yang menerima pengharapan itu. Dia dipanggil saat berada dalam dosa yang begitu menjijikkan. Tuhan rela memberikan perhatian-Nya kepada dia, meskipun itu berarti seperti memberikan perhatian kepada bayi gugur. Dia dipanggil oleh Tuhan di dalam anugerah Tuhan untuk hidup walaupun sebelumnya sudah mati. Dialah bayi gugur yang diberikan kehidupan kembali oleh Tuhannya.
Kelahiran Kembali dari Kesia-siaan
Who art Thou, Lord?
Panggilan Tuhan kepada Paulus adalah panggilan dari Allah kepada orang yang mati. Paulus adalah orang mati itu. Dia tidak mau datang kepada Allah. Dia tidak mengenal Allah. Dia tidak berniat untuk mencari kebenaran. Paulus tidak memiliki kemampuan maupun keinginan untuk mengenal Tuhan. Konsep Paulus mengenai siapa orang Kristen tidak tergoyahkan sedikit pun. Bahkan kematian Stefanus yang masih berteriak memohon ampun bagi para pembunuh yang melempari dia pun hanya menggerakkan Paulus untuk semakin menyiksa orang Kristen. Jika Stefanus melayani Mesias yang benar, bagaimana mungkin Sang Mesias itu tidak menolong dia? Paulus tidak lagi mampu datang kepada Tuhan Yesus yang telah dianggapnya sebagai orang terkutuk yang digantung di atas kayu salib. Terkutuklah orang yang tergantung di atas pohon!
Kemudian bagaimana dengan keinginan? Apakah Paulus memiliki sedikit saja keinginan untuk setidaknya berdiskusi dengan orang-orang Kristen? Mungkin melakukan dialog agama. Siapa tahu bisa saling belajar? Tidak! Paulus tidak sedang ingin berdialog. Dia tidak memiliki keraguan sama sekali bahwa Yesus dari Nazaret dan para pengikutnya adalah para penyesat celaka yang mengacaukan agama Yahudi. Adakah keinginan untuk bertobat? Bahkan keinginan untuk mencari tahu pun tidak dia miliki. Maka Paulus ditangkap oleh Tuhan Yesus walaupun dia tidak mampu dan tidak ingin untuk mengenal Tuhan Yesus.
Karena itu ketika Tuhan Yesus menampakkan diri kepada dia, dia hanyalah seperti bayi yang gugur dan dikeluarkan dari kandungan sebelum waktunya. Betapa besar anugerah Allah yang berkenan untuk menyatakan Diri-Nya kepada orang yang tidak mencari Dia.
I am Jesus whom you are persecuting…
Tuhan melahirkan kembali Paulus, setelah sebelumnya dia menjalani hidup yang mati. Perlawanannya yang sia-sia kepada Tuhan membuat dia hanyalah seperti bayi gugur di hadapan Tuhan. Inilah semua manusia di hadapan Tuhan. Paulus menjadi orang yang sadar akan hal ini dan mengerti dengan jelas karena dirinya adalah pendosa yang dipanggil Tuhan untuk menjadi hamba-Nya justru di saat dia sedang berada dalam puncak dosanya. Para rasul yang lain tidak mengalami hal ini. Mereka dipanggil Tuhan dan kemudian selama kira-kira tiga tahun terus dibimbing oleh Tuhan. Mereka mengalami pertumbuhan yang walaupun naik turun, tetapi tidak drastis seperti Paulus. Karena itulah Paulus menjadi orang yang dipilih oleh Tuhan untuk menuliskan keadaan manusia (Roma 1:18-32) dan dengan tepat menafsirkan Mazmur 14 di dalam Roma pasal 3. Manusia melawan Allah dan hidup dalam kesia-siaan. Inilah kematian yang tidak mungkin dapat dihidupkan kembali kecuali oleh anugerah Tuhan.
Paulus mengerti hal ini lebih dalam dari orang lain bukan karena dia lebih berdosa dari orang lain. Semua manusia sudah berdosa, tetapi Paulus menjadi orang yang Tuhan pilih bukan saja untuk mengajarkan apa itu dosa, tetapi juga menjadi contoh orang yang sadar akan dosa. Betapa tidak? Jika konsep Mesias dipegang dengan sangat tinggi oleh Paulus, sehingga setiap orang yang menyaksikan Mesias yang salah harus dihukum berat, bahkan mati, maka apakah yang harus dilakukan kepada dia, yang menyiksa Sang Mesias? Ketika cahaya itu membutakan matanya, dan Paulus tidak lagi memiliki kekuatan apa-apa, dia benar-benar menjadi seperti seorang bayi yang tidak berdaya. Maka suara Tuhan menjadi suatu pukulan yang sungguh-sungguh menghancurkan kebanggaan Paulus. “Siapakah Engkau, Tuhan?” “Akulah Yesus, yang kau aniaya.” Siapakah yang Paulus aniaya? Bukankah para penyesat yang menghina Sang Mesias? Kalau para penghina Mesias harus dihukum seberat-beratnya, bahkan dilempar batu sampai mati, maka hukuman apakah yang pantas diterima Paulus, yang dengan tangan sendiri telah menyiksa Sang Mesias?
Tidak dapat dibayangkan apa yang dirasakan Paulus saat itu. Sekarang dia sadar bahwa dia bukan saja tidak berdaya seperti seorang bayi, tetapi dia juga menjijikkan seperti bayi yang ketika keluar sudah mati. Dialah penganiaya pengikut Kristus. Dan Sang Mesias, yang sangat ingin dia bela kehormatan-Nya, malah menyatakan diri sebagai Yesus. Yesus ini juga yang mengidentikkan Diri-Nya dengan pengikut-Nya, sehingga siksaan yang diterima pengikut-Nya adalah juga siksaan yang diterima-Nya. Saulus, orang Farisi; Ibrani sejati; suku Benyamin; disunat pada hari ke-8; pembela bagi kemurnian pengharapan Israel akan Sang Mesias; adalah yang dengan tangan sendiri menyiksa Sang Mesias. Dialah, dan bukan orang Kristen, yang mempermalukan kebanggaan Israel. Dialah, dan bukan orang Kristen, yang menghina Sang Mesias. Dialah, dan bukan orang Kristen, yang sedang menghina Allah Israel! Maka diapun mengatakan: “Di antara semua rasul, aku yang paling hina.”
… it Shall be Told You what You must Do.
Yesus tidak menghukum Paulus seperti Paulus menghukum para pengikut Yesus. Yesus tidak membunuh Paulus. Yesus tidak menyeret Paulus hingga ke jalan-jalan. Yesus tidak mengejar dia untuk menangkap dan memenjarakan dia. Tidak ada orang yang melempari Paulus dengan batu. Betapa besarnya anugerah keselamatan Allah. Dia tidak menimpakan kepada kita sesuai dengan apa yang pantas kita terima.
Tetapi lebih lagi dari itu, Yesus bahkan menjadikan dia alat-Nya untuk menjadi saksi bagi Dia. Paulus yang tadinya menyiksa Yesus, sekarang menjadi saksi bagi Yesus. Maka, di sini menjadi jelas bagaimana Allah memberikan kepada kita segala hal yang berguna untuk melayani Dia. Paulus adalah seorang dengan latar belakang pendidikan Ibrani yang sangat kuat. Tetapi dia juga memiliki pengetahuan budaya Yunani yang kuat dan keleluasaan bergerak sebagai warga negara Romawi. Semua ini merupakan sesuatu yang Tuhan berikan kepada dia agar dia dapat menjadi pemberita Kristus kepada orang-orang non-Yahudi. Karena diperlukan seseorang dengan pengenalan Kitab Suci yang dalam sekaligus seseorang dengan pengetahuan dunia Yunani yang baik. Paulus memiliki semua itu karena dia memang telah dipersiapkan untuk menjadi rasul Kristus sejak dari dalam kandungan (Galatia 1:15).
Maka inilah Paulus. Seorang yang sejak dalam kandungan telah dipilih oleh Allah untuk menjadi pemberita Injil-Nya. Tetapi, meskipun dia telah dipilih sejak dalam kandungan, ternyata dia lahir prematur dalam keadaan mati. Allah telah mempersiapkan dia untuk tugas yang akan dijalaninya, tetapi sebelum dia dilahirkan kembali, dia adalah bayi mati. Bayi yang gagal dilahirkan. Betapa besarnya karya keselamatan Allah itu. Allah mempersiapkan Paulus. Dia lahir dalam keluarga dengan kewarganegaraan Romawi. Dia mendapat pendidikan budaya Ibrani yang kuat. Dia dibesarkan dalam keluarga Ibrani tetapi dengan lingkungan masyarakat yang berbudaya Yunani. Dia memiliki pendidikan Kitab Suci yang sangat tinggi. Semua ini hanya untuk satu tujuan, yaitu menyatakan Mesias orang Ibrani kepada dunia orang Yunani yang hidup di bawah pemerintahan Romawi. Paulus adalah bayi mati. Tetapi dia adalah bayi mati yang tetap dipersiapkan Tuhan sehingga ketika dia sudah dilahirkan kembali pada waktu Tuhan, dia telah siap menjadi pemberita Injil Tuhan. Walaupun mati, tetapi dia adalah pilihan Tuhan yang diberikan talenta untuk melayani Tuhan. Tetapi di dalam kematiannya, Paulus menggunakan semua talenta yang diberikan Tuhan justru untuk menganiaya Tuhan Yesus. Inilah manusia berdosa. Menggunakan semua anugerah yang diberikan oleh Tuhan untuk melawan Tuhan. Inilah kematian. Ketika kita hidup dalam kesia-siaan, memakai segenap bakat dan kesempatan yang Tuhan berikan untuk melayani Dia, justru malah melawan Dia.
… we too all formerly … children of wrath, even as the rest
Paulus dipanggil Tuhan dengan cara sedemikian untuk menunjukkan kepada kita semua seperti itulah kita ketika Tuhan memanggil kita. Mungkin ada yang bertumbuh perlahan-lahan dan tidak hidup seperti Paulus. Tidak suka menyiksa orang lain. Tidak suka menonton seseorang dilempar batu sampai mati dan merasa puas karenanya. Bukan penganiaya kejam. Bukan pembunuh manusia. Tetapi kita, sama seperti Paulus, adalah bayi-bayi yang dilahirkan mati. Kita adalah orang-orang mati. Ada saat dalam hidup kita di mana kita tidak mengenal Allah. Tidak memuliakan Dia. Tidak merasa perlu menyembah Dia. Inilah saat kita mati. Allah memilih kita sebelum dunia dijadikan. Allah juga yang memilih kita sejak dari kandungan ibu kita untuk suatu pekerjaan baik yang telah dipersiapkan Tuhan sebelumnya. Allah juga yang memberikan segala pembentukan dan modal serta talenta supaya kita sanggup melayani Tuhan. Tetapi kita gugur di dalam kandungan. Kita lahir sebagai bayi-bayi mati. Kita hidup sama menjijikkannya dengan bangkai busuk di hadapan Tuhan.
Demikianlah segala berkat dan karunia serta kesempatan Tuhan berikan agar kita melayani Dia, tetapi kita mengambil semua itu dan hidup untuk memuaskan hawa nafsu kita. Kita hidup dalam kematian. Dan sama seperti orang mati kita tidak ingin dan tidak mampu datang kepada Tuhan. Maka dalam perjalanan menuju Damsyik inilah Paulus menjadi contoh bagaimana setiap kita, ketika Tuhan menyatakan Anak-Nya kepada kita, adalah seperti seorang bayi yang sudah gugur sejak dalam kandungan. Kita adalah orang-orang mati yang tidak berdaya. Tuhan memberikan kita kehidupan yang baru dengan cara seperti ini. Seperti membangkitkan seorang bayi yang sudah busuk dan memberi hidup kepada dia dengan sebuah kehidupan yang sempurna dan utuh untuk melayani Tuhan.
Mungkinkah manusia dalam kematiannya memiliki kebebasan untuk memutuskan akan datang kepada Tuhan? Tidak. Manusia yang mati tidak mau datang kepada Tuhan. Maka dalam anugerah-Nya Dia memilih kita, menyatakan Diri-Nya kepada kita, dan melahirkan kembali kita seperti menghidupkan kembali bayi yang sudah busuk sejak dari kandungan ibunya.
Jimmy Pardede
GRII Malang
[i] Geerhardus Vos, The Pauline Eschatology (Phillipsburg: Presbyterian & Reformed Publishing, reprinted, 1994), hlm. 46.
[ii] Seorang bernama Bjorck melakukan studi bahasa Yunani dan menemukan kesamaan penggunaan kata Yunani untuk “monster,” yaitu Paulus si penganiaya jemaat, tetapi juga digunakan untuk “bayi gugur,” yaitu Paulus di hadapan Kristus. Lihat Anthony Thiselton, The First Epistle to the Corinthians (NIGTC, Grand Rapids: Eerdmans, 2000), hlm. 1209.
[iii] F. F. Bruce, Paul: Apostle of the Heart Set Free (Grand Rapids: Eerdmans, 1977), hlm. 70.