Komunitas Saling Menegur

Kita sering mendengar kalimat ini: “Manusia adalah makhluk sosial.” Kita tidak mungkin dapat hidup sendiri di dalam dunia ini dan memang Tuhan menyatakan, “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja” (Kej. 2:18). Sayangnya, banyak sekali masalah yang kita hadapi berurusan dengan relasi dan salah satu pergumulan yang kita sebagai orang Kristen alami adalah untuk menyatakan kesalahan dengan kasih. Kita sering khawatir memikirkan cara yang tepat untuk menegur saudara-saudara kita, takut bahwa relasi yang sudah susah payah dibangun hancur karena satu teguran. Terlebih lagi, banyak dari kita malah memilih untuk tidak menegur (menyatakan kebenaran) demi mempertahankan relasi. Artikel ini akan mengupas kisah antara seseorang dan mertuanya, bagaimana teguran boleh disampaikan dan diterima dengan baik oleh yang ditegur.[1]

Latar Belakang
Yitro adalah ayah mertua Musa. Keluaran 18 menceritakan bagaimana dia membawa istri Musa (putrinya) yang bernama Zipora dan dua anak laki-laki Musa (Gersom dan Eliezer) untuk bergabung dengan seluruh umat Israel yang baru menyeberang Laut Teberau. Yitro sendiri telah mendengar semua hal menakjubkan yang telah dilakukan Allah bagi Israel melalui Musa. Yitro menaikkan puji-pujian dan menyatakan kebesaran Allah (ay. 10-11), dan juga mempersembahkan korban (ay. 12).

Lalu Yitro mengamati pekerjaan menantunya. Musa jelas merupakan nabi yang luar biasa, pemimpin sebuah bangsa dan juga seorang hakim. Tetapi Musa menghabiskan seluruh harinya menilai satu sengketa demi satu. Musa memiliki alasan yang kuat untuk melakukan hal tersebut karena katanya, “Aku memberitahukan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan Allah” (ay. 16). Tetapi dengan penuh kasih Yitro merasakan kelelahan Musa dan menasihatinya,
“Aku akan memberi nasihat kepadamu dan Allah akan menyertai engkau … kaucarilah dari seluruh bangsa itu orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada pengejaran suap; tempatkanlah mereka di antara bangsa itu menjadi pemimpin seribu orang, pemimpin seratus orang, pemimpin lima puluh orang dan pemimpin sepuluh orang. Dan sewaktu-waktu mereka harus mengadili di antara bangsa; maka segala perkara yang besar haruslah dihadapkan mereka kepadamu, tetapi segala perkara yang kecil diadili mereka sendiri; dengan demikian mereka meringankan pekerjaanmu, dan mereka bersama-sama dengan engkau turut menanggungnya.” (Kel. 18:19-22)

Alkitab mencatat, “Musa mendengarkan perkataan mertuanya itu dan dilakukannyalah segala yang dikatakannya” (ay. 24). Inilah kisah antara seseorang dan mertuanya, salah satu relasi yang paling sulit dibina dan paling sulit dipelihara di dunia ini. Banyak sekali pertengkaran antara mertua dan menantu. Namun tidak demikian kisah Musa dan Yitro. Apa yang dapat kita pelajari?

Pembelajaran dalam Memberikan Nasihat
(1) Kehidupan pribadi yang suci. Sebelum kita menegur, mari kita periksa hidup kita terlebih dahulu. Jika kita suka menyontek di kelas, bagaimana kita dapat menasihati orang lain supaya rajin belajar? Jika kita sering naik darah dan marah-marah, bagaimana kita dapat menegur orang lain untuk sabar? Jika kita sendiri tidak menjaga hidup dan diri kita di hadapan Tuhan, bagaimana Tuhan mau pakai kita untuk menegur orang lain? Dan juga untuk yang ditegur, bukankah sangat sulit untuk menerima nasihat dari seseorang yang sama sekali tidak menjalankan apa pun yang dinyatakannya? Yitro di sini memiliki hidup yang baik. Adalah tugas kepala keluarga untuk menjaga isi rumahnya: istri dan anaknya. Tetapi dengan pengertian dan kesabaran, Yitro sadar bahwa Musa begitu sibuk dan banyak hal yang lebih penting yang harus dilakukannya dalam memimpin bangsa Israel di hadapan Tuhan. Demikian Yitro mengambil tanggung jawab untuk menjaga Zipora serta Gersom dan Eliezer dan dibawa kembali kepada Musa. Bukankah ini merupakan satu teladan dari seorang pemimpin keluarga yang lebih tua, yang menjaga keselamatan anaknya, bahkan sampai kepada cucu-cucunya? Musa juga berespons dengan baik, membagikan cerita bagaimana Tuhan bekerja di tengah orang Israel dan Alkitab mencatat, “Bersukacitalah Yitro tentang segala kebaikan, yang dilakukan Tuhan kepada orang Israel, bahwa Ia telah menyelamatkan mereka dari tangan orang Mesir” (ay. 9). Dia pun memberi korban bakaran dan korban sembelihan bagi Allah (ay. 12). Terlebih lagi, Yitro dapat menyadari masalah sistem kepemimpinan Musa karena dia melihat “segala yang dilakukan [Musa] kepada bangsa itu” (ay. 14). Dia peduli dan melihat apa yang dikerjakan menantunya.

Bagaimana dengan hidup kita? Apakah kita siap setiap saat jika Tuhan mau pakai kita untuk menasihati saudara-saudara kita? Amsal 4:23 menyatakan, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.

(2) Bertanya terlebih dahulu. Kadang-kadang, banyak kesalahpahaman dapat terjadi karena seseorang yang menegur tidak begitu mengerti situasi dan kondisi yang ada. Kita terlalu sering menilai orang lain ataupun juga menganalisis masalah dari first impression. Sampai-sampai, dalam pelajaran logika, terdapat sebuah fallacy yang dinamakan hasty/faulty generalization di mana seseorang mencapai sebuah kesimpulan tanpa memiliki indikasi yang cukup. Demikian pula kehidupan kita sehari-hari. Mungkin apa yang orang lain alami tidak seburuk yang kita pikirkan; mungkin juga apa yang orang lain alami sama sekali salah dengan apa yang kita kira.

Yitro telah melihat apa yang Musa telah lakukan (ay. 14), namun dia tetap bertanya, “Apakah ini yang kaulakukan kepada bangsa itu?” (ay. 14). Pertanyaan ini memberikan Musa kesempatan untuk menjelaskan dan membagikan beban yang Tuhan berikan kepadanya. Musa sebenarnya bermotivasi sangat baik, untuk mengajarkan ketetapan Allah dan menerapkannya ke hukum yang mengatur bagaimana orang Israel harus hidup sebagai umat Allah. Penulis percaya bahwa jawaban ini mendorong Yitro untuk memikirkan sebuah sistem yang lebih baik yang akan tetap menjalankan fungsinya tetapi dapat meringankan beban Musa.

(3) Jujur. Kalau diperhatikan, sebenarnya penulis merasa teguran/nasihat Yitro sedikit keras. Dia berkata, “Tidak baik seperti yang kau lakukan itu” (ay. 17). Kita mungkin boleh bilang, “Jujur banget!” Tetapi Yitro tidak berhenti di situ. Dia melanjutkan, “Engkau akan menjadi sangat lelah, baik engkau baik bangsa yang beserta engkau ini; sebab pekerjaan ini terlalu berat bagimu, takkan sanggup engkau melakukannya seorang diri saja” (ay. 18). Pernyataan “tidak baik” di sini bukan ditembakkan kepada harga diri Musa, tetapi lahir dari kepedulian dan kasih Yitro kepada menantunya. Dan dalam pernyataan ini, Yitro tidak bertele-tele tetapi langsung kepada inti permasalahannya dan menyediakan solusi yang tepat untuk permasalahan yang sudah ia mengerti.

(4) Mendahulukan pekerjaan Tuhan. Dari semua ini, walaupun Yitro memiliki kepedulian kepada Musa yang begitu letih, dia memiliki pandangan akan pekerjaan dan kehendak Tuhan bagi umat-Nya. Dia mengatakan, “Tidak baik seperti yang kaulakukan itu … baik engkau baik bangsa yang beserta engkau ini,” (ay. 17-18) dan menutup dengan, “jika engkau berbuat demikian dan Allah memerintahkan hal itu kepadamu, maka engkau akan sanggup menahannya, dan seluruh bangsa ini akan pulang dengan puas senang ke tempatnya” (ay. 23). Bayangkan kalau setiap kali ada perkara, orang Israel (kira-kira dua juta pada hari itu) harus menunggu giliran sebelum mereka mendapat penengahan dari Musa. Mungkin masalah yang ada sudah tidak relevan lagi pada waktu mereka berhadapan dengan Musa. Yitro juga memikirkan hal tersebut. Dia setuju dengan Musa bahwa urusan pengadilan itu harus dijalankan, tetapi dia menyarankan cara yang lebih baik dengan kebijaksanaan sorgawi untuk menjalankan tugas yang Tuhan berikan. Bagaimana dengan kita? Apakah kita memiliki pandangan akan kehendak dan Kerajaan Allah setiap kali kita menegur?

Pembelajaran dalam Menerima Nasihat
(1) Menerima dengan kelembutan dan kejujuran. Perlu ditekankan sekali lagi bahwa Musa adalah pahlawan bangsa Israel. Dia yang membawa seluruh bangsa keluar dari perbudakan di Mesir. Walaupun ada kalanya bangsa ini bersungut-sungut dan mengeluh kepada Musa, seluruh bangsa Israel sampai pada hari ini sangat hormat dan meninggikan nama Musa. Di puncak kariernya dan kemegahan pekerjaannya, Musa adalah orang yang begitu dihormati. Sedangkan Yitro adalah seorang yang jauh lebih rendah dari Musa: hanya gembala dan imam di Midian (Kel. 3:1). Terlebih lagi, Yitro bukan orang penting dalam bangsa Israel. Tetapi sebuah nasihat diberikan, Musa mau mendengar. Ayat 24 menyatakan, “Musa mendengarkan perkataan mertuanya itu dan dilakukannyalah segala yang dikatakannya.” Kalau kita berada di posisi Musa pada hari itu, mungkin kita marah terhadap nasihat Yitro, atau mungkin berbohong bahwa kita sudah merencanakan usul Yitro sebelum dinyatakannya, atau mencoba membela diri dengan segala akal yang bermunculan pada saat itu. Alkitab mencatat Musa “ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi” (Bil. 12:3). Kelembutan adalah satu dari sembilan rasa buah Roh. Kelembutan berarti mau mendengar dan taat akan perintah Allah. Rela untuk mengakui bahwa kebijaksanaan hanya dari Allah saja. Mari kita belajar dari Musa yang mau menerima nasihat Yitro dengan kelembutan dan kejujuran.

(2) Melihat Tuhan di balik nasihat. Salah satu kesulitan dan yang seharusnya menjadi pergumulan orang Kristen adalah bagaimana dapat melihat Allah dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana kita lebih sadar lagi akan coram Deo, hidup di hadapan Allah. Sering kali kita berani kurang ajar karena kita lupa bahwa ada Tuhan yang sedang melihat kita. Kita berani tidak sopan, berani membangkang, berani menghina orang lain, berani berdosa, karena kita tidak menghormati kehadiran Allah. Mari kita sebagai satu komunitas umat Allah belajar melihat adanya campur tangan Allah dalam setiap inci kehidupan kita. Jikalau ada orang yang menegur kita, mari kita berdoa supaya Tuhan melembutkan hati kita dan mau mendengar firman Tuhan. Musa sadar bahwa Tuhanlah yang sedang berbicara kepada dia melalui Yitro dan langsung berespons dengan taat melakukannya. Setelah itu Musa naik ke gunung Sinai (Kel. 19) dan di tempat itulah Tuhan menuliskan 10 Hukum Taurat dan berbagai peraturan lainnya bagi bangsa Israel (Kel. 20-31) yang menjadi standar hidup orang Israel. Seluruh hukum yang mengatur cara hidup orang Israel hadir dalam konteks pergumulan Musa yang begitu letih mengurusi perkara-perkara bangsa Israel. Tuhan memakai Yitro untuk menyatakan tentang delegasi yang harus ada pada bangsa Israel. Bukan saja orang Israel sekarang tidak perlu mengantri begitu panjang untuk bertemu Musa, mereka dapat bertemu dengan pemimpin-pemimpin yang ditunjuk dan juga kepada hukum yang Tuhan sudah turunkan melalui Musa. Hal ini menjadi cikal bakal kehidupan orang Kristen pada hari ini. Kita disanggupkan untuk mengenal hukum Allah dengan membaca firman dan berdoa, serta berada dalam komunitas gereja. Apakah kita memiliki hati yang lembut untuk mau taat dan melihat Tuhan bekerja menyempurnakan apa yang kita tidak dapat kerjakan? Apakah kita memiliki kerendahan hati untuk melihat pekerjaan tangan Tuhan yang begitu indah pada waktunya?

Kesimpulan
Tuhan Yesus mengajar, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh. 13:34-35). Tegur-menegur bukanlah hal yang mudah dikerjakan tetapi sebagai umat Tuhan, sebagai murid-murid Tuhan, dan sebagai saksi-Nya di bumi ini, mari kita belajar dari Yitro dan Musa, serta minta pertolongan Tuhan untuk menjalankan relasi kita dengan saudara-saudara kita setiap hari. Tuhan memberkati.

Ezra Yoanes Setiasabda Tjung
Pemuda PRII Hongkong

Endnotes:
[1] Penulis terinspirasi dari sebuah artikel oleh Jon Bloom: http://www.desiringgod.org/blog/posts/how-to-humbly-give-and-receive-correction.