Pendahuluan
Kitab Yeremia merupakan kitab yang sarat dengan nuansa kovenan. Kata kovenan (berit) sendiri muncul sebanyak 23 kali di dalam buku ini.[1] Selain kata kovenan, kata “mendengarkan,” (shama), “tidak mendengarkan,” (lo shama) “hukum,” (torah), “perintah,” (tsavah) yang merefleksikan pemikiran akan kovenan, muncul berulang kali.[2]
Selain menelusuri kata untuk membuktikan konsep kovenan, kitab Yeremia juga menggunakan metafora untuk menunjukkan konsep kovenan. Metafora yang digunakan antara lain: gambaran pernikahan (2:2-3; 31:32), gambaran rumah Tuhan (12:7-9), dan gambaran umat Tuhan (2:11, 32; 4:22; 5:26, 31).[3]
Kitab Yeremia juga mengulangi formula kovenan yang Tuhan nyatakan kepada umat pilihan-Nya melalui Musa: “Aku akan menjadi Allahmu, dan kamu akan menjadi umat-Ku” (Kel. 6:6; 29:45). Kovenan ini juga telah diucapkan oleh Tuhan sebelumnya kepada Abraham ketika Tuhan mengadakan kovenan yang kekal dengan Abraham dan keturunannya (Kej. 17:7-8). Sehingga seluruh keturunan Abraham adalah umat yang terikat kovenan kepada Allah.
Di dalam seluruh Perjanjian Lama, formula kovenan ini juga paling banyak ditemukan di dalam kitab Yeremia. Sebanyak 7 kali kalimat ini muncul di seluruh kitab ini dan 4 di antaranya muncul di dalam “Buku Penghiburan” (Book of Consolation), yaitu pasal 30-33, di mana Tuhan menjanjikan pemulihan bagi umat-Nya.
Berikut ini akan dibahas perikop-perikop yang terdapat formula kovenan: 7:21-26; 11:1-5; 24:1-7; 30:8-22; 31:1-3; 31:31-34; dan 32:36-42.
Yeremia 7:21-26
Perikop ini terletak di dalam bagian “khotbah di Bait” (7:1-8:3).[4] Di mana Yeremia diminta Tuhan untuk berdiri di gerbang rumah Tuhan dan menyerukan berita pertobatan kepada mereka yang akan datang beribadah kepada Tuhan (7:1-2). Apabila perikop ini berkaitan dengan pasal 26, maka sangat mungkin khotbah ini disampaikan Yeremia pada awal masa pemerintahan Yoyakim (609/8 SM).[5]
Di dalam perikop 7:21-26, Tuhan mengecam persembahan dari bangsa Yehuda. Secara sarkastik, Tuhan meminta supaya “korban bakaran ditambahkan kepada korban sembelihan”. Korban bakaran biasanya adalah korban yang dibakar hingga seluruhnya, sedangkan korban sembelihan sebagian dimakan oleh orang yang membawa persembahan. Namun dalam bagian ini, kedua korban sengaja tidak dibedakan, karena keduanya sudah ditolak oleh Tuhan. Sebab kunci utama dari korban persembahan adalah ketaatan kepada kovenan Tuhan, di mana hal tersebut sudah hilang dari orang yang membawa persembahan.[6] Tuhan merujuk pada peristiwa Israel keluar dari Mesir (ay. 22), untuk menyatakan kesetiaan Tuhan dalam memelihara kovenan dengan nenek moyang bangsa Israel hingga saat khotbah ini diucapkan.
“Tuhan tidak meminta korban bakaran dan korban sembelihan” (ay. 22) harus dimengerti sebagai bentuk hiperbola. Dengan mengabaikan yang satu, maka akan memberikan penekanan kepada yang lain (viz. ketaatan). Sebab korban bakaran dan korban sembelihan merupakan buah pelaksanaan dari ketaatan kepada kovenan.[7]
Perintah “inilah” yang Tuhan berikan kepada bangsa Israel, yakni: “Dengarkanlah/taatilah suara-Ku!” Kata tersebut diikuti dengan preposisi yang menekankan komitmen pribadi dari penerima instruksi. Tuhan menghendaki bangsa Israel memiliki komitmen yang mendalam akan suara-Nya.[8] Dalam bagian ini Tuhan menegaskan, “Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku” untuk mengonfirmasikan relasi kovenan antara Tuhan dan bangsa Israel. Dan hanya berdasarkan ketaatan, maka bangsa Israel dapat “hidup baik” (yatab). Namun, orang Israel tidak mau “dengar/taat” melainkan mengikuti rancangan-rancangan dan kekerasan hatinya yang jahat. Sengaja “menuju belakang” dan “menegarkan tengkuk” untuk melawan kovenan Tuhan. Bahkan “berbuat lebih jahat” daripada nenek moyang mereka.
Yeremia 11:1-5
Perikop ini tidak secara jelas tertulis waktu dan tempat nubuatan, sehingga tidak dapat diketahui secara pasti. Ada yang berpendapat bahwa konteks perikop ini berada pada masa pembaruan Yosia.[9] Namun apabila kita melihat perikop ini sebagai kelanjutan dari pasal 7, maka dapat ditempatkan pada zaman Raja Yoyakim (26:1). Di mana beberapa tahun setelah Yosia mengadakan pembaruan agama, pengaruh pembaruan tersebut sudah mulai kehilangan momentumnya dan orang-orang kembali pada jalan hidup mereka masing-masing.[10]
Perikop ini dimulai dengan berita untuk mendengar/menaati perkataan-perkataan “perjanjian ini” (ay. 2, 3). Secara sekilas kita mungkin akan merujuk “perjanjian ini” kepada kovenan Yosia di dalam pembaruan agama. Namun apabila kita meneliti ayat 4-5, kita dapat menyimpulkan bahwa kovenan yang dimaksud adalah kovenan Musa di Sinai, karena merujuk pada peristiwa di Mesir.[11] Dalam bagian ini, Tuhan meminta Yeremia untuk mendengar/menaati terlebih dahulu kovenan yang akan Tuhan beritakan, kemudian baru disampaikan kepada orang Yehuda dan penduduk Yerusalem.
Di dalam ayat 3, kata-kata yang bernuansa kovenan muncul bersama: “terkutuk”, “mendengar/menaati”, “perkataan”, dan “perjanjian”. Kovenan mengisyaratkan adanya persyaratan. Apabila taat, maka akan diberkati dan apabila tidak taat, akan dikutuk (Ul. 28). Tuhan menghendaki bangsa Israel untuk “mendengarkan/menaati suara-Nya” dan “melakukan segala yang diperintahkan”. Dengan demikian, bangsa Israel akan menjadi “umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu”. Tuhan menghendaki ketaatan penuh, ditandai dengan kata “segala” (kol) sehingga tidak tersisa sedikit pun ketidaktaatan. Dan ketaatan tersebut menjadi kondisi bagi kovenan yang akan diikat oleh Allah dan juga menjadi kondisi bagi Allah untuk menepati sumpah yang pernah diikrarkan kepada nenek moyang bangsa Israel untuk memberikan berkat.
Yeremia 24:1-7
Konteks perikop ini terjadi pada zaman pemerintahan Zedekia sekitar tahun 597 SM. Di mana merupakan pembuangan pertama oleh Raja Nebukadnezar terhadap Raja Yekhonya beserta dengan para pemuka Yehuda, tukang dan pandai besi dari Yerusalem dan membawa mereka ke Babel.[12] Mereka yang masih tersisa di Yerusalem memiliki optimisme akan masa depan mereka, di mana Tuhan akan memulihkan keadaan mereka. Raja Zedekia bahkan terlibat konspirasi melawan Babel (pasal 27), nabi palsu menubuatkan kepulangan mereka yang dibuang dalam waktu dekat (pasal 28). Yeremia menyadari bahwa sikap raja dan pendukung Yehuda sebenarnya adalah salah.
Yeremia diberikan penglihatan oleh Tuhan bahwa terdapat dua keranjang, yang satu berisi buah ara yang sangat baik, dan yang satunya lagi berisi buah ara yang jelek. Tuhan menjelaskan kepada Yeremia bahwa keranjang yang berisi buah ara yang baik adalah seperti bangsa Yehuda yang dibawa ke pembuangan, sedangkan keranjang yang berisi buah ara yang jelek melambangkan Zedekia dan mereka yang masih tinggal di Yerusalem dan Yehuda.
Tuhan berjanji akan membawa pulang mereka yang berada di pembuangan dan memulihkan keadaan mereka (ay. 6-7), sedangkan mereka yang masih tersisa di Yerusalem dan Yehuda akan menghadapi hukuman dari Tuhan (ay. 9-10).[13] Kepada mereka yang berada di pembuangan Tuhan berjanji akan “mengarahkan mata-Nya” untuk kebaikan mereka (ay. 6). Kata “membangun”, “menanam”, “meruntuhkan”, “mencabut”, pertama kali muncul pada 1:10, kemudian muncul berulang-ulang di 12:14-17; 31:27-28. Ini mencakup tema penghakiman dan pemulihan yang menjadi jantung pemberitaan Yeremia.
Tuhan berjanji akan memberikan suatu hati yang mengenal Tuhan (ay. 7), sebuah hati yang sudah diperbarui setelah penghakiman. Mereka yang ada di pembuangan akan “bertobat” (shub) dengan sepenuh hati dan Tuhan sekali lagi mendeklarasikan formula kovenan: “Mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku ini akan menjadi Allah mereka” (ay. 7).
Yeremia 30:8-22
Pasal 30-33 biasanya disebut sebagai “Buku Penghiburan” karena di dalam pasal ini terdapat nubuatan pemulihan yang akan dikerjakan oleh Tuhan, berbeda dengan pasal-pasal sebelumnya yang berisi nubuatan akan penghakiman dan murka Tuhan.
Perikop ini tidak memiliki petunjuk jelas mengenai kapan dan di mana penulisannya. Namun di dalam ay. 2, Tuhan berfirman kepada Yeremia untuk menuliskan nubuatan ini dalam kitab, sebagai indikasi bahwa peristiwa ini akan terjadi pada masa yang akan datang. Selain itu, kata “waktunya akan datang” (ay. 3, 8, 24) biasa digunakan untuk merujuk pada nubuatan di masa depan.[14] Di dalam ayat 8-9, Tuhan berjanji akan melepaskan mereka dari “kuk” yang selama ini menekan mereka. Mereka tidak lagi akan diperhamba oleh bangsa asing. Mereka akan dengan leluasa mengabdi kepada Tuhan, dan Tuhan akan membangkitkan Mesias, yang berasal dari keturunan Daud untuk memerintah mereka sebagai raja.
Di dalam ayat 10-11, Tuhan berjanji akan membawa kembali “Yakub”. Sebuah nama yang memiliki kaitan kovenan dengan Allah, bapa leluhur dari Israel dan Yehuda.
Di dalam ayat 18-22, kota Sion akan dipulihkan, dan ini berkaitan erat dengan tempat kediaman Yakub. Dalam bagian ini Yeremia mengaitkan kota Sion dengan Yakub. Tuhan juga berjanji akan membangkitkan pemimpin baru di antara bangsa Israel. Kemudian Tuhan menutup janji-Nya dengan formula kovenan: “Maka kamu akan menjadi umat-Ku, dan Aku akan menjadi Allahmu” (ay. 22). Walaupun formula kovenan di ayat 22 tidak muncul di LXX, namun bukan berarti tidak relevan di dalam bagian ini. Ini merupakan kesimpulan dan tujuan dari seluruh janji pemulihan atas Israel yang Tuhan ikat dengan Israel seperti sedia kalanya. Panggilan Israel adalah untuk menjadi bangsa yang kudus, kepunyaan Allah (Kel. 19:5, 6).[15]
Yeremia 31:1-3
Berbeda dengan pasal 30, pasal ini dimulai dengan formula kovenan. Untuk menyatakan tujuan dari pemulihan yang akan dikerjakan oleh Tuhan atas bangsa Israel. Sehingga formula kovenan di dalam bagian ini dapat menjadi kesimpulan bagi pasal 30 dan juga menjadi prelude bagi pasal 31.
“Pada waktu itu” (ay. 1) merujuk pada masa pemulihan yang akan terjadi di masa yang akan datang, sehingga konteks pasal 31 merujuk pada peristiwa di masa depan. Kata ini juga menjadi petunjuk bahwa ada perubahan yang mencolok antara keadaan sekarang dengan waktu yang “itu” yang dijanjikan oleh Tuhan. Penggunaan kata ini menunjukkan perubahan kualitatif yang signifikan yang dijanjikan oleh Tuhan.
Dalam bagian ini, penggunaan kata ganti orang ketiga (“mereka”) di dalam formula kovenan, berbeda dengan biasanya, yaitu kata ganti orang kedua (“kamu”), menjadi indikasi bahwa Tuhan mengungkapkan isi hati-Nya kepada Nabi Yeremia, di samping itu juga sebagai proklamasi bagi bangsa-bangsa lain, bahwa “kaum keluarga Israel” akan menjadi umat Tuhan.
Yeremia 31:31-34
Ini merupakan perikop yang sangat terkenal di Perjanjian Lama, karena di dalam seluruh Perjanjian Lama hanya dalam bagian ini muncul kata “perjanjian baru” (berit chadashah). Hal ini diterjemahkan secara berbeda oleh dua kelompok yang berbeda pada zaman berikutnya. Kaum sektarian di Qumran, melihat bahwa diri merekalah orang yang dipercayakan perjanjian baru. Tetapi orang Kristen, melihat penggenapan nubuatan Yeremia di dalam munculnya gereja yang adalah tubuh Kristus (Luk. 22:20; 1Kor. 11:15; Ibr. 8:8-9:28).[16]
“Perjanjian baru” apabila dikaitkan dalam konteks pada masa tersebut, dapat dilihat sebagai rangkuman dari pemberitaan Yeremia bagi bangsa Israel. Hal ini dimulai dari penghakiman yang adil oleh Tuhan atas umat-Nya yang tidak setia, hingga pada pemulihan yang dikerjakan oleh Tuhan untuk memulihkan relasi dengan diri-Nya.
Tuhan merujuk pada peristiwa keluar dari Mesir (ay. 32), bahwa kovenan Tuhan telah “diingkari” oleh nenek moyang bangsa Israel. Walaupun Tuhan sudah menjadi “suami” (baal) bagi mereka. Kata “suami” juga dapat dimengerti dalam arti: menikahi, memiliki, ataupun berkuasa atas. Dalam kaitan ini, bangsa Israel berubah setia dan menyeleweng dari perjanjian dengan Tuhan.
Perjanjian yang diadakan oleh Tuhan dikatakan “baru”. Bukan berarti perjanjian yang tanpa hukum Taurat, ataupun perjanjian kepada bangsa yang baru. Melainkan suatu ketaatan yang baru yang mencakup kesungguhan dan kesuksesan dalam menjalankan Taurat Tuhan. Dengan demikian berarti ada suatu kualitas dari bangsa Israel dan Yehuda untuk menggenapi kovenan dari Tuhan.
Tuhan berjanji akan membawa perubahan internal di dalam diri bangsa Israel, di mana “Taurat” Tuhan akan ada di dalam batin bangsa Israel. Taurat bukan lagi menjadi sesuatu yang terpisah, melainkan menjadi bagian dari umat Tuhan, di mana Tuhan “menuliskannya dalam hati mereka”. Hukum Taurat sebelumnya diukir di atas batu (Kel. 31:28; 34:28-29), namun sekarang sudah melekat di dalam hati bangsa Israel. Demikian juga pengenalan akan Tuhan (ay. 34), akan menjadi bagian dari hidup umat Tuhan. Keberdosaan mereka yang dapat merusak relasi dengan Tuhan akan dibuat tidak berfaedah, sebab Tuhan akan mengampuni dan melupakan dosa mereka. Dan dengan perjanjian baru ini, maka Tuhan menegaskan sekali lagi formula kovenan dengan bangsa Israel: “maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” (ay. 33). Sebagai sebuah tanda pengesahan akan pemulihan yang akan dikerjakan oleh Tuhan.
Yeremia 32:36-42
Perikop ini sebagai respons Tuhan atas doa Yeremia (32:16-25). Di mana Yeremia berdoa memuji Tuhan sebagai Pencipta dan yang menebus umat-Nya dari tanah Mesir. Yeremia juga mengakui bahwa malapetaka yang menimpa mereka saat ini adalah akibat ketidaktaatan bangsa Israel. Doa ini ditutup dengan pengharapan akan pemulihan dari Tuhan, meskipun Yeremia sendiri tidak terlalu mengerti mengapa Tuhan memintanya untuk membeli tanah.
“Membeli tanah” merupakan pertanda akan adanya pemulihan yang dikerjakan oleh Tuhan setelah pendudukan Babel. Ini menyatakan bahwa Tuhan tetap bekerja meskipun untuk sementara waktu bangsa Yehuda menghadapi penghukuman dari Tuhan. Setelah penghukuman, Tuhan akan mengumpulkan mereka kembali dari segala tempat dan membuat mereka diam dengan tenteram (ay. 37).
Tuhan memulai janji-Nya dengan mengutip formula kovenan: “Maka mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka” (ay. 38). Sebagai pertanda pemulihan perjanjian yang akan diadakan oleh Tuhan sendiri, meskipun terus-menerus bangsa Israel mengingkari kovenan ini.
Tuhan akan memberikan “satu hati dan satu tingkah laku” sebagai bentuk kebulatan hati untuk setia kepada perjanjian Tuhan, sehingga bangsa ini takut kepada Tuhan untuk seterusnya. Tuhan juga mengikat “perjanjian kekal” dengan bangsa Israel. “Perjanjian kekal” ini secara mendasar adalah sinonim dengan “perjanjian baru” (31:31-34), yaitu suatu perjanjian yang lebih unggul dari perjanjian sebelumnya yang terus-menerus diingkari oleh bangsa Israel. Dengan perjanjian yang kekal ini, maka Tuhan “tidak akan membelakangi” umat-Nya, dan umat-Nya juga “tidak akan menjauh” dari Tuhan mereka. Tuhan akan menumbuhkan umat-Nya dengan “segenap hati dan segenap jiwa” (ay. 41).
Kesimpulan
Tuhan adalah Tuhan yang setia berpegang kepada kovenan yang telah dibuat dengan umat-Nya, sekalipun berulang kali dan dalam zaman yang berbeda kovenan tersebut terus-menerus diingkari oleh umat-Nya. Namun, Tuhan juga bukanlah Tuhan yang membiarkan kesetiaan-Nya dipermainkan. Tuhan menjalankan murka-Nya dan penghakiman atas ketidaktaatan umat Israel kepada kovenan Tuhan.
Setiap kali penghakiman dijalankan, Tuhan memberikan janji akan pemulihan umat-Nya, dan hal ini disertai dengan pengucapan kalimat: “Aku akan menjadi Allahmu, dan kamu akan menjadi umat-Ku.” Sebuah kalimat yang mengindikasikan adanya ikatan yang diinisiasikan oleh Allah dari semula.
Tuhan yang rela menjadi Allah umat Israel merendahkan diri-Nya dan rela diasosiasikan dengan bangsa yang dapat berubah setia. Dan sekalipun demikian, Allah yang sudah mengikat perjanjian kekal, menopang dengan kesetiaan-Nya yang tidak pernah pudar. Semua tuntutan yang Tuhan berikan bukanlah untuk memberatkan umat-Nya, melainkan supaya umat-Nya dapat hidup di dalam kelimpahan yang sudah dipersiapkan oleh Tuhan.
Dalam 7:21-26 dan 11:1-5, formula kovenan diperlihatkan sebagai konsekuensi dari ketaatan bangsa Israel. Namun dalam 24:1-7; 30:8-22; 31:1-3; 31:31-34; dan 32:36-42, formula kovenan merupakan anugerah dari Tuhan dan juga memproyeksikan pemulihan yang akan dikerjakan oleh Tuhan atas umat-Nya di masa yang akan datang.
Sehingga formula kovenan di satu sisi dapat dilihat sebagai sebuah kovenan yang bersyarat dan juga sebagai kovenan yang tidak bersyarat. Disebut bersyarat karena umat Tuhan perlu menyatakan ketaatan mereka secara penuh, baru mereka diberikan formula kovenan. Disebut tidak bersyarat karena Tuhan sendiri yang akan merestorasi hati umat-Nya sehingga mereka baru dapat menjadi umat Tuhan.
Sekalipun dalam konteks yang berbeda, formula kovenan memiliki kesamaan yaitu: Tuhan yang setia dan panjang sabar rela merendahkan diri-Nya untuk berkait dengan umat manusia yang rentan, dan juga membawa manusia yang adalah ciptaan berbagian di dalam kebesaran-Nya.
Budiman Thia
Redaksi Umum PILLAR
Daftar Pustaka
Brueggemann, Walter. A Commentary On Jeremiah: Exile and Homecoming. Grand Rapids: Eerdmans, 1998.
Dearman, J. Andrews. Jeremiah and Lamentations. Grand Rapids: Zondervan, 2002.
Thompson, J. A. A Book of Jeremiah (NICOT). 2nd ed. Grand Rapids: Eerdmans, 1980.
Endnotes:
[1] J. A. Thompson, The Book of Jeremiah (NICOT), 2nd ed. (Grand Rapids: Eerdmans, 1980), 59.
[2] Ibid., 60.
[3] J. Andrew Dearman, Jeremiah and Lamentations (Grand Rapids: Zondervan, 2002), 36-37.
[4] Thompson, 272; Dearman, 97.
[5] Thompson, 274; Dearman, 97.
[6] Thompson, 287.
[7] Dearman, 99 n. 4.
[8] Thompson, 288.
[9] Walter Brueggemann, A Commentary on Jeremiah: Exile and Homecoming (Grand Rapids: Eerdmans, 1998), 109.
[10] Thompson, 343.
[11] Thompson, 343; Brueggemann, 110.
[12] Thompson, 507; Dearman, 224-25.
[13] Dearman, 225.
[14] Dearman, 273.
[15] Thompson, 563.
[16] Ibid., 580.