Pembukaan
Dalam momen Natal, sangat umum kita mendengar nubuat-nubuat Perjanjian Lama ditafsir dalam terang Perjanjian Baru, khususnya ayat-ayat yang berkaitan dengan janji kelahiran Sang Juruselamat, Tuhan kita Yesus Kristus. Menarik sekali dalam seri eksposisi Kitab Yosua di Pemahaman Alkitab (PA) GRII Pusat, Pdt. Hendry Ongkowidjojo menutup pembahasan Kitab Yosua (pasal 23 dan 24) dengan mengaitkannya kepada berita Natal. Beliau memberikan judul PA-nya: “Christmas according to Joshua”[1]. Artikel ini bertujuan menjelaskan salah satu prinsip kebenaran yang dapat ditarik dari hubungan Yosua 23 dan 24 dengan Natal, dan selanjutnya memberikan refleksi pribadi saya terhadap implikasi berita tersebut dalam kehidupan sehari-hari kita di tengah keluarga dan pekerjaan. Untuk memudahkan penjelasannya, saya membaginya ke dalam 3 pokok bahasan, yakni (1) telah dan akan, (2) telah datang dan akan datang, dan (3) refleksi dalam kehidupan sehari-hari.
Telah dan Akan
Sebelum saya mengikuti PA, dari pembacaan saya sebelumnya terhadap Yosua 23 dan 24, terkesan Yosua memberikan pesan yang hampir sama dan serupa. Kesimpulan sementara saya waktu itu, jika ini adalah pesan terakhir Yosua kepada bangsa Israel dan harus diulangi dua kali, berarti ini pesan terakhir yang amat teramat penting. Ternyata dijelaskan lebih lanjut, bahwa meski sama-sama pesan Yosua, tetap ada perbedaanya. Pesan Yosua di pasal 23 ditujukan secara khusus kepada para pemimpin Israel: “dipanggilnya seluruh orang Israel, para tua-tuanya, para kepalanya, para hakimnya, dan para pengatur pasukannya … (23:2).” Jadi ini pesan untuk para pemimpin umat Allah. Sedangkan pada Yosua 24, secara khusus Yosua berbicara kepada seluruh bangsa Israel: “tetapi Yosua berkata kepada bangsa itu … (24:19).” Ini pesan untuk umat Allah. Dengan demikian pesan terakhir Yosua merupakan pesan bertujuan dan menuntut respons, baik oleh para pemimpin Israel maupun oleh seluruh bangsa Israel.
Pesan Yosua merupakan peran ketiga Yosua sebagai pemimpin besar bangsa Israel setelah dirinya menggantikan Musa. Pertama adalah memimpin bangsa Israel masuk merebut tanah Kanaan. Kedua adalah membagi tanah pusaka tersebut kepada 12 suku Israel sehingga janji Tuhan sungguh tergenapi, seluruh suku Israel memiliki tanah perjanjian, Kanaan. Ketiga adalah pesan Yosua bangsa Israel untuk mempertahankan tanah Kanaan sebagai milik pusaka mereka dengan senantiasa memegang dengan setia perjanjian Tuhan, taat kepada firman-nya, dan beribadah dengan sepenuh hati kepada Tuhan Allah yang sejati. Pesan Yosua merupakan kunci penting bagaimana bangsa Israel bisa mempertahankan segala pemberian Tuhan yang sangat berharga.
Struktur pesan Yosua di pasal 23 dan 24 sama dan terdiri dari 2 bagian utama, pertama Yosua mengingatkan apa yang telah Allah lakukan untuk para pemimpin Israel (23:3-4) dan bangsa Israel (24:2-15). Kedua adalah apa yang akan Allah lakukan untuk para pemimpin (23:5,15-16) dan juga kepada bangsa Israel (24:19-24) di masa depan bergantung pada respons mereka terhadap firman Allah. Para pemimpin dan bangsa Israel diajar untuk mengingat anugerah yang Allah telah berikan, tetapi tidak berhenti sampai hanya mengingat, mereka dituntut untuk berespons dalam rangka mengantisipasi anugerah Allah yang lebih besar (atau kutuk) di masa depan. Ini seperti cicipan keselamatan kita yang sudah tetapi belum lengkap (already but not yet). Berikut adalah gambar sederhana untuk memberikan pada kita visualisasi pesan Yosua kepada pemimpin dan bangsa Israel.

Telah Datang dan Akan Datang
Apa kaitan pesan Yosua dengan Natal? Ada kesamaan pekerjaan Allah yang memimpin bangsa Israel masuk tanah Kanaan melalui Yosua dengan pekerjaan Allah yang memimpin umat Allah masuk ke dalam Kerajaan Allah melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Allah berperang memimpin bangsa Israel menang atas raja-raja Kanaan yang lalim dan fasik. Tuhan Yesus berperang mengalahkan kuasa Iblis, dosa, dan maut dengan mati di kayu salib. Bangsa Israel dianugerahkan kedamaian dan tanah pusaka yang indah, berlimpah susu dan madunya. Orang percaya di dalam iman kepada Yesus Kristus pun dianugerahkan kedamaian dan hidup yang kekal bersama Allah dalam Kerajaan-Nya. Arti nama Yosua, yang berarti “Allah menyelamatkan”, memiliki akar kata yang sama dengan nama Yesus yang juga berarti “Allah menyelamatkan”. Pekerjaan Allah melalui Yosua dapat dikatakan adalah gambaran akan datangnya Yesus Kristus yang menggenapkan janji Allah kepada Abraham, bahwa segala bangsa di muka bumi akan mendapat berkat. Sama seperti Allah telah menyelamatkan bangsa Israel, Yesus Kristus pun telah datang ke dalam dunia untuk menyelamatkan orang berdosa.
Akan tetapi ini baru satu sisi dari berita Natal, sebab Natal juga berarti menantikan kedatangan Kristus kedua kali, untuk menggenapkan dan menuntaskan peperangan-Nya terhadap Setan dan Iblis, mengadakan penghakiman terakhir, dan menjadikan langit dan bumi baru di mana Kerajaan Allah memerintah untuk selama-lamanya. Ada sisi penantian oleh Gereja Tuhan saat ini untuk penderitaan, ketidakadilan, dan kematian dimusnahkan dari muka bumi, yakni pada Adven yang kedua. Hal ini persis kita lihat juga dalam penantian bangsa Israel terhadap kemenangan penuh dari sisa-sisa orang Kanaan yang masih tinggal. Meskipun sisa, mereka masih bisa memengaruhi bangsa Israel untuk beribadah kepada allah asing, menyembah berhala, serta hidup dalam tata cara orang kafir. Itu sebabnya Yosua berpesan tegas agar bangsa Israel dan para pemimpinnya menjaga pergaulan mereka, karena pergaulan yang buruk dapat merusak kebiasan yang baik. Yosua sadar bahwa bangsa Israel masih sangat rentan dan lemah meski mereka sudah diberikan kemenangan yang besar.
Inilah bagian yang menggambarkan prinsip “telah datang” dan “akan datang” dari Kitab Yosua, yang membawa kita kepada Kristus yang telah datang dan akan datang untuk kali kedua sehingga terang Natal sebenarnya sudah bisa kita lihat sejak Perjanjian Lama, khususnya melalui Yosua 23 dan 24. Tegangan antara yang “telah datang” dan “akan datang” senantiasa mewarnai kehidupan umat Allah dari dulu hingga sekarang. Allah yang “telah datang” mendorong umat Allah untuk senantiasa mengingat bahwa perjumpaan dan relasi kita dengan Tuhan selalu dimulai dari Allah sendiri, bukan karena kekuatan atau kehebatan kita sebagai manusia yang lemah dan berdosa. Melupakan Allah yang “telah datang” akan menjadikan kita manusia yang besar kepala, sombong, dan angkuh. Akan tetapi, umat Allah juga memerlukan perspektif Allah “akan datang” untuk menuntut respons dan tanggung jawab dalam menghargai anugerah ajaib yang Allah berikan. Penantian kedatangan Kristus Yesus yang kedua kali menarik kita untuk hidup takut dan gentar di hadapan Allah sekaligus memiliki pengharapan yang pasti akan kemenangan akhir yang Allah akan berikan. Dengan demikian, Natal seharusnya memberikan kita rasa hangat akan kasih Allah yang telah datang ke dalam dunia melalui kehadiran Yesus Kristus. Pada saat yang sama, Natal seharusnya juga menuntut respons untuk kita mempertanggungjawabkan hidup kita sungguh-sungguh di hadapan Allah yang akan datang kembali.
Refleksi Kehidupan Saat Ini
Saya coba merenungkan bagian ini lebih dalam dan tuntas untuk kehidupan saat ini. Kehidupan kita saat ini adalah masa antara “yang telah” dan “akan datang”, keduanya harus lengkap berada di posisinya agar dapat menjalankan kehidupan Kristiani dalam ketaatan dan ibadah. Kehilangan “yang telah” akan membuat kita kosong dan terus mengharapkan penerimaan dari ilah-ilah palsu kita dalam mencapai “akan datang”-nya kita, tapi justru pada momen ini kita kehilangan arah dan orientasi hidup, menjadikannya sesuai dengan definisi kita sendiri. Sebaliknya, kehilangan “akan datang” membuat kita mudah melupakan segala kebaikan “yang telah” Allah berikan dalam kehidupan kita. Misalnya, pasti kita pernah merasa hambar hadir ibadah Natal demi ibadah Natal, kita merasa semua serba rutinitas belaka. Karena memang “yang telah” dan “akan datang” tidak terpisahkan dalam kehidupan umat Allah. Keduanya adalah satu di dalam pribadi Tuhan Yesus Kristus. Wahyu 1:8: “Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang telah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.” Dengan kata lain, hanya melihat apa yang Kristus telah kerjakan dalam sejarah penebusan manusia hanyalah setengah berita Natal, utuhnya, Kristus akan datang kembali sebagai Raja dia atas segala raja, di mana di hadapan-Nya segala bangsa akan bertekuk lutut, menyembah, dan memuji kemuliaan-Nya dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Amin.
Dalam kehidupan pernikahan, “yang telah” kita ingat ketika Tuhan telah mempertemukan kita dengan pasangan kita, memberkati pernikahan kita, dan masuk ke dalam kehidupan yang baru sebagai suami istri. Kehadiran buah hati kita juga menunjukkan kasih setia Allah “yang telah” memberkati keluarga kita. Namun, kehidupan rumah tangga tidak selalu damai, ada masa-masa di mana kita merasakan sangat lelah karena kita tertusuk rumput berduri dari pasangan kita, juga semak berduri dari anak-anak kita, bahkan sisi gelap dari diri kita sendiri. Kita mudah sekali untuk lupa segala kebaikan Tuhan atas kehidupan keluarga kita, jika kita tidak berorientasi pada “akan datang” yang memberikan arah, tujuan, dan pengharapan. Kita justru akan belajar setia dengan panggilan kita dalam keluarga jika mengimani Kristus yang akan memberi kemenangan dan mengakhiri segala penderitaan dan kelemahan dalam keluarga saya. Bentuknya seperti apa pasti masih misteri, untuk inilah kita perlu berespons dengan benar memegang janji Tuhan.
Dalam kehidupan pekerjaan, “yang telah” kita ingat ketika Tuhan memimpin kita masuk ke dalam bidang atau profesi yang sesuai dengan bakat dan potensi diri. Kita merasa apa yang kita lakukan bermakna, bisa memberikan dampak bagi sesama dan lingkungan. Kita merasa hidup dan semangat, bahkan tidak terlalu memperhitungkan untung rugi. Kita menikmati petualangan demi petualangan karir pekerjaan kita. Sampai pada satu titik kita juga bertemu dengan rumput dan semak duri yang menjadikan segala usaha dan kerja keras kita menjadi sia-sia, tak bertujuan, dan sangat melelahkan. Sekali lagi, pada momen ini kita juga mudah sekali melupakan apa “yang telah” Allah kerjakan dalam panggilan pekerjaan kita. Kita menjadi mudah untuk menyalahkan keadaan dan orang lain, menjadi stagnan, dan pahit. Namun, jika kita ingat ada yang “akan datang”, Tuhan akan memberikan pengharapan dan sukacita di tengah kesulitan kerja kita. Sebab pada akhirnya, akan ada langit dan bumi baru, di mana segala pekerjaan akan mencapai kesempurnaannya dalam segala bidang kehidupan. Pandangan yang “akan datang” memampukan kita untuk bertahan bahkan menerobos tantangan-tantangan yang ada dalam dunia kerja.
Penutup
Pengalaman bangsa Israel yang melupakan “akan datang”, yakni janji kemenangan sempurna dari sisa-sisa orang Kanaan jikalau mereka taat pada Tuhan, dapat menjadi pelajaran yang berharga untuk kita, gereja Tuhan di masa kini. Setelah Yosua mati, dan para tua-tua yang hidup semasa dengan Yosua juga mati, keturunan Israel yang selanjutnya mulai tidak setia. Mereka melupakan “yang telah” Allah perbuat bagi mereka dan juga memilih respons “akan datang” yang mendatangkan kutuk dan kebinasaaan ganti segala berkat yang telah mereka terima. Masuk kepada babak baru Kitab Hakim-hakim. Batu besar yang didirikan Yosua di tempat kudus Tuhan gagal untuk menjadi saksi kebaikan Tuhan untuk generasi selanjutnya bangsa Israel (24:27). Demikian pula kita sekarang, setiap bulan Desember kita merayakan Natal, yang merayakan kelahiran Tuhan Yesus Kritus, “yang telah datang” dan “akan datang kembali”, Alfa dan Omega. Apakah momen Natal yang menjadi saksi cinta kasih Allah mampu kita respons dengan benar? Atau justru kita kembali mengulangi kesalahan yang sama seperti bangsa Israel. Kiranya tahun demi tahun Natal yang kita ikuti makin mengarahkan dan mempersiapkan respons hati kita untuk mengantisipasi datangnya Kristus kali kedua. Tuhan Yesus memberkati.
Anthony Salim
Kepala SMA Sekolah Kristen Calvin
[1] PA Jumat GRII tanggal 6 Desember 2024.