Sejarah manusia, khususnya dalam konteks pemerintahan, sering kali diwarnai oleh kisah-kisah perebutan akan kekuasaan. Banyak manusia yang hidup dengan ambisi untuk berkuasa baik atas alam maupun atas sesama manusia lainnya. Bahkan yang lebih celaka, manusia ingin berkuasa atas Allah. Hal ini terjadi sebagai akibat dari kejatuhan manusia ke dalam dosa. Manusia diciptakan oleh Allah dengan kapasitas untuk berfungsi sebagai raja, mengatur dan mengelola dunia ciptaan ini. Namun dosa telah menyimpangkan fungsi ini, sehingga manusia menggunakan kapasitasnya untuk memimpin dunia ciptaan ini secara salah. Seharusnya manusia berkuasa dengan semangat seorang yang melayani, tetapi setelah jatuh dalam dosa manusia berkuasa dengan semangat seorang yang ingin terus dilayani dengan memperbudak segala sesuatu layaknya seorang pemimpin yang lalim. Namun, Allah tidak selamanya akan membiarkan hal ini. Dia yang berdaulat atas alam semesta ini, mengatur alam ini sedemikian rupa, sehingga ambisi berdosa manusia ini pun dihambat perkembangannya. Manusia dibuat menjadi bersusah payah dalam mencapai apa yang ia inginkan, bahkan relasi manusia dengan alam dan sesamanya yang sebelumnya harmonis menjadi rusak. Hal ini kita pandang bukan hanya sebagai efek atau akibat dosa saja, tetapi juga sebagai hukuman Allah atas manusia yang sekaligus adalah bentuk pemeliharaan-Nya terhadap manusia. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah manusia menjadi makin rusak karena dosanya.
Pada artikel bulan ini, kita akan melihat bagaimana Allah secara berkesinambungan terus memelihara umat-Nya melalui perjanjian-perjanjian yang Ia adakan dengan tokoh-tokoh besar di dalam Alkitab. Pada artikel kali ini kita akan melihat bagaimana Allah mengadakan perjanjian dengan Nuh sebagai bentuk pemeliharaan-Nya terhadap umat Allah. Salah satu yang menarik adalah kisah atau latar belakang yang menyertai dibentuknya perjanjian ini. Kita akan melihat sebuah pola kerja Allah yang juga akan kita temui di dalam kitab-kitab nabi di Perjanjian Lama, yaitu Allah yang di satu sisi menyatakan penghukuman-Nya atas dosa manusia, tetapi di sisi yang lain Ia menyatakan anugerah-Nya kepada orang-orang pilihan-Nya.
Perjanjian Allah dengan Nuh
Sejak Adam dan Hawa memilih untuk memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat, Allah langsung mengintervensi dan mengadakan perseteruan antara keturunan perempuan dan keturunan ular (hal ini sudah dibahas dalam artikel bulan lalu). Semenjak perseteruan ini, manusia langsung terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu umat pilihan Allah dan kelompok yang memberontak kepada Allah. Hal ini secara langsung dicatatkan dalam Kitab Kejadian, yaitu antara garis keturunan Kain dengan keturunan Set. Secara kontras antara keturunan Kain yaitu Lamekh dengan keturunan Set yaitu Henokh. Di dalam Alkitab dicatatkan mereka berada pada urutan keturunan ketujuh, dan hal yang dicatatkan antara kedua orang ini sangatlah bertolak belakang. Lamekh dengan bangganya menunjukkan dosanya yang telah membunuh orang, sedangkan Henokh dicatatkan sebagai seorang yang hidup bergaul dengan Allah dan ia dicatatkan tidak mengalami kematian, melainkan ia diangkat oleh Allah.
Lalu Alkitab mencatatkan pemberontakan dari keturunan Kain makin bertambah hingga pada titik Tuhan memutuskan untuk menghukum umat manusia pada zaman itu (Kej. 6:5-7). Di tengah kejahatan manusia yang makin bertambah, keturunan dari Set tetap berada sebagai kelompok yang setia kepada Tuhan. Namun, dari seluruh kelompok ini pilihan Allah diberikan hanya kepada Nuh dan keluarganya (Kej. 6:8). Ada theolog yang menafsirkan Kejadian 6 ini sebagai peristiwa kejatuhan manusia ke dalam dosa yang kedua kali, di mana kelompok keturunan Set (secara lahiriah) bercampur dengan keturunan Kain sehingga mereka menjadi kelompok orang-orang berdosa yang memberontak kepada Allah. Di antara mereka hanya tersisa Nuh dan keluarganya sebagai keturunan Set yang tetap setia kepada Allah. Hal ini menjadi pelajaran bahwa keturunan secara lahiriah (dalam istilah kita sekarang seorang yang dilahirkan dalam budaya dan tradisi Kristen) tidak dapat menjadi jaminan untuk tetap setia kepada Allah. Sehingga umat Allah tidak ditentukan secara keturunan lahiriah tetapi kepada keturunan secara rohani.
Di dalam Kejadian 6:18, dicatatkan bahwa Allah mengadakan perjanjian dengan Nuh, yaitu sebuah perjanjian untuk menyelamatkan mereka dari hukuman air bah yang Allah akan nyatakan kepada manusia. Di dalam iman yang dinyatakan dalam kehidupannya, Nuh membangun sebuah bahtera untuk menjadi tempat perlindungan Nuh beserta seluruh keluarganya, sesuai dengan perintah yang Allah nyatakan kepadanya (Ibr. 11:7). Di dalam hal ini kita dapat melihat dua sisi pekerjaan Allah, yaitu menyatakan hukuman kepada manusia-manusia yang berdosa dan memberontak kepada-Nya, dan anugerah yang Ia nyatakan kepada sekelompok orang yang Ia pilih. Namun, perlu kita ingat bahwa dasar pemilihan Allah bukanlah karena kualitas yang ada di dalam diri manusia sehingga akhirnya diberikan anugerah, justru karena anugerah dan pilihan Allah inilah orang tersebut dapat memiliki kualitas dan hidup taat kepada Allah. Dengan kata lain, Nuh dipilih Allah bukan karena Nuh memiliki kualitas yang Allah inginkan, tetapi justru Allah beranugerah kepada Nuh sehingga Nuh dapat hidup setia dan taat kepada Allah.
Di dalam setiap zaman, Allah menyatakan anugerah-Nya kepada sekelompok orang sebagai bentuk pemeliharaan-Nya bagi umat Allah. Ia memelihara mereka sehingga benang merah atau kesinambungan dari karya keselamatan-Nya dapat diteruskan dari zaman ke zaman hingga seluruh rencana Allah ini tergenapi. Bahkan, pemeliharaan Allah ini bukan hanya ditunjukkan melalui pekerjaan Allah yang khusus seperti ini, tetapi juga Allah menunjukkannya melalui hal-hal yang bersifat umum, yaitu melalui pemeliharaan Allah atas alam ini. Pemeliharaan Allah atas alam ini merupakan bagian dari pemeliharaan-Nya atas umat Allah demi meneruskan rencana keselamatan-Nya. Aspek inilah yang menjadi salah satu karakter dari perjanjian Allah dengan Nuh.
Setelah Allah menurunkan air bah, Nuh memberikan korban persembahan kepada Allah (Kej. 8:20-22) dan Allah berjanji untuk tidak akan lagi menghukum atau menghancurkan dunia ini dengan air bah (Kej. 9:16). Selain hal ini, di dalam kisah ini kita juga mendapati Allah seolah membuat perjanjian untuk tetap memelihara akan alam melalui cara kerja seperti yang sudah Ia lakukan di dalam penciptaan. Sehingga di dalam perjanjian Allah dengan Nuh ini, pekerjaan Allah secara umum di dalam alam ini secara jelas terkait dengan karya penebusan Allah. Hal ini tercermin di dalam Kejadian 9:1 dan 7, di mana Allah membarui mandat budaya yang Ia berikan kepada Adam di Taman Eden dan memberikan mandat ini kepada Nuh sebagai kesinambungan dari perjanjian Allah dengan manusia pertama di Taman Eden. Selain itu, perjanjian antara Allah dan Nuh ini juga melibatkan seluruh keluarga Nuh dan seluruh ciptaan (Kej. 9:16). Hal ini berarti melalui orang pilihan-Nya Allah melanjutkan perjanjian-Nya yang bersifat universal.
Seperti yang sudah dijelaskan dalam artikel bulan Januari, John Frame membagi covenant ke dalam 3 jenis, yaitu: the eternal covenant of redemption, the universal covenant, dan the new covenant. Di dalam perjanjian Nuh ini kita dapat melihat keterkaitan yang kuat antara the eternal covenant of redemption dengan the universal covenant. Melalui kesinambungan karya Allah di dalam dunia ciptaan ini (universal covenant), rencana karya keselamatan Allah melalui umat-Nya dapat terus dikerjakan (eternal covenant of redemption). Sedangkan di sisi lain, melalui karya keselamatan Allah yang dinyatakan melalui orang-orang pilihan-Nya (eternal covenant of redemption), Allah menyatakan kuasa penebusan atau pembaruan-Nya terhadap ciptaan-Nya yang lain (universal covenant). Hal inilah yang menjadi keunikan dari perjanjian Allah dengan Nuh.
Pembelajaran dari Perjanjian Allah dengan Nuh
Dari perjanjian Allah dengan Nuh ini, ada beberapa hal yang perlu kita mengerti:
Perjanjian Allah memiliki dampak yang luas, tidak hanya bagi orang-orang pilihan Allah saja, tetapi perjanjian ini juga berdampak atau bahkan melihatkan kelompok yang lebih luas, bahkan seluruh alam semesta ini. Allah berdaulat atas seluruh ciptaan-Nya meskipun ciptaan-Nya sudah jatuh ke dalam dosa dan memberontak kepada-Nya, Allah tetap dapat mereka-rekakan mereka untuk menjadi alat di tangan Allah yang Mahakuasa. Segala kejahatan orang-orang yang melawan Allah dapat Allah gunakan untuk mendatangkan kebaikan bagi umat Allah, sehingga mereka dapat melanjutkan tanggung jawabnya dalam menyatakan kehendak Allah di atas dunia ini. Di dalam konteks ini, para pemberontak Allah ini hanya berada di dalam konteks historical election, yaitu orang-orang yang dipilih Allah secara sementara saja untuk menjadi alat dalam menjalankan rencana Allah, tetapi pada akhirnya mereka akan dibuang karena ketidaksetiaan mereka (untuk lebih jelasnya dapat melihat artikel bulan Februari). Keberadaan mereka hanya sebagai alat Allah untuk memelihara umat Allah yang sejati atau kelompok manusia yang berada dalam konteks eternal election. Cara kerja Allah seperti ini tidak hanya dinyatakan dalam konteks manusia saja, tetapi Allah juga dapat menggunakan alam semesta ini sebagai wadah bagi rencana keselamatan-Nya. Di dalam konteks inilah kita dapat mengerti bahwa pemeliharaan Allah secara umum terhadap alam adalah bagian dari pemeliharaan Allah yang secara khusus ditujukan untuk kelanjutan dari karya keselamatan Allah yang disampaikan melalui umat-Nya.
Berkaitan dengan poin pertama, kita juga dapat melihat kaitan antara perjanjian Allah ini dengan mandat budaya dan juga penerapan karya penebusan di dalam aspek yang lebih luas (bukan hanya dalam aspek kerohanian). Perjanjian yang Allah adakan dengan umat-Nya adalah perjanjian yang berdampak terhadap setiap aspek kehidupan lainnya. Perjanjian ini Allah adakan untuk menghadirkan kegenapan dari karya keselamatan-Nya, dan karya keselamatan ini dinyatakan bukan hanya untuk menebus umat-Nya dari dosa, tetapi juga untuk menyatakan kuasa penebusan ini ke dalam seluruh alam semesta. Orang-orang yang sudah menerima anugerah karya penebusan Allah harus menyatakan kebenaran dan kemuliaan Allah ini di dalam berbagai aspek kehidupan lainnya. Allah memakai perjanjian-Nya dengan Nuh sebagai renewal of the provision of creation. Allah menebus kita yang berdosa untuk menyatakan Injil-Nya dan juga menyatakan kebenaran-Nya melalui mandat budaya. Inilah kesatuan cara pandang dari tugas umat Allah di tengah dunia berdosa ini.
Perjanjian Allah dengan umat-Nya, khususnya di dalam konteks Nuh, berada untuk memelihara umat-Nya dari kerusakan dosa yang makin parah. Dengan air bah, Allah menyatakan penghukuman-Nya kepada umat manusia yang sudah makin parah dosanya. Penghukuman ini dinyatakan untuk membersihkan manusia dan menyisakan hanya orang-orang pilihan Allah. Sehingga orang-orang pilihan Allah ini dapat hidup di dalam pengejarannya akan kesetiaan kepada Allah. Ini adalah salah satu anugerah Allah kepada umat-Nya agar tidak jatuh ke dalam dosa lebih jauh lagi.
Perjanjian Allah dengan Nuh adalah bagian dari pemeliharaan Allah atas dunia ini sehingga ordo di dalam dunia ini dapat terpelihara hingga akhir zaman nanti. Palmer Robertson menyatakan seperti ini, “The divine dealing with man after the flood must be viewed with this overall perspective in mind. Man is totally depraved, inclined toward self-destruction, and worthy of judgement. But God in grace and mercy determines to preserve the life of man, and promotes the multiplication of his descendants. God’s commitment to preserve man subsequent to the flood also becomes evident in the provision of Genesis 9:3-6 (creation).” Sederhananya, Robertson menyatakan bahwa air bah merupakan bentuk pemeliharaan Allah terhadap umat-Nya sekaligus terhadap alam ini. Allah mengizinkan manusia untuk memakan daging dari binatang yang diciptakan Allah sebagai bentuk pemeliharaan Allah kepada manusia. Namun di sisi lain, manusia atau binatang yang melakukan pembunuhan yang melanggar perintah Allah harus dinyatakan keadilan dengan kematian juga. Inilah bentuk pemeliharaan Allah terhadap tatanan alam semesta ini yang menjadi wadah dari karya keselamatan-Nya.
Melalui keempat poin di atas, biarlah kita makin mengerti panggilan kita sebagai umat Allah. Anugerah dan pemeliharaan Allah diberikan kepada kita disertai dengan suatu tugas dan tanggung jawab yang harus kita jalankan. Kiranya Tuhan menolong kita untuk makin sadar akan siapa diri kita dan kita pun makin didorong untuk menghidupi panggilan kita sebagai umat Allah.
Simon Lukmana
Pemuda FIRES