Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka. Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya. (1Kor. 9:19-23)
Introduksi
Di tahun 2021, Buletin PILLAR akan membahas tema besar mengenai Paulus. Penulis sendiri akan menulis beberapa rangkaian artikel di tahun ini terkait tema “Paulus dan Penginjilan”. Artikel ini adalah artikel kedua dari penulis. Melanjutkan dari artikel pertama mengenai “perubahan paradigma” Rasul Paulus yang begitu signifikan, kali ini penulis akan meninjau dari sisi “cakupan dan pendekatan” penginjilan dari Rasul Paulus. Dalam kehidupan pelayanan penulis, penulis banyak mendapatkan dorongan dan inspirasi ketika berulang kali merenungkan konteks penginjilan Rasul Paulus. Terutama ketika menemui kondisi dan golongan orang yang sangat sulit, penulis mendapat banyak inspirasi dan kekuatan melalui kisah penginjilan Rasul Paulus.
Gambaran Singkat Cakupan dan Pendekatan Penginjilan Paulus
Rangkaian ayat di bagian awal artikel ini (1Kor. 9:19-23) telah memberikan gambaran mengenai cakupan penginjilan Paulus. Penulis percaya inilah yang disebut sebagai mental atau perspektif “Kerajaan Allah”. Paulus memiliki mental dan cakupan penginjilan yang begitu “universal”, dalam arti berusaha menjangkau sebanyak dan seluas mungkin orang. Dan tidak hanya itu, Paulus berusaha keras untuk menjadikan dirinya hamba berbagai golongan orang tersebut, agar ia dapat memenangkan mereka. Penulis percaya, ketika kita sungguh-sungguh mengasihi jiwa-jiwa yang akan kita layani, kita akan makin peka untuk bisa melayani dan membagikan Injil kepada setiap golongan. Pendekatan dan cara penyampaian Injil kita juga akan “terkontekstualisasi” sesuai dengan golongan orang yang kita layani. Ketika merenungkan mental universal Paulus, penulis teringat akan beban dan sekaligus “keluh kesah” Pdt. Stephen Tong. Kita tidak perlu meragukan keluasan cakupan pelayanan beliau terhadap begitu banyaknya golongan masyarakat dan lapisan generasi. Meski demikian, beliau kerap mengeluhkan sangat sedikitnya (bahkan tidak adanya) orang yang meneruskan pelayanannya dalam KKR Anak, di mana ada momen ribuan anak-anak berkumpul dalam suatu ibadah kebangunan rohani. Penulis percaya inilah jiwa yang sangat mirip dengan yang dimiliki oleh Rasul Paulus, hati yang tidak pernah puas untuk terus membawa jiwa kepada Kristus.
Struktur Penulisan
Sebenarnya tidak terlalu “adil” untuk merangkum kekayaan dan kompleksitas penginjilan Rasul Paulus ke dalam satu artikel pendek. Pasti ada banyak aspek detail penting yang tidak terbahas. Dengan kondisi seperti ini, penulis “memaksa” diri untuk membagi pembahasan ke dalam tiga bagian, yakni pendekatan pribadi, pendekatan sekelompok orang, dan pendekatan massal. Tentu pembagian ini bersifat kasar atau simplistis, dan pasti tidak absolut. Ada berbagai tokoh dan buku pembahasan yang memiliki cara pembagian yang berbeda. Dalam konteks GRII sendiri, sering ditekankan bahwa penginjilan pribadi seharusnya adalah yang menjadi dasar berbagai konteks penginjilan lainnya. Di bagian akhir dari setiap pendekatan, penulis juga akan sedikit menuliskan refleksi terhadap konteks pelayanan dari penulis sendiri. Penulis tentu juga berharap agar para pembaca Buletin PILLAR juga bisa bercermin dari pelayanan Paulus sehingga kita bisa makin giat dalam mengabarkan Injil.
(1) Pendekatan Pribadi
Penulis percaya Rasul Paulus sangat banyak memberitakan Injil secara pribadi, satu demi satu. Namun, dari yang penulis berusaha pelajari dan renungkan, sepertinya Alkitab tidak terlalu banyak memaparkan peristiwa di mana Paulus memberitakan Injil kepada satu orang dengan terperinci dan jelas. Ini sedikit berbeda dengan konteks Yesus Kristus yang pernah dituliskan secara detail bagaimana Ia berbicara kepada Nikodemus dan perempuan Samaria secara empat mata. Untuk konteks Rasul Paulus, ia pernah dituliskan secara naratif ketika berbincang-bincang dan memberitakan Injil di pasar, dari rumah ke rumah, ataupun di dalam penjara, namun detail alur pembicaraan Paulus tidak dituliskan. Satu konteks menarik yang mungkin penulis bisa bagikan adalah ketika Paulus memberikan jawaban dan pembelaan atas tuduhan yang ditujukan kepadanya. Memang konteks peristiwa tersebut adalah ketika Paulus berada di hadapan sidang (ada banyak orang yang hadir dan mendengarkan). Meskipun demikian, penulis melihat ini sebagai “pendekatan pribadi” karena Paulus memaparkan alur pembelaan dan bahkan memberitakan Injil kepada “lawan bicaranya” secara pribadi. Peristiwa seperti ini dua kali dicatat, yakni dalam Kisah Para Rasul 24 dan 26 mengenai pembelaan Paulus di hadapan Feliks dan Raja Agripa. Dengan peka dan terperinci, Paulus memberitakan mengenai kebangkitan Kristus, dedikasinya terhadap Taurat, kisah pertobatan, dan perubahan hidupnya untuk melayani Kristus. Secara khusus kepada Raja Agripa, bahkan Paulus memberikan tantangan untuk percaya.
Jika ditinjau kembali, penulis mendapatkan paling banyak kesempatan melakukan pendekatan pribadi ketika melakukan penjangkauan kampus dan berbincang-bincang dengan rekan-rekan kantor di Singapura. Melalui momen-momen ini, penulis secara pribadi mengalami dan menyadari ada banyaknya konteks dan kompleksitas lapisan masyarakat, dan masing-masing lapisan memiliki kesulitan serta tantangan yang berbeda. Bagi kalangan mahasiswa, banyak yang bergelut secara rasio mengenai iman Kristen. Secara spesifik, bagaimana seharusnya melihat iman Kristen memberikan pengaruh terhadap keseluruhan aspek hidup, termasuk aspek pengetahuan dan perencanaan masa depan. Bagi yang sudah bekerja, impitan kebutuhan sehari-hari, kesulitan kantor, dan tujuan hidup menjadi pergumulan yang perlu dijawab ketika penulis berusaha memberitakan Injil. Melalui momen-momen ini, penulis menggumulkan mengenai aspek Injil yang perlu ditekankan kepada golongan orang yang berbeda. Penulis juga mulai makin menyadari bahwa inti Injil yang sama memiliki keindahan dan kekayaan dari berbagai perspektif dan sisi. Variasi keindahan dan kekayaan ini yang akan mampu memberikan jawaban dengan “jitu” bagi kompleksnya tantangan-tantangan yang ada dalam masyarakat. Sedikit dorongan kepada pembaca Buletin PILLAR, jika diteliti lebih jauh, kita bisa mendapati bahwa Paulus akan memberikan detail dan kronologi kesaksian yang variatif ketika ia berbicara kepada golongan orang yang berbeda.
(2) Pendekatan Sekelompok Orang
Kisah Para Rasul cukup banyak mencatat peristiwa ketika Paulus melayani dan memberitakan Injil kepada sekelompok orang. Paulus pernah dicatat melayani kepala penjara di Filipi beserta dengan keluarganya. Ketika Paulus dan Silas dipenjara, tiba-tiba terjadi gempa dan sendi-sendi penjara goyah, pintu terbuka, dan belenggu terlepas. Kepala penjara yang hendak bunuh diri kemudian dicegah oleh Paulus dan terbukalah kesempatan untuk memberitakan Injil. Ketika Paulus di Athena, ia juga dicatat kerap bertukar pikiran dengan orang-orang (jamak) yang ia jumpai di pasar. Tindakan Paulus ini nantinya membuka kesempatan baginya untuk berbicara secara massal di atas Areopagus. Dalam perpisahannya dengan penatua jemaat Efesus, Paulus juga menjelaskan bahwa ia kerap melayani dan bersaksi dalam perkumpulan-perkumpulan rumah.
Bagi penulis, pendekatan kepada sekelompok orang adalah pendekatan yang paling disukai. Jumlah ideal bagi penulis adalah antara lima dan belasan orang. Penulis memiliki alasan yang cukup sederhana ketika menyukai pendekatan sekelompok orang ini. Ketika melayani beberapa orang, ada kombinasi berbagai sudut pandang yang memungkinkan adanya diskusi dan interaksi. Biasanya ini akan membuat pembicaraan lebih menarik dan hidup. Di saat yang sama, karena jumlah yang tidak terlalu besar, masih ada kesempatan untuk berinteraksi secara dua arah. Kesempatan seperti ini terutama sangat sering datang ketika makan bersama atau berkunjung ke rumah kenalan atau sahabat. Dalam suatu pelayanan persekutuan kecil dari penulis, sesekali penulis juga mengundang orang-orang yang belum percaya (tetapi sudah dikenal atau merupakan sahabat dari anggota kelompok) untuk boleh bertukar pikiran dan berbincang-bincang secara terbuka.
(3) Pendekatan Massal
Dalam Kisah Para Rasul, Paulus beberapa kali dituliskan datang ke rumah ibadah orang Yahudi dan meminta waktu untuk bicara. Meskipun demikian, tidak terlalu banyak dicatat peristiwa Paulus berbicara kepada orang banyak beserta dengan detail pembicaraan atau khotbah yang disampaikan. Kalau mau dibandingkan, ini adalah momen yang mirip dengan ketika Petrus berkhotbah pada peristiwa Pentakosta dan isi khotbahnya dituliskan dengan terperinci. Penulis setidaknya menemukan ada dua peristiwa ketika Paulus memberitakan Injil secara “massal” dan dituliskan dengan cukup terperinci. Yang pertama adalah ketika Paulus berada di Pisidia. Paulus dicatat datang ke rumah ibadat dan memberitakan mengenai Kristus yang tersalib dan bangkit. Pada hari Sabat berikutnya, Paulus diminta untuk kembali mengajar dan hampir seluruh kota datang untuk mendengarkan. Yang kedua adalah ketika Paulus berada di Athena, ia berdiri di atas Areopagus dan memberitakan Injil kepada pendengar di sana, termasuk para filsuf dan orang-orang yang taat beribadah kepada dewa-dewa. Melalui peristiwa ini, Dionisius, seorang anggota majelis Areopagus, percaya kepada Kristus.
Jika kita bukan seorang pendeta atau pelayan penuh waktu, mungkin tidak terlalu banyak kesempatan kita bisa bersaksi secara massal. Bagi penulis sendiri, kesempatan-kesempatan ini datang ketika pelayanan KKR Regional, pelayanan ke penjara, ataupun acara diskusi publik terkait agama, filsafat, atau teknologi. Kesempatan-kesempatan lain yang mungkin datang adalah ketika kita bisa menyampaikan poin-poin kristalisasi atau refleksi hidup dalam momen-momen “penting” seperti pernikahan, ulang tahun, kelahiran anak, atau upacara kedukaan. Dalam momen ini, biasanya ada kesempatan di mana kita bisa memberikan pesan verbal secara massal kepada orang yang hadir. Sebagai orang Kristen, ini tentunya adalah kesempatan di mana kita bisa menggumulkan iman kita dan menyampaikannya sesuai dengan konteks momen tersebut.
Penutup
Sebagai penutup, penulis memiliki harapan sederhana bagi pembaca Buletin PILLAR. Semoga artikel pendek ini boleh sedikit membuka konteks cakupan dan pendekatan pelayanan dari Rasul Paulus. Semoga para pembaca boleh makin peka akan berbagai kesempatan dan sarana ketika kita bisa memberitakan Injil. Semoga teladan dari Rasul Paulus boleh terus mendorong kita untuk mengasihi dan menjangkau jiwa-jiwa yang belum mengenal Kristus.
Every soul we long to reach
Every heart we hope to teach
Everywhere we share His peace
Is only by His grace
(Grace Alone, Scott Wesley Brown)
Juan Intan Kanggrawan
Redaksi Bahasa PILLAR
Endnotes:
Sebagai catatan penutup, berikut adalah beberapa buku yang berkesan dan membentuk kehidupan pelayanan penulis, terutama mengenai cakupan dan pendekatan penginjilan:
1. Theologi Penginjilan, Stephen Tong.
2. Preaching: Communicating Faith in an Age of Scepticism, Timothy Keller.
3. Christian Apologetics, Cornelius Van Til.
4. Preaching to a Postmodern World, Graham Johnston.
5. John Calvin: A Pilgrim’s Life, Herman Selderhuis.
6. The Gospel in a Pluralist Society, Lesslie Newbigin.