Ketahuilah tuanku, akan datang tujuh tahun kelimpahan di seluruh tanah Mesir. Kemudian akan timbul tujuh tahun kelaparan; maka akan dilupakan segala kelimpahan itu di tanah Mesir, karena kelaparan itu menguruskeringkan negeri ini. (Kej. 41:29-30)
Introduksi
Siapakah saya? Dari mana saya berasal? Pertanyaan mengenai identitas dan asal mula segala sesuatu kerap ditanyakan dan dipikirkan sepanjang sejarah. Kitab Kejadian secara “ajaib” menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Terlepas dari berbagai perdebatan, kritik, dan pandangan-pandangan skeptis dalam sejarah, Kitab Kejadian terus menjadi inspirasi dan pembelajaran sampai saat ini. Dalam konteks kontemporer, Ravi Zacharias adalah seorang pelayan Tuhan yang kerap menekankan bahwa empat pertanyaan krusial manusia mengenai asal mula, arti hidup, moralitas, dan kekekalan akan terus didengungkan. Secara spesifik, Ravi Zacharias dengan tegas menekankan bahwa hanya kekristenan yang mampu memberikan jawaban untuk empat pertanyaan tersebut dengan tuntas, unik, dan koheren.
Buletin PILLAR sendiri merencanakan untuk membahas pandangan-pandangan mengenai Kitab Kejadian secara komprehensif. Sangat banyak aspek yang bisa dibahas, seperti durasi penciptaan, mekanisme penciptaan, jumlah manusia ketika awal tercipta, kemungkinan mengenai evolusi, sejarah keselamatan, figur Kristus dalam Kitab Kejadian, historisitas tokoh atau peristiwa, dan lain-lain. Tentunya artikel ini hanya akan membahas sebagian kecil aspek dalam Kitab Kejadian. Dalam artikel ini, penulis akan sedikit merenungkan mengenai konteks nyata yang tengah terjadi mengenai COVID-19 dan dampaknya dalam berbagai aspek kehidupan. Dampak ini minimal bisa berlaku dalam 6-12 bulan ke depan.
Konteks Kitab Kejadian
Terlepas dari berbagai perkembangan penemuan dan perdebatan mengenai aspek editorial oleh berbagai pihak dalam penulisan Kitab Kejadian, tidak bisa dibantah bahwa figur Musa yang menjadi penulis sentral dalam Kitab Kejadian. Pandangan umum mengenai konteks penulisan Kitab Kejadian adalah ketika bangsa Israel sudah dibebaskan dari perbudakan Mesir dan mengembara di padang gurun. Saat itu, bangsa Israel sangat mungkin bertanya-tanya mengenai identitas mereka dan untuk apa mereka mengembara dengan begitu sulit di tengah padang gurun yang kering. Dalam situasi pengembaraan yang sulit inilah Kitab Kejadian ditulis. Melalui kitab ini, dipaparkan dengan jelas bahwa Tuhanlah yang menciptakan seluruh dunia dan adanya rencana besar keselamatan melalui garis keturunan Abraham, Ishak, dan Yakub. Dalam konteks pengembaraan di padang gurun, bangsa Israel diingatkan bahwa hidup mereka harus berpusat dan menyembah kepada Allah yang menciptakan alam semesta dan telah merencanakan keselamatan yang besar bagi umat manusia.
Musim
Dalam Kitab Kejadian, ada dituliskan juga mengenai kisah Yusuf yang Tuhan anugerahkan karunia menafsirkan mimpi. Saat itu, Yusuf berada dalam kondisi terpuruk dalam hidupnya. Setelah dijual ke Mesir oleh saudara-saudaranya, ia dijebloskan ke dalam penjara, dan dilupakan oleh orang yang sudah ditolongnya di dalam penjara (juru roti). Kemudian baru dituliskan bagian ini, di mana dijelaskan melalui mimpi Firaun bahwa akan terjadi tujuh tahun masa kelimpahan, yang akan dilanjutkan dengan tujuh tahun masa kelaparan. Dua fenomena besar ini tidak hanya akan berlaku di Mesir, namun juga di “seluruh dunia”. Cukup menarik, Alkitab tidak menjelaskan alasan rinci mengapa dua peristiwa besar itu terjadi.
Bicara mengenai musim dalam kehidupan, satu bagian Alkitab yang kental membahas ini adalah Pengkhotbah pasal 3. Di sana dijelaskan bahwa untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Dalam hidup ini akan terjadi masa-masa menyenangkan dan juga masa-masa yang menyulitkan. Pengkhotbah pasal 3 dengan realistis memaparkan ada masa-masa kelam untuk menangis, membunuh, merombak, meninggal, meratap, membiarkan rugi, dan membuang. Inilah suatu realitas musim kehidupan yang dinyatakan oleh Kitab Pengkhotbah. Dalam pasal yang sama, Kitab Pengkhotbah menyatakan bahwa Tuhan yang membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati manusia. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. Dalam melewati pola musim yang berubah ini, adalah wajar bagi manusia jika ia tidak bisa menyelami seluruh detail dari yang Tuhan rencanakan.
Kembali kepada kisah Yusuf, dua peristiwa besar itu pun terjadi. Dalam tujuh tahun masa kelimpahan, Alkitab menuliskan bahwa tanah mengeluarkan hasil bertumpuk-tumpuk. Yusuf yang saat itu telah ditunjuk sebagai penguasa di Mesir, kemudian mengumpulkan gandum yang banyaknya seperti pasir di laut. Kelimpahan itu begitu luar biasa. Orang sampai berhenti menghitungnya karena memang tidak terhitung. Namun, kisah ini tidak selesai di sini. Seperti mimpi yang dilihat oleh Firaun, lembu yang kurus memakan lembu yang gemuk namun tetap kurus. Juga bulir yang kurus memakan bulir yang baik, namun tetap kurus. Demikianlah datang tujuh tahun masa kelaparan yang melahap habis hasil dari tujuh tahun masa kelimpahan.
Perenungan Konteks Saat Ini
Pergantian musim memang akan terjadi dalam hidup ini seperti yang dinyatakan Kitab Pengkhotbah. Namun agaknya manusia cukup bebal untuk dapat berespons dengan benar dalam melewati pergantian musim ini. Ketika melewati masa yang limpah dan menyenangkan, kita mudah melupakan Tuhan. Ketika datang masa yang sulit dan pelik, kita tidak siap dan kerap kali memprotes atau meragukan Tuhan. Lebih jauh lagi, kita juga terkadang “tergoda” untuk mengetahui sedalam-dalamnya dan sedetail-detailnya mengenai suatu peristiwa, terutama ketika melewati peristiwa yang sulit. Dalam masa pandemi COVID-19 ini, tentunya kita sangat ingin mengetahui penyebab pasti terjadinya wabah ini, kapan ini berakhir, kapan vaksin bisa ditemukan, siapa saja yang seharusnya bertanggung jawab, apa maksud Tuhan secara rinci, dan masih banyak lagi hal detail yang ingin kita ketahui. Seperti Kitab Pengkhotbah, mungkin ada saatnya kita jujur mengaku bahwa kita tidak dapat menyelami seluruh pekerjaan Tuhan dari awal sampai akhir. Penulis juga teringat surat Paulus mengenai responsnya dalam menghadapi kekurangan dan kelimpahan. Paulus juga pernah melewati musim-musim tersebut dalam hidupnya. Ia menyatakan bahwa ia tahu apa itu kekurangan dan apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara, tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagi Paulus; baik dalam hal kenyang maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Namun segala perkara dapat Paulus tanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepada Paulus. Penulis sangat berharap agar respons Paulus ini juga boleh menjadi respons para pembaca Buletin PILLAR. Kita boleh menanggung segala perkara (kelimpahan dan kekurangan) di dalam Tuhan yang memberikan kekuatan.
Sedikit catatan kecil dari penulis, penulis sama sekali tidak meremehkan atau menjadi apatis terhadap dampak negatif secara multi dimensi dari pandemi COVID-19 ini. Dari sisi ekonomi, dalam beberapa puluh tahun terakhir ini, agaknya manusia telah menjadi begitu serakah dan bekerja tidak kenal lelah (pagi, siang, malam) untuk meraup keuntungan. Pertumbuhan ekonomi regional dan global terus didengungkan. Berbagai proyeksi dan perencanaan telah dibuat dengan begitu rumit dan sistematis. Teknologi transportasi, komunikasi, dan informasi menyebabkan manusia bisa bekerja dari mana saja dan kapan saja. Dalam melewati masa-masa sulit ini, penulis sedikit bersyukur bahwa roda ekonomi kapitalisme yang tidak kenal lelah ini, boleh sedikit menarik napas dan mendapat perhentian. Momen seperti ini bisa menjadi kesempatan baik untuk merefleksikan bagaimana uang dan kestabilan ekonomi telah menjadi berhala dan begitu menentukan arah hidup kita. Peringatan dalam surat Yakobus sepertinya sangat baik untuk kita renungkan dalam momen ini, “Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung, sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.” Kiranya kita boleh diingatkan bahwa hidup kita begitu rapuh dan melayang lenyap. Sejak dahulu, hari demi hari dan detik demi detik tidak dapat kita lalui tanpa topangan dan anugerah dari Tuhan. Lebih jauh lagi, tentu kita juga perlu memikirkan dan mendoakan dampak lanjutan mengenai pemberhentian tenaga kerja, pengangguran, ketidakstabilan, dan dampak sosial lainnya. Kiranya Tuhan membangkitkan dan memakai banyak “Yusuf” zaman ini yang boleh berespons dengan bijak dan beres di hadapan Tuhan dalam melewati masa-masa sulit ini.
Penutup
Kisah masa kelimpahan dan kelaparan dalam kisah Yusuf tidak bisa dilepaskan dalam konteks besar Kitab Kejadian. Melalui peristiwa ini, Israel kemudian mengungsi dan menetap di Mesir yang nantinya akan berlanjut kepada peristiwa perbudakan di Mesir. Rencana keselamatan Allah melalui nenek moyang Israel terus berlanjut dari berbagai rajutan kisah dan peristiwa dalam Kitab Kejadian. Melalui rangkaian peristiwa dalam Kitab Kejadian, kita sebagai pembaca di konteks saat ini bisa melihat bagaimana Tuhan memimpin sejarah dan perjalanan umat-Nya. Penulis berdoa agar melalui konteks peristiwa COVID-19 ini, umat Tuhan di seluruh dunia boleh sekali lagi memusatkan hidup kita kepada Tuhan yang telah menciptakan dan menebus kita.
In His time, in His time,
He makes all things beautiful in His time.
Lord, my life to you I bring,
May each song I have to sing,
Be to you a lovely thing, in your time.
In your time, in your time,
You make all things beautiful in your time.
Lord, my life to you I bring,
May each song I have to sing,
Be to you a lovely thing, in your time.
(In His Time)
Juan Intan Kanggrawan
Redaksi Bahasa PILLAR