Yakub, Sang Penikung yang Tertikung (Bagian 3)

Dalam keluarga, relasi, pekerjaan, sekolah, atau mungkin pelayanan, kadang kita bisa terperangkap dalam situasi penuh frustrasi dan persaingan. Tragedi saling merampas antaranggota keluarga sering kita dengar, mulai dari perebutan kekuasaan, baik di level kerajaan seperti Hamlet maupun di rumah tangga. Ditambah lagi jika kitalah pecundang yang selalu kalah, mudah ditikung orang lain, bahkan tidak disukai semua orang. Dalam artikel sebelumnya dibahas bagaimana pernikahan Yakub dengan Rahel terlebih dahulu ditikung oleh Lea. Kita mungkin berpikir bahwa posisi Rahellah yang ditikung oleh Lea. Tetapi sebenarnya Lea pun dikorbankan ayahnya untuk memperbudak Yakub. Kalau kita amati, pernikahan ini hanyalah kegiatan berdagang, tidak ada cinta di dalamnya. Yakub tidak pernah mencintai Rahel ataupun Lea. Pada akhirnya nanti ia meninggalkan semua istri dan anak-anaknya untuk dijadikan tameng terhadap Esau dan sembunyi seorang diri. Rahel pun sebenarnya tidak mencintai Yakub. Rahel pasti mengetahui rencana busuk ayahnya karena harusnya dia yang dinikahkan. Dia rela menipu Yakub dan dijadikan istri kedua demi kepentingan keluarganya. Lea pun sama, ia tidak pernah mencintai Yakub. Ia hanya dipakai ayahnya untuk membeli tenaga Yakub selama tujuh tahun. Ia harus terjebak dalam pernikahan penuh air mata ini dan bersaing dengan adiknya untuk memperoleh pengakuan akan identitas dirinya. Ia hanya ingin diakui bahwa ia adalah perempuan yang berharga. Mirip dengan keluarga Ishak yang terpecah. Kali ini kita melihat pola yang sama persis, perpecahan dalam keluarga Yakub: ada kubu Lea dan ada kubu Rahel.

Bagian ini dimulai dengan kalimat TUHAN melihat Lea tidak dicintai.[1] Bahasa Inggris memakai istilah yang lebih kuat: dibenci. Tetapi bahasa aslinya memiliki nuansa legal, seolah-olah Lea bukan istri utama dan bisa saja diceraikan sewaktu-waktu.[2] Tuhan melihat dalam diam-Nya (God’s silence) penderitaan batin yang Lea alami. Kata “TUHAN” di sini bukan sekadar pencipta secara general tetapi adalah nama kovenan, Tuhan yang berelasi dengan umat-Nya.[3] Dalam bagian sebelumnya seakan-akan Tuhan menghilang dari kehidupan Yakub, kali ini nama Tuhan muncul kembali. Dalam situasi di mana kehadiran Tuhan tidak dirasakan, di situlah Tuhan sedang bekerja di balik layar. Justru ketika tidak ada yang mencintai Lea, di saat itulah Tuhan membuka kandungannya. Tiba-tiba kita melihat bahwa ada sesuatu yang Lea miliki yang Rahel tidak miliki. Lalu Lea menamai anaknya Ruben, karena ia berharap akan dicintai suaminya dan Tuhan telah memperhatikan kesengsaraannya.[4] Ruben secara literal artinya lihat anak ini (ra’a ben), tetapi ada juga alternatif terjemahan Tuhan melihat sengsaraku (raa beonyi). Karena anak berkaitan dengan ahli waris, Lea berpikir bahwa anaknya akan memberikannya kekuatan legal untuk bersaing dengan Rahel. Tetapi ternyata satu anak ataupun banyak anak tidak ada artinya bagi cinta Yakub. Lalu Lea mengandung lagi dan memberi nama anaknya Simeon.[5] Nama ini memiliki akar kata mendengar (shema). Lea ingin menunjukkan bahwa Tuhan tidak hanya melihat, tetapi mendengar bahwa ia tidak dicintai. Dia hanya ingin menunjukkan bahwa Tuhan ada di pihaknya. Dalam konflik, kita sering memakai nama Tuhan hanya untuk menunjukkan kita di posisi yang benar meskipun kita tidak begitu tertarik dengan apa yang Tuhan kehendaki.

Lalu Lea mengandung lagi dan memberi nama anaknya Lewi yang mempunyai akar kata menempel.[6] Ia berkata, “Kali ini suamiku akan lebih erat.” Kali pertama gagal, kedua gagal, kali ini pasti berhasil. Ia terus berharap pada arah yang salah yang tidak mungkin memuaskannya. Berapa kali kita terus berkata dahulu memang saya salah tetapi “kali ini”, sambil terus mengejar berhala kita? Tetapi akhirnya Lea berubah, karena ia mengandung lagi dan menamai anaknya Yehuda.[7] Lea sekali lagi berkata, “Kali ini,” tetapi ada sesuatu yang berbeda karena arah hatinya bukan lagi kepada Yakub tetapi aku akan bersyukur pada Tuhan. Kita kadang terus mengejar dan mengejar, tetapi makin kita memperoleh, kita makin kosong. Sampai kita mencari kepuasan di dalam Tuhan, sesungguhnya tidak ada hal yang cukup bagi kita. Tuhan tidak tertarik memberi yang kita mau, tetapi mengubah hati kita. Meskipun kita terus menekan anugerah Tuhan, tetapi Tuhan tidak akan pernah gagal mengubah kita.  

Tetapi cerita ini tidak berhenti di pasal ini. Di pasal berikutnya, mulailah terlihat bahwa Rahel khawatir posisi legalnya terancam, karena ia tidak memiliki anak walaupun ia sudah memiliki Yakub. Apa yang ada di hati sering kali tidak kita ketahui, tetapi dari tindakan dan kata-kata termanifestasikan isi hati kita. Rahel mengancam Yakub kalau ia akan mati jika Yakub tidak mau memberinya anak. Rahel mulai mencari-cari siapa yang membuatnya mandul dan tuduhan jatuh pada Yakub. Ironisnya, nanti ia akan benar-benar mati setelah melahirkan anak keduanya (Benyamin). Lalu Yakub membentak, “Akukah pengganti Allah?”[8] Yakub menjawab dengan jawaban yang benar secara theologis, tetapi dengan spirit yang salah. Berbeda dengan Ishak yang tidak bertheologi namun hanya mendoakan Ribka,[9] Yakub memakai theologi untuk melemparkan kesalahan kepada Tuhan. Kita melihat di sini bahwa memiliki theologi yang benar belum tentu memiliki spiritualitas yang baik.

Rahel lalu memberikan budaknya Bilha bagi Yakub yang mengingatkan kita pada kesalahan Sara.[10] Rahel pasti tahu dari masa lalu bahwa ini cara yang salah, namun ia sudah tidak peduli, cara apa pun boleh asal keinginannya berhasil. Cara ini seolah-olah berhasil menghasilkan dua anak: Dan yang artinya keadilan, Naftali yang artinya aku berjuang dan menang.[11] Ia menamai anaknya berdasarkan menang kalah dari kakaknya. Sama seperti Lea, sekalipun membawa-bawa nama Tuhan, tetapi sebenarnya hanyalah manifestasi berhala yang ada dalam hatinya. Terkadang kita juga menaruh identitas kita pada rival kita. Dalam kehidupan penuh kompetisi, entah di rumah, sekolah, ataupun pekerjaan, kita sering mencari makna hidup melalui mengalahkan orang lain. Seluruh kebahagiaan kita bergantung kepada orang tersebut. Jika kita kalah, hati kita hancur, jika kita menang, kita menjadi sombong. Lea yang tadinya sudah berpuas dalam Tuhan akhirnya merasa terancam karena sudah tidak bisa melahirkan anak dan kembali ke berhala lamanya. Bahkan, Lea membalas dendam dengan meniru cara Rahel yang jelas-jelas salah namun terlihat membuahkan hasil, maka ia memberikan budaknya, Zilpa.[12] Meskipun Lea terlihat sudah lepas dari berhalanya, tetapi akhirnya dia kembali lagi dan malah lebih parah dari kondisi sebelumnya. Zilpa menghasilkan anak yang diklaim Lea sebagai kemenangannya dan dinamainya Gad yang artinya keberuntungan dan Asher yang artinya bahagia.[13] Namun kali ini nama Tuhan sudah tidak muncul lagi dari mulut Lea. Ia tidak lagi mengklaim anak itu anugerah Tuhan tetapi hasil usaha dia sendiri. 

Ketika Ruben menemukan buah dudaim, Rahel tertarik dan bertanya apakah dia bisa memiliki beberapa.[14] Hanya karena perkataan sepele, tiba-tiba Lea membentak Rahel dengan tuduhan bahwa Rahel ingin mencuri buah anaknya sama seperti ia mencuri suaminya.[15] Keributan di luar hanyalah manifestasi dari masalah yang sudah berlarut-larut tertimbun di dalam. Hati Lea sudah sangat sakit sehingga hal apa pun bisa menjadi sumber konflik. Tuduhan mencuri di sini menunjukkan bahwa di mata Lea hanya ada “milikmu” atau “milikku”. Namun begitu Rahel melihat kelemahan Lea, ia secara licik mengajukan win-win solution dengan cara menyewakan Yakub semalam dengan harga buah ini. Baginya cinta tidak penting, yang penting menang dari Lea. Kita juga melihat bahwa Yakub, yang dahulunya membeli Lea dan Rahel, sekarang menjadi komoditi yang diperjualbelikan istrinya untuk memuaskan hasrat cinta mereka. Tetapi ada hal yang lebih ironis ketika Yakub disewakan hanya dengan sebuah dudaim, hal ini pasti mengingatkan dia bagaimana dia dahulu pernah menikung hak kesulungan Esau hanya dengan semangkuk sup kacang merah. Tuhan sekali lagi, lewat pertengkaran Lea dan Rahel, mengingatkan Yakub bahwa ia pun berlaku demikian kepada Esau. Kadang cara terbaik yang Tuhan pakai untuk memperbaiki suatu benang yang kusut adalah dengan membuka satu per satu lilitan luka masa lalu yang belum terselesaikan. 

Tidaklah jelas mengapa Rahel menginginkan buah dudaim ini. Dudaim berasal dari bahasa Ibrani yang artinya buah cinta. Tidak jelas buah seperti apakah yang Rahel inginkan, ada banyak perdebatan tentang jenis buah ini. Namun ada beberapa kemungkinan, pertama sepertinya buah ini dipercaya mempunyai khasiat untuk kesuburan. Kemungkinan lain buah ini mempunyai efek halusinogen untuk merayu pria. Tetapi ironisnya, sekalipun Rahel mendapatkan buah ini, Lealah yang justru memperoleh tiga anak. Cara-cara dunia yang Rahel pakai untuk mengejar impiannya berakhir sia-sia. Namun sekali lagi Lea pun merespons berkat Tuhan ini secara salah. Ia menamai anaknya Isakhar yang artinya upah dan Zebulon yang artinya kehormatan. Upah dan hadiah apa? Ia berpikir cara kotornya meniru Rahel dengan memakai budaknya direstui Tuhan sehingga ia pantas memperoleh upah dan hadiah.[16]

Tuhan akhirnya mengingat Rahel. Bukannya Tuhan menunda-nunda pertolongan-Nya, namun ada pelajaran yang ingin Tuhan ajarkan kepada Rahel. Kebanggaan Rahel harus dikosongkan melalui menjatuhkannya berkali-kali. Rahel masih melihat hidupnya sengsara meskipun ia memiliki semuanya. Ia adalah anak kesayangan, ia cantik dan menawan, ia disukai semua orang, ia adalah favorit suaminya, ia memiliki anak-anak yang baik, anak-anaknya pun paling disayangi. Sebaliknya, Lea adalah anak yang tidak disayang dan dimanipulasi papanya sendiri[17], paras dan karakternya tidak secantik dan sebaik Rahel[18], ia juga dibenci Yakub[19]. Ia juga tidak bisa mendidik anak-anaknya dengan baik sehingga anak sulungnya berzinah dengan gundik ayahnya[20], anak perempuannya sembarangan mengunjungi bangsa asing dan diperkosa[21], dua anak setelahnya menipu, membantai, dan menjarah satu kota lalu menawan seluruh perempuan di kota itu dengan memakai kedok agama[22], satu anak lagi menghamili menantunya sendiri[23]. Bisa dibilang tidak ada yang bisa dibanggakan dari kehidupan Lea. Rahel justru malah iri hati terhadap berkat Tuhan kepada Lea yang hidupnya sudah sangat mengenaskan, mengingatkan kita pada cerita Kain dan Habel.[24] Rahel menamai anaknya Yusuf yang artinya bertambah, yang menunjukkan semangat kompetisinya memiliki anak lebih banyak. Pada akhir hidupnya pun Rahel masih menamai anaknya Ben-Oni sebagai teriakan hidupnya penuh sengsara.[25] Rahel yang memiliki semuanya tetapi berkata, “Hidupku sengsara.” Sementara Lea yang penuh penderitaan malah sempat bersyukur.[26] Memang manusia sering gagal melihat berkat yang telah Tuhan berikan dalam hidupnya.

Kisah ini sekali lagi mengingatkan kita pada pola hostile brothers[27]. Mulai dari Kain dan Habel, keturunan Set dan keturunan Kain, keturunan Sem dan keturunan Ham, Ismael dan Ishak, Esau dan Yakub, dan sekarang antara Lea dan Rahel. Nanti persaingan ini akan dilanjutkan oleh permusuhan anak-anak Lea dan anak-anak Rahel, terutama persaingan hak kesulungan oleh Yehuda dan Yusuf. Sekalipun dalam adegan penuh konflik dan kebencian ini, narator menempatkan babak ini di posisi utama dalam narasi kehidupan Yakub. Karena bagian ini mencatat kelahiran anak-anak Yakub, yang akan nantinya menjadi bibit bangsa Israel, sebuah kisah besar berikutnya dalam sejarah penebusan. Kita bisa melihat kiasmus berlapis yang dibangun narator seperti diagram di bawah ini.[28]


Keluarga Ishak
  Konflik dengan Esau
     Kovenan Tuhan di Betel
       Pertemuan dengan Laban
         Kontrak dengan Laban
           Trik Laban memperbudak Yakub
             Kelahiran anak-anak Yakub
           Trik Yakub mengambil harta Laban
         Perselisihan dengan Laban
       Perpisahan dengan Laban
     Berkat Tuhan di Pniel
  Rekonsiliasi dengan Esau
Keluarga Yakub

Inilah asal mula 12 suku. Bayangkan jika Yakub tidak tertipu, atau misalnya Lea dan Rahel bisa akur tanpa rasa iri, anak-anak persaingan ini tidak lahir. Justru Tuhanlah yang berinisiatif agar Lea dan Rahel dan Yakub saling menyakiti untuk mempersiapkan sebuah bangsa. Kita mungkin terjebak dalam sebuah situasi di mana tidak ada jalan keluar. Kita harus ingat dalam semua penderitaan kita, Tuhan bukan hanya mendengarnya tetapi juga merancangnya dan mempersiapkan kisah indah di belakangnya.

Nampaknya Lea berhasil menikung Rahel di saat terakhir. Dalam kuburan yang dibeli Abraham, Lea dikuburkan bersama Yakub.[29] Sekalipun sampai akhir ia tidak bisa memperoleh cinta Yakub di dunia, tetapi ia yang menemani Yakub sampai saat terakhir. Bahkan Tuhan memberi hal yang jauh lebih indah daripada yang ia harapkan. Lea meskipun memperoleh anak-anak bejat tetapi mereka menjadi suku-suku yang diperkenan Tuhan. Rahel memperoleh anak-anak saleh tetapi menjadi suku-suku yang melawan Tuhan. Dalam Kitab Hakim-hakim ditulis bagaimana suku Benyamin menjadi suku yang diperangi suku lain karena mereka beramai-ramai memerkosa istri orang lain sampai meninggal.[30] Dalam Kitab Yeremia ditulis Rahel meratap karena anak-anaknya tidak ada lagi.[31] Yeremia menceritakan pembuangan suku-suku Israel yang diwakili oleh suku Efraim dan Manasye (keturunan Rahel). Sebaliknya, kutukan Yakub kepada Lewi bahwa keturunannya akan tercerai-berai di antara suku-suku Israel akan diubah oleh Tuhan menjadi berkat bahwa Lewi akan dikhususkan melayani Tuhan di setiap suku.[32] Yehuda (anak Lea) menikung hak anak sulung dari Yusuf (anak Rahel) untuk meneruskan garis Mesias[33], sekalipun Yusuf menjaga diri dari istri Potifar sedangkan Yehuda berzinah dengan Tamar. Seandainya Lea mendapatkan apa yang dia mau, cinta Yakub, keluarga yang bahagia, mungkin saja anak-anaknya tidak jatuh dalam dosa. Tetapi pada akhirnya anak-anaknya juga tidak dipakai oleh Tuhan. Justru Tuhan mengerti segala sesuatu lebih baik dari manusia dan tidak selalu memberikan apa yang manusia anggap baik seperti keluarga yang bahagia.  

Sama seperti Lea, Yesus (keturunan Lea) adalah manusia yang tidak tampan, tidak diinginkan, dihina, dihindari, dan hidup-Nya penuh sengsara.[34] Ia ditinggalkan semua orang bahkan Allah pun meninggalkan-Nya.[35] Sama seperti bangsa Israel yang muncul dari broken home, mengapa rahasia keselamatan harus melalui jalan salib yang merupakan kehinaan bagi orang Yahudi dan kebodohan bagi orang Yunani? Karena Allah memilih yang bodoh untuk mempermalukan yang bijak, yang lemah untuk mempermalukan yang kuat, yang hina untuk mempermalukan yang mulia.[36]

Hendrik Santoso Sugiarto
Pemuda GRII Singapura

Endnotes:
[1] Kejadian 29:31.
[2] Duguid, Living in the Grip of Relentless Grace (Presbyterian and Reformed 2015).
[3] יְהוָה֙ (Yahweh). Nama yang Tuhan pakai untuk memperkenalkan diri-Nya dan mengikat kovenan.
[4] Kejadian 29:32.
[5] Kejadian 29:33.
[6] Kejadian 29:34.
[7] Kejadian 29:35.
[8] Kejadian 31:2.
[9] Kejadian 25:21.
[10] Kejadian 30:3.
[11] Kejadian 30:5-8.
[12] Kejadian 30:9.
[13] Kejadian 30:10-13.
[14] Kejadian 30:14.
[15] Kejadian 30:15.
[16] Kejadian 30:20.
[17] Kejadian 29:25.
[18] Kejadian 29:17.
[19] Kejadian 29:31.
[20] Kejadian 36:22.
[21] Kejadian 34:1-2.
[22] Kejadian 34:13:29.
[23] Kejadian 38:18.
[24] Dalam bukunya Exclusion and Embrace, Miroslav Volf membahas motif Kain membunuh Habel. Habel artinya kesia-siaan, di mana kata ini sering muncul pada Kitab Pengkhotbah, menunjukkan bagaimana Adam dan Hawa tidak terlalu menaruh pengharapan pada anak ini. Sementara Kain adalah kebanggaan Adam dan Hawa yang diharapkan sebagai keturunan yang dijanjikan Tuhan. Namun, justru karena Kain memiliki semuanya, ia menjadi marah ketika ada hal di mana Habel mengalahkannya.
[25] Kejadian 35:18.
[26] Kejadian 29:35.
[27] Pola ini cukup umum ditemukan dalam mitologi kuno misalnya Dumuzi dan Enkimdu, Thor dan Loki, dan lain-lain.
[28] Brueggemann, Genesis: Interpretation (Westminster John Knox Press 2010).
[29] Kejadian 49:32.
[30] Hakim-hakim 19:25.
[31] Yeremia 31:15.
[32] Kejadian 49:7.
[33] Kejadian 49:10.
[34] Yesaya 53:2-3.
[35] Matius 27:46.
[36] 1 Korintus 1:27-29.