Dalam setiap kehidupan orang percaya, banyak hal yang dapat mendorong terjadinya pertumbuhan rohani. Dan tentu saja pertumbuhan rohani ini bukan hanya diukur berdasarkan pada apa yang tampak di luar, melainkan juga pengenalan akan Kristus dari dalam. Pengertian pertumbuhan yang tampak dari luar bukan berdasarkan materi, atau pencapaian karena mendapat kedudukan yang tinggi, melainkan dalam kehidupan sehari-hari. Sikap sehari-hari bagaimana orang Puritan ketika menghadapi masalah, berelasi dengan orang lain, memanfaatkan waktu yang bagi kita ‘kosong’, dapat menjadi contoh dan teladan bagi kita hari ini. Dan dalam hal ini, kita akan belajar dari salah seorang Puritan bernama John Owen.
John Owen lahir pada tahun 1616 yang merupakan tahun kematian dari seorang penyair besar William Shakespeare dan juga merupakan tahun kelahiran yang sama dengan seorang tokoh Puritan yang lain bernama Richard Baxter. Owen lahir dalam masa pertengahan gerakan Puritan[1] Inggris dan merupakan pendeta-theolog yang terbesar dalam gerakan ini. Ayahnya seorang pendeta di Stadham, yang berjarak 5 mil dari utara Oxford. Ia memiliki tiga saudara laki-laki dan satu saudara perempuan. Ada referensi perkataan singkat tentang ayahnya yang mengatakan, “Saya dibesarkan dari bayi di bawah pengasuhan ayah saya, yang Nonkonformis sepanjang hari, dan seorang pelayan yang mengalami penderitaan di kebun anggurnya Tuhan.”
Ia memulai sekolahnya yang pertama pada usia 10 tahun di sekolah dasar yang dikelola oleh Edward Sylvester di Oxford. Melalui sekolah ini ia dipersiapkan untuk memasuki universitas. Pada usia 12 tahun, ia belajar di Queens College, Oxford dan mendapat gelar B.A. pada usia 16 tahun serta gelar M.A. pada usia 19 tahun. Pada masa belajar ini, Owen sangat bersemangat dalam mengejar dan menggali pengetahuan sampai-sampai memiliki waktu istirahat yang sangat singkat yakni hanya 4 jam setiap malamnya yang mengakibatkan ia sering sakit serta merasakan kehilangan waktu-waktunya yang berharga sebagai pemuda.
Pada tahun 1637, ia memulai pekerjaan untuk program B.D. tetapi tidak bertahan lama di hadapan petinggi gereja Arminianisme dan Formalisme Oxford, sehingga ia mengundurkan diri dan menjadi tutor pribadi dan chaplain untuk keluarga berada dekat London yang bernama Sir Robert Dormer of Ascot.
Ketika terjadi perang sipil antara Parlemen dan Raja Charles I (antara petinggi gereja William Laud, Puritan yang memegang Presbyterian dan Independent dari House of Common) tahun 1642, Owen menaruh simpati kepada Parlemen yang melawan Raja dan Laud. Sebagai konsekuensinya, ia dikeluarkan sebagai chaplain dan kehilangan kesempatan sebagai penerus Welsh Royalist. Setelah itu, Owen mengalami pembentukan dalam babak demi babak kehidupannya pada masa ini.
Masa Pertobatan (Conversion)
Dalam pengungsiannya, ia untuk sementara waktu menetap di Charterhouse Yard dan menghadapi pertanyaan-pertanyaan rohani yang penting. Suatu waktu di usia 26 tahun, ia bersama sepupunya menghadiri kebaktian Minggu untuk mendengarkan ceramah Presbiterian yang terkenal, Edmund Calamy di Gereja St. Mary’s, Aldermanbury. Ketika itu, sang pembicara tidak bisa datang dan digantikan oleh pengkhotbah lokal. Sepupunya ingin meninggalkan gereja tersebut, tetapi sesuatu menahan Owen untuk tetap duduk. Ketika pengkhotbah membaca Matius 8:26, Tuhan membangkitkan kerohaniannya melalui firman itu. Segala ketakutan, keraguan, dan kekuatirannya hilang dan ia mengalami kelahiran baru oleh Roh Kudus. Ia merasa dirinya dibebaskan dan diadopsi menjadi anak Allah. Hal ini dapat dilihat melalui karyanya mengenai pekerjaan Roh Kudus dan natur dari communion with God. Inilah kenyataan yang telah Tuhan perbuat di suatu Minggu pada tahun 1642 yang sulit diabaikan.
Masa Penerbitan Buku
Pada tahun 1642 Owen memublikasikan karyanya yang berjudul The Display of Arminianism yang merupakan spirit pembelaan terhadap Calvinisme. Buku ini merupakan buku pertama yang diterbitkannya sebagai jawaban atas The Remonstrance yang ditulis pada tahun 1610 oleh kaum Arminian. Salah satu pembelaannya adalah dalam hal predestinasi yang ditolak baik oleh kaum Remonstrant (yang kemudian dikenal sebagai kaum Arminian) dan juga William Laud yang merupakan pejabat tertinggi dari Gereja Inggris. Jawabannya ini diperoleh melalui pengalaman pertobatannya yang diatributkan kepada Tuhan. Dalam penerbitan bukunya ini, Owen terkenal di depan publik bukan hanya sebagai Calvinis, melainkan juga penulis buku kontroversial sampai dengan hari kematiannya pada tahun 1683.
Masa Menjadi Pendeta
Owen mendedikasikannya untuk komite agama yang memberikan posisi kepadanya sebagai pengganti pelayan firman yang terlibat skandal, di Fordham, Essex. Di tempat ini, ia berkonsentrasi dalam pekerjaan dan penulisan bukunya The Duty of Pastors and People Distinguished yang diterbitkan tahun 1643. Owen sendiri berada di tempat ini sampai tahun 1646.
Masa Pernikahan
Masa ini merupakan masa yang krusial dalam kehidupan John Owen. Ia menikahi seorang wanita berusia 25 tahun bernama Mary Rooke tahun 1644. Owen sendiri berumur 27 tahun ketika ia menikah. Pernikahannya dikaruniai sebelas anak, tetapi sepuluh anaknya satu per satu meninggal ketika masih bayi. Hanya satu anak perempuan yang meninggal ketika berusia dewasa/remaja.
Referensi mengenai istri dan anaknya tidak banyak diketahui secara detail. Tetapi ini menjadi langkah pembentukan Tuhan yang sangat penting bagi seorang pastor dan theolog yang bernama John Owen ini. Bisa dikatakan bahwa ini merupakan masa kekelaman bagi John Owen yang berjalan dalam lembah bayang-bayang maut yang memberikan kedalaman rohani dalam pengenalannya akan Tuhan yang dapat ditemukan melalui karya-karyanya.
Masa Penanganan Parlemen
Pada masa ini ia memenuhi undangan untuk berbicara di depan parlemen (House of Commons) pada tanggal 29 April 1646. Ini merupakan suatu kehormatan besar baginya karena melambungkan namanya dalam urusan politik selama 14 tahun ke depan.
Owen juga datang karena undangan Oliver Cromwell yang menjabat sebagai ‘Protector’, pengganti sementara raja Inggris untuk menjadi chaplain bagi tentaranya dan memberikan dukungan baginya dengan memberikan theologi pembenaran untuk politik Cromwell. Saat itu, Cromwell membawanya ke Irlandia dan Skotlandia. Dalam hal ini, Owen berada di tengah-tengah kekacauan perang sipil.
Bukan hanya itu, pada tahun 1651 Cromwell menunjuknya untuk menjadi deanship Christ Church College di Oxford. Bahkan pada tahun berikutnya ia menjadi Vice-Chancellor. Pada bulan Desember 1653, ia mendapat gelar Doktor Divinity dari Oxford University. Bersama Richard Baxter, ia menjadi panitia untuk menyelesaikan ‘fundamental’ yang diperlukan untuk menyusun draf toleransi yang dijanjikan dalam Instrumen Pemerintah. Pada tahun yang sama pula, ia menjabat sebagai ketua komite urusan Gereja Skotlandia. Ia berada di Oxford selama sembilan tahun sampai tahun 1660, ketika Charles II kembali dan memberikan hal-hal yang buruk bagi seluruh kaum Puritan.
Buah-buah dalam Tekanan
Owen yang dipercaya menangani Oxford sangat bertanggung jawab dalam menangani pelayanan di Christ Church College yang bukan hanya sebagai katedral, melainkan juga sebagai pengkhotbah. Peter Toon mengatakan bahwa Owen sangat concern untuk membangun seluruh kehidupan college di dalam firman Tuhan. Hidupnya sangat sederhana walaupun dikelilingi oleh tekanan, apalagi ketika ia kehilangan kedua putranya yang meninggal dalam wabah tahun 1655.
Ketika Richard Cromwell menggantikan ayahnya yang meninggal tahun 1658 sebagai Chancellor, John Owen diturunkan dari jabatannya sebagai Vice-Chancellor karena bergabung dengan Wallingford House Party. Dalam masa terakhirnya menjabat sebagai Vice-Chancellor, ia mengatakan kalimat penutup demikian:
Labours have been numberless; besides submitting to enormous expense, often when brought to the brink of death on your account, I have hated these limbs and this feeble body which was ready to desert my mind; the reproaches of the vulgar have been disregarded; the envy of others has been overcome: in these circumstances I wish you all prosperity and bid you farewell.
Setelah itu, ia banyak berkonsentrasi dalam pembelajaran dan komitmennya untuk hidup saleh serta menulis banyak buku. Bahkan untuk menjawab kesalahan doktrin dari John Goodwin, ia menulis buku The Saint’s Perseverance tahun 1654 setebal 666 halaman. Karyanya ini sangat dikenal sebagai pembenaran yang paling mengagumkan dari ketekunan orang-orang kudus dalam bahasa Inggris.
Secara berturut-turut, ia menulis Of the Mortification of Sin in Believers (1656), Of Communion with God (1657), Of Temptation: The Nature and Power of It (1658). Yang menjadi pembelajaran dalam karya-karyanya ini adalah bahwa ia menuliskannya secara personal dan dalam beberapa hal sangat indah. Jadi dia bukan hanya menjawab pertentangan doktrinal, tetapi juga dosa dan pencobaan. Ia juga mendorong muridnya untuk secara tulus bersekutu dengan Tuhan (communion with God).
Ketika Charles II berkuasa, Owen kehilangan jabatannya di bidang akademik dan politik dan kembali menjadi seorang pendeta di London dari tahun 1660 sampai dengan tahun terakhir hidupnya, 1683. Ia memulai pelayanannya sebagai Puritan Presbyterian. Tetapi ia juga membujuk bahwa Congregational jauh lebih biblical. Ia merupakan pembicara utama dalam sayap Nonconformist dan menuliskan pandangannya ini secara ekstensif. Akan tetapi, secara signifikan ia menjadi pembicara utama dalam hal toleransi baik untuk Presbiterian maupun Episkopal. Sebagai contoh, tahun 1667, ia menulis (dalam Indulgence and Toleration Considered):
It seems that we are some of the first who ever anywhere in the world, from the foundation of it, thought of ruining and destroying persons of the same religion with ourselves, merely upon the choice of some peculiar ways of worship in that religion.
Idenya mengenai toleransi ini sangat memengaruhi William Penn, seorang Quaker dan pendiri Pennsylvania, yang merupakan murid Owen. Pada tahun 1669 ia dengan beberapa pendeta menulis surat kepada gubernur dan Congregationalist Massachusetts untuk tidak menyiksa kaum Baptis.
Owen meninggal dunia pada tanggal 24 Agustus 1683 dan dimakamkan pada tanggal 4 September di Bunhill Fields, London. Di tempat yang sama pula, John Bunyan dimakamkan.
Kekudusan sebagai Keseluruhan Total Hidupnya
Hal yang dapat dipelajari dari kehidupan John Owen adalah theologi dan spiritualitas yang mendalam, khususnya ketika membaca karyanya yang berjudul Of the Mortification of Sin in Believers dan The Grace and Duty of Being Spiritually Minded. Sinclair Ferguson pernah mengatakan, “Everything he wrote for his contemporaries had a practical and pastoral aim in view – “the promotion of true Christian living” – in other words the mortification of sin and the advancement of holiness.”
Perhatiannya terhadap pemberitaan Injil dan kekudusan hidup menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh aspek hidupnya. Ia menjadikan hal ini sebagai kehidupan rohani pribadinya. Hal ini dapat dilihat melalui karya-karyanya dan juga testimony dari rekan-rekannya. Richard Baxter mengatakan bahwa John Owen merupakan “The great doer”. Selain itu, John Eliot, seorang misionaris suku Indian di Amerika mengatakan:
What I have received from you… hath printed deeper, and left a greater impression upon my mind, than all the virulent revilings and false accusations I have met withal from my professed adversaries. …That I should now be apprehended to have given a wound unto holiness in the churches, it is one of the saddest frowns in the cloudy brows of Divine Providence.
Kekudusan seorang John Owen sangat relevan dengan dunia kita saat ini, terutama ketika menghadapi tekanan dalam hidup. Maka tidak ada ruginya bagi kita untuk membaca karya dari tokoh yang satu ini.
Bagaimana dia mengejar kekudusan ini?
Dia merendahkan dirinya di bawah tangan kekuasaan Allah. Dalam hal ini, ia memercayai dengan benar 2 Korintus 3:18 yang merefleksikan kemuliaan Kristus dengan kekudusan.
Dia bertumbuh dalam pengetahuan akan Tuhan dengan menaati apa yang sudah diketahuinya.
Dia sangat menjaga hubungan pribadinya dan persekutuannya dengan Tuhan. Melalui karyanya Meditations on the Glory of Christ, ia mengatakan, “The revelation… of Christ… deserves the severest of our thoughts, the best of our meditations and our utmost diligence in them. …What better preparation can there be for [our future enjoyment of the glory of Christ] than in a constant previous contemplation of that glory in the revelation that is made in the Gospel?” Seluruh sumber pemikiran dan khotbahnya berdasarkan meditasi akan Kitab Suci dan doa. Maka seluruh hidupnya sangat produktif meskipun dengan seluruh kesibukannya.
Penampilannya di depan publik merupakan refleksi asli atas pengalamannya secara pribadi. Kita mungkin bisa berbicara mengenai kemurnian tanpa merasakan kemurnian. Kita juga bisa berbicara mengenai kekudusan Tuhan tanpa harus mengalami kegentaran. Kita juga bisa berbicara mengenai dosa tanpa penderitaan. Tetapi hasilnya adalah kehidupan rohani yang munafik dan mengerikan. John Owen memulai dengan premisnya yang mengatakan: “Our happiness consisteth not in the knowing the things of the gospel, but in the doing of them.”
Seluruh hidupnya hanya untuk mempermuliakan Kristus. Melalui karyanya yang terakhir sangat jelas bahwa seluruh hidupnya tertuju hanya pada kemuliaan Kristus, bukan dirinya. Karyanya yang terakhir terbit pada tahun 1684, satu tahun setelah kematiannya.
Stephen Bennardy
Mahasiswa STT Reformed Injili Internasional
Referensi:
1. http://www.desiringgod.org/resource-library/biographies/the-chief-design-of-my-life-mortification-and-universal-holiness.
2. http://www.wikipedia.org/John_Owen_(theologian).
3. http://www.johnowen.org/timeline/.
4. http://www.ccel.org: mortification.pdf, limitedatonement.pdf, communion.pdf, glory.pdf, justification of faith.pdf.
Endnotes:
[1] Gerakan Puritan ini berlangsung antara tahun 1560-1660 yang dikenal sebagai masa gerakan Puritan.