Pemuda dan Seruan

Pada bulan ini Buletin PILLAR akan membahas tema besar mengenai pemuda. Inilah suatu periode hidup manusia yang penuh dengan berbagai potensi dan sekaligus kebahayaan. Pemuda penuh dengan segala kekuatan, semangat, vitalitas, daya eksplorasi, dan inovasi. Di saat yang sama, pemuda sangat rentan dengan idealisme yang naif, gejolak gelombang emosi, dan kekurangan pengalaman. Dalam Buletin PILLAR, banyak artikel telah ditulis dengan tema inti pemuda yang dikaitkan dengan tema-tema penting lain seperti zaman, gerakan, waktu, panggilan, Kerajaan Allah, pengharapan, relasi, dan hidup sehari-hari.[1]

Kecil
Orang Aram pernah keluar bergerombolan dan membawa tertawan seorang anak perempuan dari negeri Israel. Ia menjadi pelayan pada isteri Naaman. Berkatalah gadis itu kepada nyonyanya: “Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya.” (2Raj. 5:2-3)

Dalam kesempatan ini, penulis akan sedikit menggali satu bagian dari Kitab 2 Raja-raja. Dituliskan bahwa ada satu orang pemudi, seorang gadis muda yang sederhana. Gadis ini bukanlah seorang yang hebat, tidak memiliki kekayaan yang berlimpah, dan sangat mungkin bukan dari golongan yang terdidik. Gadis ini hanyalah seorang yang begitu biasa, seorang tawanan, dan bekerja sebagai pelayan di negeri Aram. Mungkin saja ia pernah mengalami trauma karena bangsanya dikalahkan dalam perang dan ia ditangkap untuk dijadikan tawanan. Terlebih lagi, dalam konteks waktu itu perempuan dianggap kaum yang lebih rendah dan lemah. Bahkan Alkitab pun juga tidak mencatat nama dari gadis ini. Sangat kontras dengan tuan yang ia layani. Naaman adalah seorang panglima terkemuka yang tentunya memiliki kekuasaan dan pengaruh yang besar baik dari segi ekonomi, politik, dan sosial. Alkitab juga mencatat bahwa Naaman juga begitu disayangi oleh raja Aram secara langsung.

Di balik segala kehormatan dan kejayaan yang dimiliki Naaman, ada satu hal yang begitu menyulitkan dan membebani hidupnya, yakni penyakit kusta yang dideritanya. Sebagai seorang yang ternama, tentunya Naaman sudah konsultasi dengan banyak tabib dan meminum berbagai macam obat. Alhasil, penyakit kusta Naaman tetap tidak kunjung sembuh. Dalam kondisi seperti ini, sang gadis sederhana ini mengambil langkah yang begitu berani. Ia menyatakan suatu pendapat (baca: seruan) kepada istri Naaman. Suatu langkah yang sangat berisiko. Gadis ini menyarankan agar tuannya datang kepada nabi di Samaria agar dapat disembuhkan. Apa yang membuat gadis ini begitu yakin kalau nabi tersebut pasti akan menyembuhkan? Bukankah penyakit kusta adalah suatu penyakit yang hampir mustahil untuk disembuhkan pada waktu itu? Bagaimana kalau penyakit tuannya pada akhirnya tetap tidak sembuh? Apakah gadis ini sudah siap untuk menerima segala risiko dan hukuman atas ucapannya ini? Apakah tidak lebih baik kalau sang gadis ini tetap diam saja dan menjalani pekerjaannya dengan “normal” seperti biasa?

Perubahan
Tentunya pembaca sangat mungkin sudah mengetahui akhir dari kisah ini. Penyakit kusta Naaman akhirnya benar-benar disembuhkan. Bahkan Naaman sendiri pun mau beribadah kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh.[2] Kita bisa merenungkan sejenak peran dan posisi gadis sederhana ini. Di tengah segala keterbatasan dan posisinya yang begitu marginal, gadis ini “hanya” bermodalkan seruan kepada istri Naaman. Seruan yang membuat Naaman berpikir mengenai alternatif solusi atas penyakitnya. Seruan yang memberikan suatu pengharapan baru. Seruan yang menyebabkan Naaman bergerak dan bertindak. Seruan yang membuat Naaman gusar sejenak[3], tetapi kemudian mendapatkan kesembuhan dan mau beribadah kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh. Ternyata di balik kesederhanaannya, gadis ini memiliki posisi yang begitu strategis, krusial, dan memberikan pengaruh langsung atas hidup seorang jenderal terkemuka.

Dalam khotbahnya, Pdt. Stephen Tong menyatakan bahwa seruan dari pemuda, khususnya mahasiswa, memiliki fungsi yang begitu esensial sebagai hati nurani masyarakat. Mahasiswa adalah golongan masyarakat yang sudah mempelajari berbagai bidang ilmu, dapat berpikir dengan lebih kritis dan mandiri, tetapi belum terlalu terikat oleh kenyamanan hidup dan kemapanan materi. Mahasiswa sangat identik dengan idealisme, kemurnian, dan memiliki sikap hati yang nothing to lose. Sangat berbeda dengan anak-anak atau remaja yang pikirannya belum matang. Ataupun golongan orang-orang berumur yang sudah terlalu banyak memikirkan harta benda, keluarga, dan untung rugi pribadi.

Roda sejarah berkali-kali digerakkan oleh cetusan dan seruan dari pemuda/i yang memberikan pengaruh yang begitu dahsyat terhadap berbagai macam lapisan masyarakat.[4] Contoh pertama adalah Joshua Wong yang menjadi tokoh penting dalam aksi protes di Hong Kong yang bermula sejak September 2014. Ia adalah seorang aktivis dan pemimpin gerakan mahasiswa yang menyerukan pesan pro-demokrasi kepada pemerintah Beijing. Seruan-seruannya akhirnya menggerakkan begitu banyak masyarakat Hong Kong untuk beramai-ramai turun ke jalan, menyerukan pesan demokrasi, dan sekaligus melakukan itu semua dengan begitu tertib dan tanpa kekerasan. Berbagai lokasi strategis seperti Mong Kok, Admiralty,dan Causeway Bay segera dipenuhi oleh lautan manusia yang terinspirasi oleh seruan-seruan dari Joshua. Walau mendapat hujan gas air mata, masyarakat Hong Kong tetap gigih memproklamasikan seruan-seruan mereka. Atas peranannya yang begitu krusial, tidak heran Joshua Wong menjadi salah satu kandidat TIME’s Person of the Year 2014.[5]

Contoh kedua adalah pemuda-pemuda Indonesia yang dianugerahi gelar Pahlawan Reformasi. Di tengah-tengah dahsyatnya ketidakstabilan ekonomi dan politik di Indonesia karena badai Asian Financial Crisis, mahasiswa-mahasiswa terus menyerukan agar para koruptor diadili, amandemen UUD 1945 dilaksanakan, supremasi hukum ditegakkan, dan pemerintahan dibersihkan dari segala praktik KKN. Gedung DPR/MPR terus-menerus diserbu oleh lautan mahasiswa yang melakukan demonstrasi besar-besaran. Gerakan ini memuncak sampai bulan Mei 1998. Bentrokan antara mahasiswa dan aparat tidak bisa dihindari. Empat orang pemuda gugur karena tertembak peluru-peluru tajam di berbagai tempat vital (kepala, tenggorokan, dan dada).[6] Melalui rentetan peristiwa ini, sejarah akhirnya mencatat lembaran baru bagi Indonesia. Era Reformasi telah lahir menggantikan Era Orde Baru. Suatu era yang datang berawal dari seruan-seruan mahasiswa yang menjadi hati nurani rakyat Indonesia.

Seruan
Jadi setelah melihat ini semua, bagaimana dengan kita? Khususnya pemuda-pemudi yang berada dalam Gerakan Reformed Injili. Jika kita terus menelusuri sejarah, ada begitu banyak peristiwa historis yang berawal dari cetusan-cetusan murni dan menggugah dari pemuda-pemudi. Mulai dari tragedi di Tiananmen Square tahun 1989 di Tiongkok, sampai kepada derasnya gelombang yang menumbangkan rezim diktator di Timur Tengah. Sebagai pemuda/i, apakah kita sudah memiliki cetusan yang siap kita nyatakan kepada dunia?

Artikel ini akan ditutup dengan cetusan-cetusan revolusioner dan yang sangat menggugah yang keluar dari mulut tiga orang muda yang dicatat dalam Alkitab.

Seruan dari Daud yang masih begitu muda, tanpa peralatan perang, kepada Goliat, tentara raksasa Filistin, yang begitu berpengalaman, lengkap dengan segala peralatan perangnya:
Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu.”[7]

Seruan dari Nabi Yeremia, yang awalnya menolak panggilan Tuhan karena merasa dirinya terlalu muda, tetapi akhirnya menyerukan kalimat-kalimat penghakiman yang begitu keras terhadap Israel:
“Engkau telah berzinah dengan banyak kekasih, dan mau kembali kepada-Ku? Layangkanlah matamu ke bukit-bukit gundul dan lihatlah! Di manakah engkau tidak pernah ditiduri? Di pinggir jalan-jalan engkau duduk menantikan kekasih, seperti seorang Arab di padang gurun. Engkau telah mencemarkan negeri dengan zinahmu dan dengan kejahatanmu. Sebab itu dirus hujan tertahan dan hujan pada akhir musim tidak datang. Tetapi dahimu adalah dahi perempuan sundal, engkau tidak mengenal malu.”[8]

Seruan dari Yesus Kristus yang berumur dua belas tahun, yang memiliki identitas begitu jelas sebagai Anak Allah, berseru kepada orang tua-Nya yang sudah tiga hari terus mencari Dia:
“Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?”[9]

Seruan seperti apa yang akan kita proklamasikan kepada dunia? Atau apakah justru kita tidak tahu dan masih bingung seruan macam apa yang akan kita nyatakan? Atau seandainya sudah tahu pun, apakah kita masih ragu, takut, atau tidak tahu mengenai sikap dan mentalitas seperti apa dalam menyatakan seruan itu? Atau justru seperti gadis pelayan istri Naaman tadi, apakah kita sudah benar-benar memiliki seruan dan siap menanggung segala risiko akan seruan itu? Termasuk kelompok yang manakah kita? Semoga artikel singkat ini boleh menjadi pemicu bagi para pembaca PILLAR dalam melakukan perenungan dalam momen-momen Natal dan tahun baru ini. Semoga melalui mulut kita, seruan-seruan yang memperkenan hati Tuhan boleh dikumandangkan dalam tahun 2015 ini.

We’ve a story to tell to the nations,
that shall turn their hearts to the right,
a story of truth and mercy,
a story of peace and light,
a story of peace and light.

For the darkness shall turn to dawning,
and the dawning to noonday bright;
and Christ’s great kingdom shall come on earth,
the kingdom of love and light.

Juan Intan Kanggrawan
Redaksi Bahasa PILLAR

Referensi:
https://www.youtube.com/watch?v=0SvGLNraGA8 – Messengers (Tim Keller).
Kuyper, A. (1991). Iman Kristen dan Problema Sosial. Surabaya: Penerbit Momentum.
Poythress, V. S. (2011). Redeeming Sociology – A God Centered Approach. Wheaton: Crossway.
Tong, S. (1996). Pemuda dan Krisis Zaman. Surabaya: Penerbit Momentum.
Tong, S. (2007). Dosa dan Kebudayaan (Cetakan ke-empat). Penerbit Momentum.

Endnotes:
[1] Artikel-artikel PILLAR yang membahas tema-tema penting ini: Pemuda dan Gerakan, Pemuda dan Pengharapan, Pemuda dan Spirit Reformed Injili, Kewajiban Gerakan Reformed dari Perspektif Pemuda GRII, Menghidupi Panggilan sebagai Pemuda-Pemudi Kristen
[2] Naaman pada akhirnya sadar bahwa tidak ada Allah selain di Israel. Naaman bertekad untuk hidup beribadah dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Ia tidak mau lagi untuk menyembah ilah-ilah dan dewa-dewa di negeri Aram.
[3] Naaman berharap agar Elisa mengusap-usap tubuhnya untuk menyembuhkannya dari penyakit kusta. Ternyata Elisa tidak menemui Naaman secara langsung dan melalui perantara menyuruhnya untuk mandi tujuh kali di sungai Yordan. Naaman awalnya menjadi begitu gusar karena perlakuan ini. Tetapi setelah bawahan-bawahan Naaman memberikan masukan, akhirnya Naaman setuju untuk mandi tujuh kali di sungai Yordan.
[4] Pdt. Stephen Tong menegaskan elemen-elemen penting dari suatu Historical Movement, yakni teori yang konsisten, strategi yang lincah, pengabdian yang tuntas, pengikut yang setia, dan pengaruh yang abadi.
[5] Joshua Wong disejajarkan dengan kandidat-kandidat tersohor lain seperti Vladimir Putin, Jack Ma, dan Narendra Modi.
[6] Nama lengkap empat pemuda ini adalah Elang Mulia, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie.
[7] 1 Samuel 17:45.
[8] Yeremia 3:2-3.
[9] Lukas 2:49.