The KING in King’s Raging

Perayaan Natal di Indonesia adalah perayaan hari keagamaan yang sangat meriah, bahkan bisa dibilang hampir semeriah hari keagamaan umat lain yang mayoritas. Bukti kemeriahan perayaan Natal bisa dilihat baik di berbagai tempat, seperti tempat perbelanjaan, restoran, kafe, maupun acara-acara televisi yang berbau Natal. Bahkan layar kaca pun sudah mempersiapkan film-film dengan tema khusus perayaan menjelang Natal, untuk kalangan anak-anak hingga dewasa. Suasana perayaan Natal tergambarkan erat kaitannya dengan sukacita, semarak, meriah nan gemerlap baik dari hiasan maupun acaranya. Sukacita ini bisa dilihat baik dari warna merah maupun warna lain yang dipakai sebagai tema pada momen Natal ini. Kalau ada yang memakai baju warna hitam atau memakai hiasan dengan warna hitam saat Natal, tentu dirasakan tidak cocok. Warna hitam lebih menggambarkan suatu konteks yang gelap dan tidak berpengharapan. Natal lebih bercerita tentang suatu terang, pengharapan, dan kegembiraan. Walaupun tidak semua mengerti mengapa ada sukacita dalam Natal, tetapi semua akan bersukacita saat Natal tiba.

Namun, ketika kita membaca Kitab Matius, kita akan menyadari bahwa Matius menuliskan hal yang berbeda dengan kitab Injil lainnya. Injil Matius dimulai dengan silsilah Tuhan Yesus yang adalah keturunan langsung dari Raja Daud; seorang Raja yang menjadi harapan bagi setiap orang Yahudi hari itu. Kemudian dia menceritakan kisah tentang kelahiran Tuhan Yesus di dunia. Tuhan Yesus datang bukan dalam suasana damai atau bahkan meriah seperti yang kita rayakan hari ini. Justru kedatangan Kristus diwarnai dengan kemuraman yang amat sangat. Kita bisa membaca kisah itu di dalam Kitab Matius saat Raja Herodes menyadari ada calon Raja yang lahir. Ia ketakutan akan ada seorang yang bisa merebut takhta kekuasaannya. Raja Herodes memerintahkan pembunuhan massal anak-anak di bawah usia dua tahun di seluruh Betlehem. Raja Herodes dicatat meninggal pada 4 SM, menurut penanggalan Gregorian, maka Yesus diperkirakan lahir sekitar 5-6 SM. 

Herodes memang terkenal sebagai raja yang paranoid. Ia pernah membunuh anggota keluarganya sendiri yang adalah calon penerus takhta kerajaan, alias anaknya sendiri, untuk memastikan tidak ada yang akan merebut takhta yang ia miliki. Pada masa raja yang begitu kejam inilah Tuhan Yesus lahir. Raja ini menyadari kedatangan Kristus karena ada orang majus yang datang jauh sekali dari Timur, mencari Sang Raja itu. Dikatakan dari suatu tulisan oleh nabi bahwa akan ada seorang keturunan Raja Daud yang seakan sangat berhak atas takhta raja atas Yerusalem itu. Mereka sama sekali tidak sadar bahwa yang dicari bukan hanya raja dari suatu daerah bernama Betlehem, Yerusalem, ataupun Romawi, tetapi Raja atas segala raja, Juruselamat umat manusia. 

Nubuat mengenai situasi ketika kelahiran Tuhan Yesus juga sudah ada dalam nubuat Nabi Yeremia. Dicatatkan bahwa pada saat kelahiran-Nya akan ada ratap tangis, seperti saat Rahel yang menangisi anak-anaknya dan menolak untuk dihibur karena tak ada lagi penghiburannya. Lalu bayang-bayang kedatangan Kristus juga ada pada kehidupan Musa. Musa juga dilahirkan saat ada pembunuhan massal bayi-bayi Ibrani oleh Firaun saat itu. Seperti Musa, Tuhan Yesus juga mempunyai misi untuk menyelamatkan umat Allah yang terpilih.

Misi yang dijalankan oleh Tuhan Yesus bukanlah misi yang mudah dan menyenangkan seperti perayaan Natal yang kita lakukan setiap tahun. Kesulitan bahkan kengerian dari misi ini sudah ada sejak misi ini dimulai. Tuhan Yesus lahir di tengah-tengah pembunuhan massal yang dilakukan oleh Herodes. Seorang pelukis yang bernama Peter Paul Rubens melukiskan sebuah lukisan yang berjudul “Massacre of the Innocents” yang merupakan penggambaran dari kondisi tersebut. 

Di dalam lukisan ini, kita dapat melihat kondisi yang begitu mencekam dan mengerikan, di mana mayat bayi-bayi tergeletak dan para ibu berusaha untuk melindungi bayinya dari pembunuhan oleh para prajurit. Ini adalah salah satu situasi “penyambutan” kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini, suasana yang duka dan mengerikan.

Namun kengerian itu tidak hanya berhenti sampai di sana. Di dalam 33,5 tahun hidup Tuhan Yesus, suatu durasi hidup yang sangat singkat untuk seorang manusia, Ia menjalani kehidupan-Nya dengan mengemban sebuah misi kematian. Ia harus menjalani hidup yang penuh dengan tantangan dari berbagai kalangan hingga puncaknya menderita dan akhirnya mati disalib. Penderitaan yang harus Yesus jalani tidak terbayangkan. Ia harus mengalami penyiksaan baik secara fisik maupun mental. Ia disiksa dan juga dihina. Bahkan, kematian yang Ia alami berbeda dengan kematian kita, karena Kristus harus mengalami keterpisahan dengan Sang Bapa. Alkitab mencatat bahwa Ia berteriak, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Ironisnya, Alkitab tidak mencatat Allah Bapa menyahut-Nya apalagi memberikan pertolongan kepada Anak-Nya. Untuk apa Tuhan Yesus menjalankan semua ini? Kita semua pasti mengetahui bahwa misi kematian yang Tuhan Yesus jalankan adalah karya keselamatan bagi kita yang adalah umat pilihan-Nya. Semua ini Ia jalankan untuk menggantikan hukuman atas dosa yang seharusnya kita tanggung, agar kita dapat berdamai kembali dengan Allah.

Kelahiran Sang Raja Semesta di tengah-tengah amukan raja dunia yang begitu rusak adalah gambaran dari dunia yang menolak kehadiran Sang Juruselamat. Ia lahir untuk merestorasi dunia, tetapi dunia menolak-Nya. Namun justru di balik penolakan ini, terdapat harapan satu-satunya bagi umat manusia. Harapan yang akan memberikan kedamaian dan sukacita bagi kita yang percaya kepada Sang Juruselamat tersebut. Karena hanya melalui Juruselamat inilah kita dapat kembali menjadi manusia yang sejati, bahkan kita diangkat menjadi anak-anak Tuhan yang akan hidup kekal bersama-Nya kelak. 

Natal tidaklah sesederhana perayaan dengan hiasan pohon ataupun acara kumpul keluarga. Makna sesungguhnya dari Natal yang kita rayakan setiap tahun tidak datang di dalam situasi penuh kemeriahan, sambutan gegap gempita, atau kesenangan apa pun. Keindahan Natal yang sejati adalah karena ada Sang Raja Semesta yang lahir ke dunia, sehingga umat Allah mempunyai pengharapan, damai, dan sukacita yang sejati. Hari ini, ketika kita kembali memperingati hari Natal, sukacita seperti apa yang kita rayakan? Kiranya kita semua boleh menyadari makna Natal yang sesungguhnya, yaitu lahirnya Sang Raja Damai. 

Thressia Hendrawan

Pemudi FIRES