Ketika Argentina diterpa krisis ekonomi berkepanjangan, sepak bola tampaknya memberi mereka secercah harapan. Pengharapan akan sebuah identitas sebagai negara yang tidak selalu berada “di belakang” dalam perlombaan dunia, dan kini hal itu boleh terwujud melalui kejuaraan World Cup 2022. Sang kapten, Lionel “Leo” Messi, bersama skuad La Albiceleste akhirnya berhasil membawa pulang kembali trofi Piala Dunia ke pangkuan Argentina setelah nyaris empat dekade mereka vakum dari juara. Kali pertama negara Amerika Selatan itu memenangi kejuaraan tersebut adalah pada tahun 1978, dan terakhir pada tahun 1986, tahun di mana gol “Tangan Tuhan” Diego Maradona membawa Argentina masuk ke babak final.
Dengan pencapaian rekor sepanjang hayat, Messi mengguratkan prestasi yang tampaknya akan sulit untuk disaingi oleh pemain lain dalam beberapa dekade ke depan. La Pulga, atau “si kutu” ini berhasil menjadi pemain dengan penampilan terbanyak pada sejarah Piala Dunia, yaitu 26 kali, meruntuhkan pencapaian yang selama ini dipegang Lothar Matthäus dengan 25 kali penampilan; satu-satunya pemain Jerman yang meraih penghargaan FIFA World Player of the Year hingga saat ini (2022). Messi juga merupakan pesepak bola pertama dan satu-satunya yang berhasil meraih penghargaan pemain terbaik Piala Dunia (Golden Ball) sebanyak dua kali hingga saat ini (2022).
Melalui permainan yang gesit, cantik, dan visioner di atas lapangan hijau, Messi sering kali dijuluki sebagai “El Messiah”, atau “The Messiah”, oleh para pecinta sepak bola karena akronim namanya dekat dengan istilah Mesias. Dedikasi seumur hidup yang ia ekspresikan melalui permainan atas si “kulit bundar” ini memang selalu memukau. Wajar bila banyak orang mengagumi dirinya. Apalagi bila kita juga mengetahui bagaimana latar belakang perjalanan hidup Messi yang tidak mudah.
Messi lahir dari keluarga pekerja kelas menengah. Ayahnya hanya seorang manajer pabrik baja, dan harus menghadapi resesi berkepanjangan di Argentina sejak 1980an[1]. Hiperinflasi, devaluasi mata uang Peso dan demonstrasi sering mengisi berita harian di negara tersebut. Keadaan ini berdampak terhadap nasib jutaan kelas pekerja menengah di Argentina, termasuk keluarga Messi pada saat itu. Terkadang mereka menemukan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Belum lagi pada usia 10 tahun, Messi kecil didiagnosis mengidap Growth Hormone Deficiency (GHD). Hal ini menyebabkan tubuhnya tidak dapat bertumbuh lebih jauh selayaknya anak-anak lain pada usianya.
Karier Messi memang dimulai dari permulaan yang sangat sederhana. Ia berjuang untuk menanjak, menerobos segala ketidakmungkinan, keterbatasan, dan ketidakpastian. Ia membawa kembali gairah yang sempat tenggelam di tengah-tengah krisis ekonomi. Suatu sumbangsih yang sangat positif bagi warga Argentina, setidaknya sejenak meringankan beban di hati mereka. Dan bahagia itu adalah ketika mereka masih dapat melihat kebanggaan dan dignitas yang melekat dalam identitas mereka, identitas sebagai orang Argentina yang memiliki El Messi(ah).
Masyarakat tentu menyambutnya dengan gegap gempita dan kesukaan yang besar. Buenos Aires di hari pertandingan final itu dipenuhi dengan warna putih dan biru langit, beserta segala ornamennya, yang menjadi ciri khas dari negara dengan warna bendera yang sama. Setidaknya ada kebanggaan dan penghiburan di tengah kondisi depresi ekonomi dan inflasi hingga 92%[2] di November 2022, setelah pada bulan sebelumnya (Oktober) inflasi menembus angka 88%.
Tetapi, pada saat bersamaan, sebagai seorang Kristen, tentu kita juga bisa merenungkan hal lain melalui peristiwa ini: bila kelak Messi kembali dengan membawa trofi dan disambut oleh jutaan, bahkan puluhan juta warga negara Argentina, bagaimana dengan The true Messiah yang sudah pernah datang, dan yang pasti akan datang kembali itu?
Perjalanan hidupdan karier the Messi(ah) memang terus naik, ia bangkit dari keterpurukan dan menembus segala keterbatasan. Sedangkan The real Messiah merendah, Ia turun dan mengambil semua keterbatasan. La Pulga memang mengagumkan dan membanggakan bagi semua orang Argentina dan para fannya. Pertanyaannya, seberapa membanggakannya El Cristo (Sang Kristus) bagi setiap orang Kristen? Dan terutama, bagi Anda dan saya?
Ia yang pernah mati dan bangkit. Ia yang meninggalkan seluruh kemuliaan sorga dan mengambil rupa menjadi seorang hamba. Ia juga Allah yang berkuasa penuh untuk meruntuhkan dunia, malah mengambil jalan menjadi rentan dan bergantung kepada ciptaan-Nya melalui menjadi seorang bayi.
Namun, pengharapan dan keindahan yang sejati itu sering kali tidak dirayakan. Bahkan Ia pernah disambut dengan upaya pembunuhan yang berujung pada pembantaian. Ribuan bayi harus mati terbunuh di hari kelam ketika Kristus lahir. The real Messiah itu pernah datang, bukan saja tanpa penyambutan yang berarti, melainkan justru disambut dengan ratap dan tangis yang teramat sangat pahit.
Bangsanya sendiri tidak menggubris Dia, dan yang datang kepada kandang kelahiran-Nya hanyalah para gembala (salah satu kelas sosial terendah dalam masyarakat pada masa itu), beserta orang-orang asing, para strangers yang “kafir” dari negeri yang jauh. Kedatangan-Nya yang pertama memang begitu sederhana. Namun justru Ialah sesungguhnya penghiburan yang dinanti-nantikan oleh umat manusia. The true, the one and only, “El Messiah”.
Mungkin berita tentang Kristus sudah menjadi terlalu biasa bagi umat kepunyaan-Nya. Tak jarang juga mungkin kita agak malu untuk membicarakannya dengan orang lain. Pembicaraan yang timbul kadang terasa begitu canggung dan kikuk. Mengapa? Mungkin karena sedalam-dalamnya hati kita “that kind of Messiah” tidak terlalu membanggakan dan asyik untuk dibicarakan, dibahas, digali, didiskusikan, dan diberitakan. Padahal dedikasi Kristus untuk turun adalah sebuah totalitas yang tidak mungkin, dan tidak akan pernah mungkin, untuk dicapai oleh siapa pun di sepanjang zaman.
Mari kita berefleksi. Sama seperti rakyat Argentina dan para fan sepak bola dunia yang memandang dengan bangga dan penuh gairah sukacita terhadap “El Messi(ah)” mereka, apakah kita juga dapat melihat kebanggaan dan dignitas yang jauh lebih besar di dalam identitas kita sebagai orang-orang Kristen yang masih memiliki, dan yang selamanya akan terus dimiliki, oleh The real, The true, and The one and only, “Messiah”?
The real Messiah itu suatu saat pasti akan datang kembali. Dan ketika nanti Ia datang untuk kedua kalinya, saat itu alam semesta dan jagat raya ini pun tak akan sanggup untuk menampung sangkakala dan segala pujian “Hosanna!” yang akan diberikan kepada-Nya oleh bala tentara sorga. Pada hari itulah setiap lutut akan bertelut, dan setiap lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Amin.
Selamat Natal.
Nikki Tirta
Pemuda Cultura Anima, OSG GRII Pusat
Pemuda FIRES
Referensi:
- Bianchi, W., & Soria, H. (2022, December 16). Argentina inflation hits nine-month low; interest rate held steady. Retrieved from reuters.com: https://www.reuters.com/world/americas/argentina-inflation-cools-more-than-expected-november-2022-12-15/ – Diakses pada 19 Desember 2022.
- Gillespie, P. (2022, December 16). Argentina Inflation Spikes to 92% as Economic Growth Picks Up. Retrieved from bloomberg.com: https://www.bloomberg.com/news/articles/2022-12-15/argentina-inflation-spikes-to-92-as-economic-growth-picks-up?leadSource=uverify%20wall – Diakses pada 19 Desember 2022.
- Mundlak, Y., Cavallo, D., & Domenech, R. (1989). Agriculture and Economic Growth in Argentina, 1913-84. International Food Policy Research Institute.
Endnotes:
[1] (Mundlak, Cavallo, & Domenech, 1989).
[2] (Gillespie, 2022); (Bianchi & Soria, 2022).