Buletin PILLAR
  • Transkrip
  • Alkitab & Theologi
  • Iman Kristen & Pekerjaan
  • Kehidupan Kristen
  • Renungan
  • Isu Terkini
  • Seni & Budaya
  • 3P
  • Seputar GRII
  • Resensi
Isu Terkini

Paus Baru: Leo XIV dan Sejarah Gereja

29 Mei 2025 | Joy Milliaan 13 min read

“I was chosen, without any merit of my own, and now, with fear and trembling,” said Pope Leo, “I come to you as a brother, who desires to be the servant of your faith and your joy, walking with you on the path of God’s love, for he wants us all to be united in one family.”

Habemus papam! Gereja Roma Katolik baru saja memilih pemimpinnya yang baru. Setelah berpulangnya Paus Fransiskus satu hari setelah Paskah 2025 karena stroke, Gereja Roma Katolik perlu memilih pemimpin baru. Untuk memilih paus baru, 133 kardinal dari seluruh dunia berkumpul di Vatikan dan mengadakan konklaf terbesar (berdasarkan jumlah kardinal) sepanjang sejarah. Pada hari Kamis, 8 Mei 2025 pukul 6 sore, asap putih keluar dari cerobong Kapel Sistina di Vatikan dan gereja-gereja di Roma membunyikan loncengnya, menandakan terpilihnya penerus dari Rasul Petrus. Kardinal yang dipilih untuk menjadi pemimpin 1,4 miliar umat Roma Katolik adalah Robert Francis Prevost, O.S.A (Order of Saint Augustine). Nama yang dipilih Kardinal Prevost adalah Leo. Seluruh dunia akan mengenalnya sebagai Paus Leo XIV (14). Untuk memahami siapa paus yang baru ini dan bagaimana latar belakang serta pelayanannya membentuk kepemimpinannya, mari kita melihat perjalanan hidup Robert Francis Prevost lebih dalam. 

Pelayanan Robert Prevost dimulai pada tahun 1982 ketika ia ditahbiskan sebagai imam dalam Gereja Roma Katolik. Pelayanan Prevost bisa dibagi berdasarkan dua lokasi, yaitu Peru dan Roma. Paus Leo XIV menghabiskan 13 tahun pertama pelayanannya di Peru sebagai imam di sebuah paroki, seminarian, dan pengurus keuskupan. Setelah pelayanannya di Peru, pada tahun 2001 ia diangkat menjadi prior general (pemimpin tertinggi) dari Ordo Santo Agustinus yang dijabatnya di Roma. Namun, tugas seorang prior general dari OSA tidak hanya dibatasi oleh dinding-dinding Vatikan saja. Pada tahun 2003, Robert Prevost mengunjungi Indonesia, terutama gereja-gereja Roma Katolik di Papua. Kunjungan ini berkaitan dengan ulang tahun pelayanan OSA di Papua. Uskup Timika, Bernardus B. Baru mengatakan bahwa dirinya cukup sering berkomunikasi dengan Kardinal Prevost tentang relasi jemaat gereja Katolik di Papua. 

Setelah dua periode jabatannya sebagai prior general OSA, Robert Prevost diangkat oleh Paus Fransiskus menjadi uskup Chiclayo, Peru. Ia melayani selama 8 tahun dan mendapatkan kewarganegaraan Peru. Maka itu, Paus Leo XIV adalah seorang Amerika Utara berdasarkan tempat lahir, dan seorang Amerika Selatan berdasarkan pelayanan dan kewarganegaraan. Tahun 2023 menandakan kembalinya Robert Prevost ke Roma. Ia diangkat menjadi seorang kardinal oleh Paus Fransiskus dan diberikan posisi penting yaitu Prefect of the Dicastery for Bishops. Posisi ini sangat penting karena berkaitan dengan pengangkatan uskup-uskup di Gereja Roma Katolik sedunia. Pemilihan Kardinal Prevost sebagai paus cukup mengejutkan bagi banyak orang. Nama Robert Francis Prevost tidak muncul sebagai calon kuat untuk posisi Paus. 

Kita mungkin pernah mendengar nama-nama seperti Kardinal Tagle, Parolin, Erdo, atau Pizzaballa. Tetapi tidak pernah Prevost. Reaksi yang cukup umum yang dialami beberapa teman umat Katolik ketika mendengar nama Prevost diumumkan adalah, “Siapa?” Menarik juga ketika melihat bahwa konklaf untuk memilih paus ke-267 ini termasuk singkat. Pada ballot keempat, 2/3 dari 133 kardinal pemilih sudah setuju dengan nama Robert Francis Prevost sebagai paus ke-267. Di balik terpilihnya Paus Leo XIV, ada keunikan lain yang perlu diperhatikan: latar belakang ordo religiusnya yang memiliki akar theologis dan historis yang mendalam.

Mengikuti pola Paus Fransiskus, Paus Leo XIV adalah paus pertama dari ordonya (Fransiskus dari Serikat Yesus dan Leo XIV dari Ordo Santo Agustinus). Dalam Gereja Roma Katolik, ordo adalah komunitas religius dengan kaul publik, aturan hidup, dan karya pelayanan yang khas, contohnya Ordo Serikat Jesuit yang dikenal dengan pendidikan dan karya intelektualnya. Ordo Santo Agustinus (OSA) tidak didirikan langsung oleh Agustinus dari Hippo, melainkan ditetapkan oleh Paus Innocent IV pada abad ke-13 untuk mempersatukan sekumpulan rohaniwan yang hidup berdasarkan Rule of St. Augustine–ditulis oleh Agustinus sendiri dan menuntut sebuah gaya hidup yang memusatkan kasih dalam komunitas Kristen. Karakteristik spiritualitas Agustinian ini bukan hanya penting bagi gereja Katolik, tetapi juga memiliki resonansi theologis bagi umat Protestan Reformed.

Sebelum ordo ini diresmikan oleh paus, sudah sangat banyak biarawan yang hidup berdasarkan aturan-aturan/gaya hidup Agustinian. Beberapa karakteristik utama kehidupan Agustinian adalah kehidupan komunal, spiritualitas holistik yang menekankan kontemplasi dan doa, tanpa menghindari studi dan ibadah. Spiritualitas Agustinian mengajarkan tentang Tuhan yang hidup di hati manusia, maka kehidupan doa dan refleksi sangat sentral dalam ajaran Agustinus. Jemaat Protestan Reformed tentu mengenal Agustinus melalui ajarannya mengenai dosa asal dan bagaimana manusia yang jatuh tidak akan mau mencari Tuhan, anugerah yang sepenuhnya adalah dari Tuhan, dan iman yang adalah hasil dari anugerah (grace). Hal ini sangat erat dengan gereja Reformed yang memegang prinsip sola gratia dan sola fide. Sekarang, kita mengetahui bahwa jembatan antara Agustinus maupun Ordo Santo Agustinus dan gereja Protestan adalah Martin Luther. Sang reformator abad ke-16 itu adalah seorang dosen dan biarawan Agustinian. Dari kehidupannya yang penuh dengan gejolak rohani, rasa tidak bisa apa-apa, dan rasa keberdosaan yang sangat mendalam, kita bisa melihat mengapa Luther sangat mementingkan grace dan faith dalam ajarannya. 

Dalam kepausan ke-267 ini, terjadi sebuah pola yang cukup menggelitik, tetapi bisa jadi bermakna dalam, yaitu seorang kardinal dari Ordo Santo Agustinus (sama seperti Luther) memilih nama Leo, yaitu nama paus yang mengekskomunikasi Luther dari Gereja Roma Katolik. Menarik kesimpulan dari pola ini kemungkinan besar tidak akan membuahkan apa-apa. Paus Leo XIV juga sudah menyatakan bahwa ia mengambil nama Leo terutama karena terinspirasi dari paus Leo sebelumnya. Untuk memahami makna simbolis dan historis dari nama ini, perlu dilihat kembali para paus terdahulu yang memilih nama Leo dan warisan yang mereka tinggalkan.

Nama yang dipilih seorang paus akan mencerminkan masa jabatannya (pontificate) sebagai uskup Roma. Paus Fransiskus memilih nama dari St. Francis of Assisi. St. Francis adalah seorang yang sangat saleh, menjalani kehidupan miskin, mencintai ciptaan Tuhan, serta devosi pada Kristus yang sangat inti. Hal ini dicerminkan oleh Paus Fransiskus selama dua belas tahun silam. Ketika gereja dilihat jauh dari orang miskin dan sakit, Jorge Bergoglio turun dan berusaha untuk memperbaiki gerejanya dengan cara-cara yang terinspirasi juga dari Francis of Assisi. Mengingat adanya keterkaitan kuat antara nama pontifical seorang paus dan tindakan-tindakannya, kita perlu melihat mengapa Kardinal Prevost memilih nama Leo. Paus Leo XIV sudah menyatakan secara publik alasannya memilih nama Leo. Alasan utamanya adalah peringatan akan Paus Leo XIII (1878-1903) dan pekerjaannya yang mendobrak standar dan stigma yang ada pada Gereja Roma Katolik. Sebelum mengenali pekerjaan Leo XIII dan memproyeksikan kepausan Leo XIV, penting untuk melihat paus-paus lain dalam sejarah kepausan yang juga memakai nama Leo.

Kepausan Leo I berlangsung dari tahun 440 sampai 461. Pada masa kepausan Leo I, terjadi konsili ekumenis keempat di kota Kalsedon (sekarang Kadikoy, Turki). Konsili ini sangat penting dalam perkembangan doktrin-doktrin gereja, terutama Kristologi. Surat dari Leo I kepada Flavian, uskup Konstantinopel menjadi dasar bagi definisi Kalsedon yang menjadi hasil dari konsili ini. Kristus adalah satu esensi dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus, Kristus memiliki satu pribadi dengan dua natur, Tuhan dan manusia. Konsili ini dengan tegas menolak Monophysitism dan Nestorianisme. Konsili-konsili ekumenis seperti Nikea, Konstantinopel, dan Kalsedon mendefinisikan iman kita sekarang. Dalam tradisi Protestan dan Reformed, kita menerima warisan agung dari Leo I ini. Karya Leo I yang dipimpin Roh Kudus mungkin bisa mengingatkan kita bahwa kita memiliki banyak sekali kesamaan dengan Gereja Roma Katolik. Maka itu, meskipun nama Leo sering kali mengingatkan kita akan Leo X yang mengekskomunikasi Martin Luther dari Gereja Roma Katolik, ada paus Leo lain yang lebih dahulu yaitu Leo I, yang menjaga gereja Tuhan dari ajaran palsu. 

Namun, tidak semua paus Leo memiliki catatan yang secerah Leo I. Beberapa di antaranya bahkan terlibat dalam kontroversi besar yang membentuk wajah gereja hingga kini. Di antara Leo I dan Leo XIII, terdapat dua paus Leo yang sangat penting dalam sejarah gereja: Leo IX dan Leo X. Fokus dari Leo IX (kepausan 1049-1054) adalah mereformasi gereja yang ia lihat sudah dirusak oleh pernikahan imam, jual beli jabatan gereja, dan penahbisan jabatan gerejawi oleh orang awam. Salah satu hasil penting dari kepausan Leo IX adalah formulasi sistem kardinal dan konklaf, walaupun tidak tuntas pada masa kepausannya. Salah satu pendekatan yang dilakukan Leo IX untuk mereformasi gerejanya adalah memusatkan berbagai aspek kekuasaan di keuskupan Roma. Perlu diingat bahwa pada masa ini, kekristenan dibagi menjadi lima patriarkat/keuskupan besar yang seharusnya setara (Roma, Konstantinopel, Aleksandria, Antiokhia, Yerusalem). Pemusatan kekuasaan pada Roma memperbesar gesekan antara Roma dan gereja-gereja Timur, terutama Konstantinopel. Ditambah dengan kontroversi Filioque, sebuah perpecahan sangat mungkin terjadi. Pada akhir masa kepausan Leo IX di tahun 1054, uskup Roma dan uskup Konstantinopel mengekskomunikasi satu sama lain, dan terpecahlah gereja menjadi gereja Barat dan Timur.

Leo X (kepausan 1475-1521) lebih banyak terlibat kontroversi. Fokusnya pada karya seni dan keindahan tentu mendorong kemajuan kebudayaan Romawi, tetapi memprioritaskan seni dan keindahan dibanding spiritualitas juga menuai kritik. Penjualan surat indulgensi yang korup juga mendorong Gereja Roma Katolik untuk melakukan reformasi internal sebagai bagian dari counter-reformation pada konsili Trente. Hal ini tidak menghentikan Luther dan para reformator lainnya untuk memisahkan diri dari Gereja Roma Katolik dan melakukan reformasi gereja. Tentu, Leo X mengekskomunikasi Martin Luther dan beberapa reformator lain. Dengan berbagai dinamika historis yang menyertai nama Leo, kita bisa memahami bahwa pemilihan nama ini tidak hanya berkaitan dengan masa lalu, tetapi juga membawa harapan bagi masa depan Gereja Roma Katolik.

Sepanjang sejarah, nama Leo identik dengan paus-paus yang menunjukkan kekuatan untuk melindungi gereja mereka. “Leo” dalam bahasa Latin juga berarti singa, hewan yang cukup sering dijadikan metafora untuk Kristus. Namun, bagi Robert Francis Prevost, nama Leo memiliki arti yang berbeda. Paus Leo sebelumnya yaitu Leo XIII mengeluarkan sebuah terbitan kepausan (ensiklik) yang berjudul Rerum Novarum, secara harfiah berarti “tentang hal-hal baru”. Hal baru yang dihadapi Gereja Roma Katolik adalah Revolusi Industri dan industrialisasi. Ensiklik ini ditulis di akhir abad ke-19. Sudah beberapa puluh tahun sejak Revolusi Industri mulai di Eropa dan efek sampingnya sudah mulai terlihat. 

Rerum Novarum ditulis untuk menanggapi isu-isu yang hadir bersama dengan Revolusi Industri. Implementasi mesin-mesin meningkatkan produktivitas berkali-kali lipat, tetapi tidak meningkatkan pendapatan para buruh, tidak memberi jam kerja yang lebih baik, dan terdapat lebih banyak potensi kecelakaan di tempat kerja. Leo XIII menekankan martabat manusia yang ditekan oleh kondisi industrialisasi. Dia juga menulis bahwa salah satu bentuk nyata dari menghargai dignitas para pekerja adalah hak untuk membentuk serikat pekerja. Dia menolak kapitalisme dan juga sosialisme yang tidak dibatasi. Baik eksploitasi manusia dari kapitalisme ekstrem maupun pencabutan hak milik dari sosialisme ekstrem sama-sama tidak menghargai martabat manusia. Maka ia menekankan bahwa negara dipanggil untuk melindungi hak pekerja dan memastikan keadilan lewat undang-undang. Ensiklik Rerum Novarum menjadi fondasi bagi ajaran sosial Gereja Roma Katolik di masa yang akan datang. 

Sepanjang sejarah, nama Leo identik dengan paus-paus yang menunjukkan kekuatan untuk melindungi gereja mereka. “Leo” dalam bahasa Latin juga berarti singa, hewan yang cukup sering dijadikan metafora untuk Kristus.

Banyak ensiklik dari paus-paus berikutnya seperti Quadragesimo Anno (Pius XI), Centesimus Annus (John Paul II) yang merayakan ide-ide di dalam Rerum Novarum. Konten ensiklik Paus Fransiskus yang berjudul Laudato Si juga memiliki kaitan dengan Rerum Novarum. Leo XIV melihat bahwa fenomena dehumanisasi yang dilihat oleh Leo XIII sedang terjadi di tahun 2025 ini. Pada abad ke-21 ini, implementasi Rerum Novarum masih belum sempurna, tetapi dunia dihadapkan dengan kecerdasan buatan terutama generative AI (teknologi yang dapat menciptakan konten seperti teks, gambar, atau video dari pola yang dipelajari dari data yang ada). 

Paus Fransiskus melanjutkan semangat dari Rerum Novarum melalui tanggapannya terhadap AI. Dalam pidatonya kepada negara-negara G7 (Juni 2024), Paus Fransiskus menekankan dua hal penting mengenai AI. Pertama, sebuah masa depan yang mana manusia tidak dapat mengambil keputusan bagi dirinya sendiri akan sangat disayangkan. Menjamin kontrol manusia atas keputusan AI tidak hanya menjamin keamanan, tetapi keberadaan dignitas manusia. Kedua, dalam menanggapi peperangan yang masih terjadi, Paus Fransiskus menekankan bahwa mesin tidak pernah boleh memutuskan untuk mengambil nyawa manusia.  

Leo XIV terlihat akan melanjutkan proyek ini, tentu dengan gayanya sendiri. Penekanan pada Rerum Novarum menunjukkan bahwa Leo XIV akan melanjutkan proyek Paus Fransiskus dan Leo XIII dalam aspek theologi sosial dan fokus pada perdamaian dunia. Dalam pidato minggu pertamanya di Vatikan, Leo XIV langsung menuntut perdamaian di Ukraina, gencatan senjata di Gaza, dan berhentinya konflik antara India dan Pakistan. Bisa dilihat bahwa perdamaian dunia adalah salah satu proyek besar dan utama dari Leo XIV. Proyeksi lain bagi kepausan Leo XIV adalah fokusnya terhadap kasih kepada Tuhan dan kepada sesama. Hal ini dibangun dari theologi Agustiniannya dan juga peninggalan dari Paus Fransiskus yang menekankan kasih dan belas kasihan. 

Meskipun merupakan seorang binaan dari Paus Fransiskus, Robert Prevost juga adalah orang yang berhasil mendapatkan dukungan dari para kardinal konservatif atau anti-Fransiskus. Fokus Paus Fransiskus pada theologi sosial dan mendorong inklusivitas gereja meninggalkan ambiguitas dogma-dogma pada iman Katolik. Identitas Leo XIV sebagai seorang paus dari Ordo Santo Agustinus membuka peluang bagi sebuah gereja Katolik yang lebih tegas mengenai doktrin. Di tengah latar belakang ini, muncul satu pertanyaan penting bagi kita umat Protestan: bagaimana seharusnya kita memandang peran paus dan Gereja Roma Katolik saat ini?

Penekanan pada Rerum Novarum menunjukkan bahwa Leo XIV akan melanjutkan proyek Paus Fransiskus dan Leo XIII dalam aspek theologi sosial dan fokus pada perdamaian dunia. Dalam pidato minggu pertamanya di Vatikan, Leo XIV langsung menuntut perdamaian di Ukraina, gencatan senjata di Gaza, dan berhentinya konflik antara India dan Pakistan.

Tanggapan Umat Protestan

Gereja kita tidak memiliki pemimpin seperti paus yang ada di Vatikan. Pemerintahan gerejawi di Protestanisme jauh berbeda dibanding Gereja Roma Katolik. Terdapat banyak sinode dengan struktur kepemimpinannya masing-masing, seperti presbyterian-synodal, episcopal, congregational, dan lain-lain. Melihat posisi kepausan sekarang, bagaimana kita menanggapinya? Gereja Roma Katolik sekarang sudah banyak berubah dibandingkan Gereja Roma Katolik yang dihadapi para reformator. Para paus di beberapa dekade terakhir cukup aktif dalam mengkritisi dan memperbaiki penyelewengan, pelecehan, dan kerusakan yang ada dalam Gereja Roma Katolik. Sekarang, diestimasikan ada 1,4 miliar orang Roma Katolik di seluruh dunia, sebuah angka yang sangat dekat dengan populasi RRC (1,41 miliar) dan India (1,43 miliar, negara dengan populasi terbesar di dunia). Ditambah puluhan hingga ratusan juta orang non-Katolik yang melihat kepausan sebagai petunjuk moral bagi kehidupan mereka. 

Gereja Roma Katolik adalah sebuah kekuatan politik yang perlu diakui keberadaannya. Ia juga adalah salah satu benteng dari iman Kristen. Mengingat definisi Kalsedon yang dipengaruhi besar oleh Leo I, seorang paus dari ordo yang sama seperti Martin Luther, serta ulang tahunnya Pengakuan Iman Nikea ke-1.700, kita bisa melihat kekayaan theologi yang kita miliki bersama-sama dengan Gereja Roma Katolik. Keseriusan seorang paus dalam menekankan doktrin dari konsili ekumenis tentang Allah Tritunggal dan Kristologi juga adalah hal positif bagi kita di gereja Protestan. 

Seperti yang dikatakan Paus Leo XIV, “The Church is holy not because of our actions but because her head is Christ himself. Our task is to live in conformity with Him, not to shape the Church in our own image.” Gereja itu kudus bukan karena pekerjaan kita, tetapi karena kepalanya adalah Kristus sendiri. Tugas kita adalah hidup seturut dengan Kristus, bukan membentuk gereja berdasarkan gambar kita sendiri. Melihat ke depan, mungkin harapan kita sebagai umat Protestan adalah melihat Gereja Roma Katolik yang tetap kuat dalam ajaran sosialnya tanpa mengompromikan doktrin yang alkitabiah.

Joy Milliaan

Pemuda GRII Kelapa Gading

Tag: augustinian, ekumenis, Leo XIV, Roma Katolik, sejarah gereja

Langganan nawala Buletin PILLAR

Berlangganan untuk mendapatkan e-mail ketika edisi PILLAR terbaru telah meluncur serta renungan harian bagi Anda.

Periksa kotak masuk (inbox) atau folder spam Anda untuk mengonfirmasi langganan Anda. Terima kasih.

logo grii
Buletin Pemuda Gereja Reformed Injili Indonesia

Membawa pemuda untuk menghidupkan signifikansi gerakan Reformed Injili di dalam segala bidang; berperan sebagai wadah edukasi & informasi yang menjawab kebutuhan pemuda.

Temukan Kami di

google play   facebook   instagram

  • Home
  • GRII
  • Tentang PILLAR
  • Hubungi kami
  • PDF
  • Donasi

© 2010 - 2025 GRII