“Kalau ngomong tentang sains, lebih baik kita jangan bawa agama ke dalamnya!” Kalimat ini sering kali kita dengar. Celakanya, banyak dari kita bahkan memiliki mindset seperti ini. Bukankah kita, sebagai orang Kristen, tetap harus objektif ketika berbicara tentang sains? Kita harus netral, bukan bicara dari pandangan orang Kristen, tetapi bicara tentang data yang ada, dari hasil eksperimen yang ada.
Apakah dengan tidak membawa kepercayaan kita ke dalam dunia ilmiah, kita menjadi netral? Dalam artikel singkat ini, penulis ingin menyatakan bahwa pada dasarnya, sains tidak netral karena bergantung kepada sang peneliti yang juga tidak netral. Selanjutnya, penulis ingin menunjukkan apa yang seharusnya menjadi sikap kita, pemuda-pemudi Kristen, ketika berbicara tentang sains.
Apakah Sains Netral?
Sains dikembangkan oleh manusia berdosa yang tidak mungkin netral. Sebagai ciptaan, manusia hanya memiliki dua pilihan: melayani dan taat pada kehendak Tuhan atau melayani diri sendiri. Tidak ada pilihan netral yakni tidak melayani Tuhan dan tidak melayani diri. Karena itu, sains yang merupakan bentuk eksplorasi dan pembelajaran manusia tidak mungkin netral, jika sains tidak penuh kesadaran yang ditujukan untuk menggenapkan kehendak Tuhan maka sains akan hadir dalam bentuk pemuasan keberdosaan manusia.
Alkitab menyatakan bahwa “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya” (Mzm. 19:1). Segala ciptaan Tuhan yang kita pelajari di dalam sains, seharusnya membawa kita untuk memuji Tuhan lebih lagi, karena alam menceritakan kebesaran kemuliaan Allah. Apakah kita melihat Allah lebih jelas dan nyata melalui pembelajaran sains yang lebih dalam? Apakah kita lebih kagum kepada Tuhan ketika lebih belajar? Ataukah kita semakin melihat seluruh tatanan dunia ini semakin lepas dari Allah? Bukankah hal itu sudah berarti kita memakai pengetahuan yang kita miliki untuk menggeser Sang Pencipta, yang juga berarti melawan Dia?
Yuri Gagarin adalah astronot Rusia yang merupakan manusia pertama yang melakukan perjalanan ke luar angkasa (dan juga yang pertama kali mengorbit bumi, dua-duanya pada tahun 1961). Ini merupakan satu hasil karya ilmiah yang begitu mutakhir pada zaman itu. Nikita Khrushchev, pemimpin Uni Soviet pada saat yang sama, menyatakan bahwa kita tidak dapat melihat Tuhan di bumi dan bahkan ketika Gagarin pergi ke luar angkasa, dia pun tidak melihat adanya Tuhan.[1] Khrushchev adalah seorang atheis, dia tidak takluk kepada Tuhan; dia justru memakai keterbatasannya sebagai ciptaan Tuhan untuk melawan Tuhan.
Terlebih lagi, banyak sekali riset ilmiah yang dikerjakan di dunia pada zaman ini memiliki agenda-agenda tertentu. Seorang Inggris dengan tepat mengatakan, “Ilmu dibuat oleh orang-orang dengan maksud dan ambisi orang-orang tersebut, didanai oleh pemerintah dan perusahaan dengan agenda masing-masing.”[2] Mari kita mengambil contoh salah satu sumber dana scientific research yang paling besar yaitu militer. Pada awal abad ke-20, kita melihat negara berlomba-lomba untuk memiliki keunggulan dalam militer. Sejarawan memberikan nama untuk fenomena ini: arms-race. Hasilnya, banyak sekali hasil ilmiah sampai sekarang yang dikerjakan untuk militer; dari ultrasound yang dipakai untuk mendeteksi kapal selam dalam Perang Dunia I sampai pada bom atom dalam Perang Dunia II. Atas kehendak siapakah ilmu itu dikembangkan? Untuk apakah ilmu pengetahuan yang diperoleh tersebut? Akan dipakai untuk apa teknologi yang dikembangkan? Untuk memberikan kemenangan kepada negara yang memilikinya. Ilmu dan teknologi yang dikembangkan memiliki maksud tertentu dan dengan demikian tidak netral, pemikiran menggenapkan kehendak Allah di dunia ini atau untuk menggenapkan kehendak yang lain yang bukan Allah.
Pada bagian ini, penulis ingin menutup dengan menyatakan bahwa banyak orang yang beranggapan bahwa kalau kita membawa iman Kristen kita ke dalam dunia sains, kita tidak netral dan bias. Akan tetapi, mereka tidak sadar bahwa mereka pun tidak netral dan banyak sekali riset-riset yang dikerjakan dengan “ada maunya”. Jadi, kita seharusnya mengerjakan riset sesuai maunya siapa? Bagaimana orang Kristen berperan dalam sains?
Apa sih yang Dipelajari melalui Sains?
Sebelum kita masuk pada bagaimana kita bersikap terhadap sains, kita terlebih dahulu harus mengerti apa yang kita pelajari melalui sains. Melalui fisika, kimia, biologi, dan cabang-cabang lainnya, apa yang sebenarnya kita pelajari?
Ketika penulis belajar tentang gaya gravitasi pertama kalinya, sang guru bercerita tentang Isaac Newton. Dia mengatakan bahwa Newton mendapat pencerahan tentang adanya gaya gravitasi melalui apel yang jatuh dari pohon. Hari itu penulis terus merenungkan bagaimana sebuah apel yang jatuh dapat membuat Newton mengerti tentang adanya gaya gravitasi. Yang ditemukan Newton bukanlah hanya sekadar apel yang jatuh ke bawah, tetapi adanya keteraturan alam (regular) di mana kalau dicoba berapa kali pun, apel akan selalu jatuh ke bawah karena gaya gravitasi bumi. Dengan mengobservasi dan mempelajari alam, ilmuwan mencari keteraturan-keteraturan dan prinsip-prinsip alam satu demi satu.
Beberapa keteraturan dapat dideskripsikan secara kuantitatif dengan tepat (pastinya dengan eror yang sangatlah kecil). Misalnya percepatan (acceleration) benda di bumi yang jatuh ke bawah adalah selalu 9,81 m/s2
atau konstanta Avogadro adalah selalu 6,022 x 1023. Tetapi beberapa keteraturan lainnya akan dapat terlihat hanya ketika kita mempelajari sampel dengan jumlah yang cukup besar. Misalnya, Mendel mempelajari hasil pembuahan parental cross antara biji berwarna hijau dan biji berwarna kuning (dominant: kuning, recessive: hijau). Pembuahan tersebut menghasilkan 6.022 biji berwarna kuning dan 2.001 biji berwarna hijau.[3] Melalui hasil eksperimen ini dan beberapa hasil pembuahan lainnya, Mendel menyimpulkan rasio antara pembuahan yang mengikuti dominant dan recessive adalah selalu 3:1. Setiap ilmuwan percaya adanya keteraturan dan mereka semua mencari keteraturan-keteraturan atau prinsip-prinsip yang dapat menjelaskan tentang fenomena alam yang ada di sekeliling kita.
Keteraturan yang ditemukan adalah bersifat regular. Dalam bahasa Indonesia, keteraturan ada karena adanya peraturan atau hukum. Dalam bahasa Inggris, Merriam-Webster Dictionary mengartikan kata regular sebagai demikian: “formed, built, arranged, or ordered according to some established rule, law, principle, or type.”[4] Kita melihat hasil karya ilmiah banyak sekali yang disebut hukum (law) seperti Newton’s law, Avogadro’s law, dan Mendel’s law. Terlebih lagi, setiap ilmuwan bergantung kepada keteraturan-keteraturan tersebut dalam pembelajarannya. Kalau tidak ada peraturan alam, mengapa susah-susah memikirkan, mempelajari, mengobservasi, melakukan eksperimen, menulis persamaan?
Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa fenomena-fenomena yang regular yang dipelajari para ilmuwan adalah pekerjaan dan komitmen Tuhan kepada manusia. Bayangkan kalau Tuhan tidak memberikan keteraturan demi keteraturan yang ada. Perbedaan gaya gravitasi dapat membuat bangunan roboh, pesawat jatuh, dan kapal laut tenggelam! Semuanya akan menjadi kacau. Tuhan mengikatkan diri-Nya dan berkomitmen pada keteraturan-keteraturan yang dicipta-Nya. Dia berjanji kepada Nuh, “Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam” (Kej. 8:22). Pemazmur berkata:
“Ia menyampaikan perintah-Nya ke bumi;
dengan segera firman-Nya berlari.
Ia menurunkan salju seperti bulu domba
dan menghamburkan embun beku seperti abu.
Ia melemparkan air batu seperti pecahan-pecahan.
Siapakah yang tahan berdiri menghadapi dingin-Nya?
Ia menyampaikan firman-Nya, lalu mencairkan semuanya,
Ia meniupkan angin-Nya, maka air mengalir.” (Mzm. 147:15-18)
Firman Tuhan memerintah siang dan malam, panas dan dingin, hujan dan angin. Sesungguhnya dengan mempelajari peraturan alam (natural law), kita mempelajari firman Tuhan. Kita dapat melihat Tuhan yang bukan hanya mencipta dan setelah itu membiarkan ciptaan-Nya berjalan sendiri, tetapi Dia juga yang menopang (providence of God). Vern Poythress menganggap sains sebagai jendela kepada hikmat Tuhan (wonderful window onto God’s wisdom).[5] Johannes Kepler dengan tepat mendeskripsikan sains sebagai memikirkan pikiran-pikiran Allah (to think God’s thoughts after Him).
Bagaimana Kita Harus Bersikap terhadap Sains?
Sains selalu berkembang. Dalam perkembangannya, sangat mungkin pengertian yang baru menggeser pengertian yang lama. Misalnya orang pada zaman Abad Pertengahan percaya bahwa bumi adalah pusat alam semesta (geocentric). Setelah itu, Nicolaus Copernicus menyatakan bahwa matahari adalah pusat alam semesta, dan bumi beserta planet-planet lainnya berputar mengelilingi matahari (heliocentric). Setelah berabad-abad, beberapa ilmuwan pada abad ke-21 mengajukan satu sistem yang bahkan berbeda lagi. Bukan hanya bumi mengelilingi matahari, tetapi matahari pun bergerak (vortex solar system).[6]
Apa yang sesungguhnya kita sebagai manusia ketahui? Mungkin hanya sepercik air dari seluruh samudra hikmat Tuhan. Ini berarti bahwa setiap ilmuwan seharusnya tidak melihat dirinya sebagai penguasa tertinggi atas penelitiannya. Kita seharusnya melakukan penelitian ilmiah dalam kerendahan hati kepada Allah Pencipta dan Pemelihara segala sesuatu. Jangan sekali-kali kita berpikir bahwa kita mengetahui segalanya, bahkan lebih daripada Tuhan. Tuhan pernah menantang Ayub, “Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!” (Ayb. 38:4). Ayub tidak sedang menyombongkan diri di hadapan Tuhan, tetapi kalimat ini mengajarkan kita untuk lebih rendah hati dan takut akan Allah. Salomo yang dijuluki orang paling berhikmat pun mengatakan bahwa “Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian” (Ams. 9:10).
Pembelajaran kita sungguh bergantung kepada Tuhan. Dari objek pembelajaran kita yaitu ketetapan yang merupakan komitmen Tuhan, sampai diri kita yang merupakan ciptaan Tuhan, kita bergantung kepada Tuhan sepenuhnya. Mari kita belajar mengerti sains bukanlah sebagai suatu hal yang netral. Mari kita sebagai pemuda-pemudi Kristen menjadi saksi Tuhan, dengan rendah hati dan takut akan Tuhan menjalankan penelitian kita hari demi hari. Biarlah dari sikap kita terhadap sains, orang di dunia boleh datang kepada Tuhan, memberikan kemuliaan yang sebenarnya milik Tuhan!
Ezra Yoanes Setiasabda Tjung
Pemuda PRII Hong Kong
Endnotes:
[1] “I am proud of the charges that brought Yuri Gagarin into Orthodoxy.” Interfax-Religion. Web. Available at: http://www.interfax-religion.ru/orthodoxy/?act=interview&div=73&domain=1. Terjemahan bebas penulis.
[2] “Scientists Can’t Claim to Be Neutral about Their Discoveries.” The Conversation. Web. Available at: http://theconversation.com/scientists-cant-claim-to-be-neutral-about-their-discoveries-23798. Terjemahan bebas penulis.
[3] McClean, Phillip. “Mendelian Genetics.” North Dakota State University. Web. Available at: http://www.ndsu.edu/pubweb/~mcclean/plsc431/mendel/mendel1.htm. Sumber Data.
[4] Merriam-Webster Dictionary. Availabe at: http://www.merriam-webster.com/dictionary/regular.
[5] Poythress, Vern S. Redeeming Science: A God-centered Approach. Wheaton, IL: Crossway, 2006. Print.
[6] Ide ini belum tentu benar, karena masih dalam perdebatan dan banyak sekali kritik-kritik yang dilontarkan kepada pemikiran vortex solar system.