Aku dan Tubuh Kristus

Wah, aku tidak mau ah, datang ke gereja itu. Di gereja itu aku sama sekali tidak disambut. Tidak ada yang mengajakku berbicara, tidak ada yang menegurku. Hanya ada beberapa orang saja yang menghampiri, berkenalan, namun kembali menjauh. Jauh lebih enak di gereja sana. Di sana aku disambut dengan sangat ramah oleh bagian penyambutan. Setelah disambut, aku pun sangat diperhatikan, ditanya bagaimana kabarku, dikunjungi, dan lain-lain.” Bukankah hal ini menjadi potret kehidupan dalam mencari sebuah gereja saat ini? Banyak sekali orang yang mencari gereja untuk mencari relasi, rekan bisnis, pasangan hidup, perhatian, ataupun suatu fasilitas yang ditawarkan kepada orang-orang yang bergabung di dalamnya. Kita mungkin mengatakan bahwa hal-hal seperti itu dialami oleh orang-orang yang masih baru di dalam mengenal Kristus, dan bukan kita.

Bagaimana dengan aktivis gereja, aktivis persekutuan mahasiswa, bahkan majelis, yang sudah lama berada di dalam suatu gereja dan ketika menghadapi suatu masalah, merasakan bahwa tidak ada seorang pun yang menolong atau membantunya kemudian meninggalkan gereja tersebut dan pindah ke gereja lain untuk mendapatkan saudara seiman yang “lebih baik”? Bukankah ini juga merupakan potret kehidupan bergereja saat ini: bergereja untuk diperhatikan?

Berbeda sekali dengan cara hidup gereja mula-mula yang digambarkan dalam Kisah Para Rasul 2:41-47. “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” (Kis. 2:42). Mengapa di dalam bagian ini kita melihat kehidupan bergereja yang sangat indah, di mana sesama jemaat Tuhan benar-benar merasakan kehidupan bergereja. Apakah semua orang Kristen mengingini kehidupan bergereja seperti jemaat mula-mula? Saya rasa sebagian besar dari kita menginginkannya. Namun apakah kita mau terlibat dalam kehidupan bergereja seperti jemaat mula-mula? Saya rasa untuk pertanyaan kedua, beberapa di antara kita akan mundur perlahan-lahan dan mengatakan: “Mengapa saya harus terlibat di dalamnya? Saya tidak punya waktu untuk itu. Bagi saya, datang ke gereja, duduk, dan mendengarkan firman itulah yang penting dalam kehidupan bergereja. Waktuku masih harus kugunakan untuk berbagai kegiatan penting yang lain.”

Sebenarnya apa yang mendorong kita datang ke gereja? Apakah benar kita mencari Tuhan? Ataukah mencari sesuatu yang lain? Jika mencari Tuhan, mengapa banyak orang datang dan pergi dari suatu gereja karena kecewa dengan manusia? Jika mencari manusia, mengapa banyak orang yang juga datang dan pergi dari suatu gereja karena tidak menemukan kebenaran firman Tuhan?

Di dalam bukunya, Kerajaan Allah, Gereja, dan Pelayanan, Pdt. Dr. Stephen Tong mengatakan, “Definisi Gereja yang terbaik tercantum di dalam 1 Petrus 1:2 ‘yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya….’ Gereja adalah orang yang dipilih sesuai kehendak Allah Bapa dan dikuduskan oleh Roh Kudus agar taat kepada Kristus, setelah dibersihkan oleh darah Kristus.” Kemudian Pdt. Dr. Stephen Tong menegaskan bahwa jika ketiga pengalaman ini belum dialami, maka ia bukanlah gereja yang sesungguhnya.

Dari definisi di atas jelaslah bahwa: Pertama, Gereja merupakan umat pilihan Allah yang bersama-sama memiliki fokus untuk hidup taat kepada Kristus. Namun, sering kali di dalam kehidupan bergereja, fokus untuk taat kepada Kristus bergeser. Fokus kita bukan lagi untuk taat kepada Kristus, melainkan bergeser kepada pemenuhan keinginan diri kita masing-masing. Kita menjadi ingin diperhatikan, ingin didengar, ingin dibesuk, ingin didoakan, bahkan ingin dipuji dan dilihat baik dalam kehidupan bergereja. Bukankah ini menjadi hal yang sudah melenceng di dalam kehidupan bergereja yang seharusnya berfokus pada Kristus?

Kedua, Gereja merupakan umat pilihan Allah, berarti Tuhan memilih umat/sekumpulan orang dan bukan satu orang. Ini yang akhirnya membuat keunikan tersendiri di dalam kehidupan bergereja, di mana setiap pribadi dengan segala keunikannya hidup bersama-sama dengan anggota lainnya untuk berfokus pada Kristus. Keunikan pribadi ini menghasilkan perbedaan di dalam gereja. Ada yang diberikan talenta di bidang musik, ada yang pintar berkhotbah, ada yang pintar menulis, dan lain-lain. Dalam perbedaan karakter, ada yang suka bergaul, ada yang tidak terlalu suka bergaul, ada yang ceria, ada yang relatif lebih cuek, dan lain-lain. Namun di balik semua perbedaan, ada sesuatu yang mengikat perbedaan-perbedaan ini, yaitu bersama-sama fokus untuk taat kepada Kristus sebagai tujuan bersama.

Di dalam buku Paulus, Pemikiran Utama Theologinya, Herman Ridderbos mengatakan bahwa sebutan paling khas bagi Gereja di dalam tulisan Paulus adalah “tubuh Kristus”. Konsep Gereja sebagai tubuh Kristus muncul paling eksplisit di dalam 1 Korintus 12:27, “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya.” Banyak hal sebenarnya yang dapat kita tarik dari pengertian tubuh Kristus itu sendiri, di antaranya:

1.      Sebutan Gereja sebagai tubuh Kristus tidak pertama-tama dimaksudkan untuk menyatakan kesatuan dan keberagaman di dalam gereja, tetapi untuk menunjukkan kesatuannya di dalam dan dengan Kristus.

Banyak dari kita beranggapan bahwa di dalam persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus terdapat banyak sekali perbedaan maupun persamaan yang terjadi, contohnya: talenta, karakter, sifat, minat, dan lain-lain. Perbedaan atau persamaan inilah yang kita katakan sebagai ciri dari tubuh Kristus. Tetapi sesungguhnya, Gereja tidak disebut sebagai tubuh Kristus karena komunitas yang terjadi, melainkan disebut tubuh Kristus karena dipilih di dalam Kristus.

2.      Yang disebut tubuh Kristus itu bukan hanya sekumpulan orang percaya yang pernah melihat dan tinggal dekat dengan Yesus, namun disebut tubuh Kristus karena kumpulan orang-orang percaya ini sama-sama telah berada dalam sejarah penebusan.

Tubuh Kristus tersebar di dalam seluruh sejarah umat manusia yang panjang. Kita dan Abraham serta Musa berada dalam satu tubuh. Kita sama-sama telah dipilih sebelum dunia dijadikan, sama-sama telah dipilih untuk diselamatkan, dan tidak berhenti di situ, melainkan bersama-sama pula berjuang mencari kehendak Tuhan dan bersama-sama menghidupinya untuk Tuhan.

3.      Konsep tubuh Kristus juga dapat dilihat dalam Roma 12:5 “demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus…..”

“Kita” yang banyak di sini (kumpulan orang percaya) akhirnya membentuk kesatuan yang baru di dalam Kristus. Kumpulan orang percaya ini tidak berdiri sendiri sebagai satu komunitas yang berdiri sendiri, melainkan bersama dengan Kristus membentuk satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan. Komunitas orang percaya dengan Kristus inilah yang disebut sebagai tubuh Kristus.

4.      Gereja hanya dapat menyatakan diri sebagai tubuh Kristus berkat anugerah Roh Kudus yang Kristus berikan kepada tubuh-Nya.

Di dalam 1 Korintus 12:13 dikatakan, “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dalam satu Roh.” Ayat ini tidak mengatakan bahwa untuk menjadi satu tubuh harus dibaptis dengan air terlebih dahulu (bukan baptisan air yang menjadikan kita satu tubuh). Maksud ayat ini adalah baptisan Roh. Hanya dengan baptisan Roh, kita dapat tergabung di dalam tubuh Kristus. Roh Kudus adalah pengikat tubuh (Gereja) dengan Kepalanya (Kristus).

5.      Di bagian lain dalam 1 Korintus 10:17 dikatakan, “Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu.” Kesatuan gereja ditunjukkan dengan cara kita mengambil bagian dalam roti itu.

Bagian ini berbicara tentang dua arti tubuh, yakni: tubuh dan darah Kristus yang diserahkan saat kematian Kristus, dan gereja yang disebut sebagai satu tubuh. Orang percaya tidak dapat bersama-sama membentuk satu tubuh karena mereka adalah anggota satu sama lain. Tetapi karena mereka adalah anggota Kristus maka orang percaya dapat disebut satu tubuh di dalam Kristus.

Hal di atas jelas tidak melihat perbedaan yang ada sebagai sesuatu hal besar yang harus disoroti. Justru sebaliknya, satu tubuh di dalam Kristus merupakan satu hal besar sebagai landasan untuk bersama-sama memfokuskan diri agar hidup bagi Kristus yang adalah Kepala tubuh itu sendiri. Perbedaan justu membuat keberagaman dalam tubuh Kristus. Alkitab tidak pernah mendiskusikan perbedaan per se, tanpa dikaitkan dengan bagaimana perbedaan tersebut harus digunakan untuk melayani Kristus dan membangun tubuh-Nya.

Jadi, bagaimana dengan pertanyaan-pertanyaan kita di awal mengenai mengapa saya merasa tidak diperhatikan di dalam gereja? (Mengapa saya tidak merasa diterima di dalam satu lingkungan gereja, mengapa permasalahan yang saya hadapi tidak ada yang membantu, dan lain-lain.) Mari kita bersama-sama mengecek ulang setiap pertanyaan yang kita ajukan. Mari kita tidak melihat kepada diri kita sebagai subjek atau fokus dalam kehidupan bergereja. Fokusnya bukan kepada diri kita, melainkan kepada Kristus yang adalah Kepala tubuh. Ketika hidup kita berfokus kepada Kristus yang adalah Kepala tubuh, tentu akan berimplikasi secara langsung terhadap hubungan kita dengan anggota tubuh Kristus yang lain. Ketika hubungan vertikal kita dengan Kristus terjalin dengan baik, tentu hubungan horizontal kita dengan sesama anggota tubuh Kristus akan terjalin dengan baik pula. Oleh karena itu, mari kita membuang segala keegoisan kita, segala keakuan kita dalam berelasi, dan bersama-sama berfokus untuk hidup taat kepada Kristus yang adalah Kepala tubuh. Marilah kita bersama-sama belajar untuk saling membangun dengan berfokus kepada Kristus dan bukan kepada diri. Marilah kita sama-sama bersyukur dan menghargai Gereja sebagai tubuh Kristus sehingga nama Tuhan saja yang dipermuliakan. Soli Deo Gloria.

Albert Kurniawan

Pemuda GRII Pusat