Alkitab Dasar KEHIDUPAN Orang Kristen?

Istilah “wahyu” bukanlah suatu istilah yang asing di telinga kita. Buletin Pillar selama dua bulan terakhir ini telah membahas tema ini secara panjang lebar. Dikatakan bahwa wahyu adalah penyataan Allah akan diri-Nya, baik melalui cara yang supranatural maupun melalui ciptaan-Nya (natural); di mana yang pertama disebut Wahyu Khusus, dan yang kedua disebut Wahyu Umum. Kedua wahyu ini tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain dalam satu kesatuan dan perbedaannya.

Kedua wahyu ini harus dilihat seperti dua sisi dari satu koin yang sama. Analogi ini dapat menolong kita di dalam mengerti perbedaan dan kesatuan (ketidakterpisahan kedua element) dari wahyu. Namun hal ini tidaklah cukup untuk membahas relasi dari kedua wahyu itu.

Di dalam artikel bulan Juli yang ditulis oleh Aries Chandra Kencana, dituliskan bahwa wahyu khusus di dalam dunia yang jatuh memiliki satu sifat redemptive yang tidak didapatkan pada wahyu umum. Di lain pihak, wahyu umum adalah playground dari wahyu khusus. Wahyu khusus yang memiliki sifat redemptive tidak pernah dinyatakan lepas dari wahyu umum sebagai media penyampainya, di mana wahyu umum merupakan yang paling pertama kali di-redeem dengan hadirnya wahyu khusus. Melalui jalan inilah wahyu khusus dapat benar-benar menjadi wahyu khusus dan wahyu umum dapat ditebus menjadi benar-benar wahyu umum. Wahyu umum, yang memang tidak akan pernah membawa seorang manusia untuk bertemu dengan keselamatan dari Allah, adalah tempat kehadiran penyataan karya keselamatan itu sendiri kepada manusia; Karena Tuhan Sang Pemberi anugerah keselamatan itu yang memilih untuk menyatakan diri-Nya melalui alam ciptaan-Nya. Saving grace is not manifested in nature, but it is the God of saving grace who manifests himself by means of nature (VanTil, In Defense of the Faith volume 1; The Doctrine of Scripture, hal. 3).

Salah satu contoh nyata yang paling mendasar di dalam melihat otoritas definitatif dan kedekatan dari wahyu khusus terhadap wahyu umum adalah Firman yang telah menjadi daging. Dia adalah Yesus Kristus, Anak Allah, pribadi kedua dari Allah Tritunggal. Sang Firman, yang adalah Allah (Yoh. 1:1), turun ke dalam dunia dan mengambil rupa seorang manusia berdosa (NASB: Rm. 8:3 … in the likeness of sinful flesh…). Inilah wahyu khusus Allah yang paling ultimat yang telah dinyatakan kepada manusia di dalam kesementaraan dan keterbatasannya. Keilahian Kristus sama sekali tidak diganggu oleh keduniawian dari tubuh-Nya yang Ia pakai di dalam dunia ini. Justru melalui kehadirannya lewat tubuh yang berdosa ini, Kristus yang ilahi, yang tidak bisa dimengerti sedikit pun oleh manusia yang berdosa, mulai dapat dilihat keindahan-Nya dalam wujud yang riil yang berelasi dengan manusia yang terbatas. Kristus adalah dasar dan penyataan dari hubungan wahyu umum dan wahyu khusus yang paling sempurna.

Melalui wahyu khusus yang adalah Sang Firman itulah manusia memperoleh keselamatan dan mendapatkan hidup yang baru. Yang lama sudah berlalu, yang baru sudah datang. Hidup yang baru ini kemudian dinyatakan dengan adanya suatu kerinduan untuk mencintai Tuhan. Kerinduan kita akan mencintai Tuhan harus ternyatakan di dalam kerinduan kita untuk mengenal Dia. Kerinduan ini tidak akan dapat terpenuhi apabila kita tidak pernah mau belajar mengenal kehendak-Nya yang telah Ia nyatakan melalui media yang Ia telah tentukan, Alkitab. Pengenalan Alkitab sendiri pun tidak boleh hanya berhenti di poin kognitif, namun poin itu harus menguasai seluruh aspek hidup kita yang disetir oleh rasio, kehendak, dan emosi kita. Secara singkat, seluruh hidup ini harus dapat direlasikan dengan seluruh kebenaran di dalam Alkitab.

Jika demikian, apakah itu berarti SELURUH detail hidup ini HARUS dilihat dari kacamata Alkitab? Tidakkah ini terlalu sempit? Dengan berani kita harus mengatakan HARUS, dan ini bukanlah hidup sempit, tapi simply living a normal, thus righteous, life. Hal ini dikarenakan hanya melalui Alkitab, yang diturunkan melalui pelayanan dari para nabi dan para rasul, Allah memilih untuk menyatakan diri-Nya secara langsung di dalam konteks zaman ini (dikutip dari Calvin oleh Cornelius VanTil, In Defense of The faith vol. 1, hal. 15). Maka adalah hal yang benar apabila dikatakan bahwa Alkitab adalah satu pewahyuan Allah yang dengan absolut diperlukan; karena di dalam setiap kejelasannya ia memiliki otoritas penuh atas seluruh aspek hidup umat Allah. Otoritas ini dinyatakan dalam bentuk kecukupan anugerah dan tuntutan karya keselamatan Kristus bagi seluruh umat Allah sampai akhir zaman (yang merupakan main theme dari sejarah seluruh umat manusia).

Membaca hal yang di atas mungkin kita akan mencibir, “Ngomong sih gampang… tapi,  sampai sekarang mana contoh nyata yang pernah ada di dalam dunia ini? Memangnya seluruh hidup ini benar-benar bisa direlasikan dengan pewahyuan Allah dalam satu buku itu?”

Melihat Tuhan sendiri yang telah memulai penyataan dengan cara seperti di atas, adalah satu anugerah untuk kita dapat memulai mengatur hidup ini sesuai dengan teladan yang Ia telah berikan. Maka, langkah pertama adalah memikirkan bagaimana setiap prinsip kebenaran yang hanya dari Firman Tuhan dapat di-‘darat’-kan dengan baik di setiap detail kehidupan. Saya mengajak kita untuk memperhatikan suatu hal yang sangat menarik yang dekat dengan hidup kita, yaitu minum soft drink. Bagi sebagian besar dari kita, ini adalah hal yang sangat biasa; “toh aku gak minum minuman yang memabukkan yang dapat mengganggu konsentrasi seperti minuman beralkohol…” Pada konteks demikian, perlukah kita mengejar detail hidup sampai pada level-level “konyol” seperti, “Manakah yang lebih memuliakan Tuhan, minum minuman botol atau kaleng?” Atau, “Berapakah desibel maksimum agar bunyi sendawa setelah minum dapat dengan merdu membawa kemuliaan bagi Tuhan?“

Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita tidak boleh terjebak dalam detail yang akan memusingkan kita. Kita harus mencoba untuk melihat prinsip apa yang dapat diaplikasikan untuk melahirkan detail seperti pertanyaan-pertanyaan di atas; di mana di dalam keluasannya, seluruh kebenaran yang terdefinisi dari Alkitab dapat dinyatakan dalam konteks tersebut. Prinsip yang akan kita coba aplikasikan adalah prinsip “general-particular”; di mana hal yang general harus mendefinisikan kejadian-kejadian partikular yang detail. Pola general-particular ini menjadi kacamata bagi kita di dalam melihat kasus di atas. Oleh karena itu, sebelum melihat pertanyaan-pertanyaan detail yang lucu, mari kita melihat esensi dari minum soft drink yang jauh lebih general. Apakah minum soft drink adalah suatu hal yang absolut harus ada? Tidak. Lalu mengapa tetap dilakukan? Kita tidak boleh kembali terjebak kepada kesalahan berikutnya dengan mengabsolutkan yang relatif, baik mengabsolutkan harus ada maupun mengabsolutkan harus tidak ada. Segala sesuatu yang tidak absolut ada, boleh tetap ada di dalam kebergantungan kepada yang absolut. Jadi, di saat kita minum soft drink, apakah tujuan esensial di balik semua itu? Kedua, pada dasarnya soft drink itu apa jika dilihat dari kacamata yang absolut? Inilah yang akan mendefiniskan jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut. Apabila kegiatan tersebut hanya untuk kepuasan diri dalam minum, orang Kristen tidak perlu terjun di dalam melakukan kesia-siaan pemuasan diri tersebut karena seluruh aspek hidup ini harus dengan semaksimal mungkin ditujukan bagi kemuliaan Allah. Di lain pihak, apabila melalui minuman ini seseorang (misalkan Mr. A) dapat dibantu untuk mendapat asupan gula di dalam ia berkonsentrasi mengerjakan pekerjaannya, maka menggenapi respons yang Allah tuntut dari seseorang yang diberikan kesempatan untuk bekerja, maka pakailah media itu secara bertanggung jawab. Jalan menggunakan soft drink ini pun hanyalah suatu alat (yang bersifat evil yang diperlukan sementara waktu – akan dibahas di paragraph berikutnya) untuk mencapai goal yaitu respons manusia terhadap panggilan Tuhan untuk bekerja secara bertanggung jawab. Oleh karena itu, saat tidak ada lagi yang namanya kebutuhan mendesak akan gula melalui soft drink, maka soft drink pun tidak perlu ada di dalam hidup orang Kristen. Jadi, bila soft drink tidak diminum, itu adalah hal yang sah-sah saja dan tidak perlu diributkan.  Justru adalah hal yang makin baik apabila kita bisa semakin mengurangi porsi yang relatif (yang bersifat evil) untuk dapat kembali pada yang absolut – dalam hal ini tetap mengerjakan pekerjaan dengan baik.

Namun untuk benar-benar terlepas dari cengkeraman dunia fall, ini adalah suatu hal yang memerlukan perjuangan tanpa henti dari seorang Kristen. Di dalam perjuangan ini adalah suatu hal yang baik apabila kita dapat menggantikan necessary evil yang ada dengan necessary evil yang lebih less evil. Salah satu contohnya adalah dengan menggantikan soft drink dengan sebuah apel atau jeruk (yang mengandung lebih banyak serat dan vitamin yang dapat menunjang Mr. A dalam mengerjakan hal yang lain). Justru posisi ini yang harus kita kejar, di mana yang relatif itu makin disempurnakan.

Dengan demikian, adakah ruang bagi kita untuk minum demi kepuasan kita? Sebelum menjawab pertanyaan itu, kita perlu menjawab satu pertanyaan general yang lebih mendasar, “Apakah kepuasan kita adalah suatu hal yang harus dipenuhi?” Satu-satunya hal yang HARUS dipuaskan di dalam kehidupan kita yang sementara ini adalah penyataan kehendak Allah yang kekal dan sempurna melalui hidup yang sementara dan relatif ini. Selain hal ini, tidak ada satu pun hal yang wajib kita nyatakan. Di dalam definisi yang absolut terhadap yang relatif, tidak boleh ada sedikit pun pengurangan terhadap standar kesempurnaan dari yang absolut. Semangat inilah yang seharusnya mewarnai pengejaran kita sebagai umat Tuhan yang telah diberikan hidup yang baru di dalam melayani Tuhan atas hidup ini. Semangat untuk takut akan Tuhan, bukan karena takut (scared of) dihukum, melainkan takut (fear of) karena kekaguman kita terhadap Sang Pencipta atas kesempurnaan-Nya dan tuntutan kesempurnaan-Nya yang Ia nyatakan bersama dengan anugerah keselamatan dan kemampuan untuk berespons dengan benar kepada-Nya. Fokus hidup ini harus terus ditujukan kepada kepuasan Tuhan atas hidup ini. Adalah hal yang sangat tidak mungkin untuk menyenangkan hati Tuhan kecuali kita mengenal Allah dan panggilan-Nya secara partikular kepada setiap diri kita, sehingga kita dapat mengenal definisi diri ini dengan jelas. Poin tersebut akan membawa kita kembali pada pernyataan besar di atas, “Alkitab HARUS menjadi dasar bagi hidup ini”.

Yang Alkitab nyatakan mengenai pendefinisian ciptaan, adalah the general defines the detail. Prinsip ini terlihat dalam relasi tubuh Kristus yang mendefinisikan anggota tubuh Kristus atau juga terlihat dalam relasi seluruh maha karya Allah dalam seluruh sejarah dengan setiap peristiwa di dalam sejarah dunia ini. Dengan demikian, kita hanya dapat melihat kejatuhan Adam sebagai suatu hal yang tidak terlepas dari kemahabijaksanaan Tuhan di dalam mengatur ciptaan-Nya, hanya bila kita mengerti keutuhan rencana Allah yang Ia nyatakan melalui keseluruhan Alkitab. Apabila kita terjebak di dalam melihat creation tanpa melihat fall, kita akan melihat seluruh creation dengan tema putus asa dan ketidakpercayaan. Namun bila kita melihat hanya konteks fall, semua kebenaraan akan atribut Allah akan menjadi hal yang sangat tidak masuk akal; dan karena Allah yang mahakuasa dan mahabijaksana adalah Allah yang tidak masuk akal, maka aku juga dapat mendefinisikan hidup ini sesuai dengan apa yang kukehendaki. Satu-satunya cara untuk melihat hidup yang berelasi dengan keindahan dari Allah yang kita sembah, adalah dengan melihat suatu rencana Allah yang kekal tentang kisah keselamatan, yang telah Ia nyatakan sendiri di dalam Alkitab secara tuntas dari creation, fall, redemption, dan consummation. Baru dari pengertian yang luas ini kita dapat menginterpretasikan setiap detail dari sejarah dengan benar.

Apakah konteks luas dari umat Allah? Gereja lokal di mana mereka dipanggil. Lalu apakah konteks general dari seluruh gereja lokal yang ada di sepanjang zaman? Ternyata Kerajaan Allah di dalam ciptaan yang ada. Oleh karena itu, sebagaimana panggilan Allah terhadap Kingdom of God menentukan panggilan terhadap gereja dalam satu zaman, panggilan kepada gereja inilah yang men-define panggilan setiap manusia secara partikular. Dan panggilan yang telah dinyatakan pada setiap diri kita inilah yang men-define cara kita menghidupi setiap detail hidup ini, termasuk apa yang kita lakukan sehari-hari (minum soft drink contohnya).

Pola hidup seperti yang dinyatakan di atas adalah suatu kemutlakan yang harus dilakukan oleh setiap orang Kristen. Ini adalah suatu lifestyle yang total berbeda yang akan mendefinisikan hidup Kristen sebagai hidup yang tidak serupa dengan dunia ini, namun semakin hari semakin ditumbuhkan di dalam pengenalan akan Allah yang hidup. Hal ini akan menggenapi panggilan yang Allah nyatakan di dalam relasi-Nya dengan seluruh umat pilihan sepanjang zaman, yaitu panggilan untuk menyatakan: “I am Your God and you are My people”; atau yang sering disebut dengan pernyataan dari covenantal relationship.

Pola hidup yang menyatakan covenantal relationship adalah suatu pola hidup yang mutlak bagi semua orang Kristen karena hanya orang Kristen yang diberikan satu akses yang penuh kepada Allah sumber kebenaran yang sejati. Di saat seluruh manusia berusaha untuk mencapai inti jawaban bagi seluruh pertanyaan mereka di dalam kesia-siaan hidup, Kristus datang sebagai kunci bagi jawaban dari setiap pertanyaan tersebut. Kristus satu-satunya mediator antara Allah dan manusia. Dia jugalah yang adalah definitator yang menyatakan Kristen sebagai satu-satunya agama theistik (Yoh. 14:6); sedangkan seluruh pencapaian manusia di luar Kristus adalah counterfeit yang berpaut pada hal-hal yang bukan Allah. Inilah hak kesulungan yang harus disadari oleh seluruh umat Kristen di sepanjang zaman; untuk dapat hidup menyatakan diri sebagai umat yang mengenal Allah yang sesungguhnya dan bukan berhala (idols).

Hak kesulungan dari umat Tuhan ternyata tidak hanya berhenti sampai pada taraf bekerja sendiri bagi Allah. Umat Tuhan juga diberikan hak untuk menyatakan kepada seluruh manusia di sepanjang zaman akan terbukanya kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan penuh arti bagi Tuhan sumber segala arti. Hal ini hanya mungkin dilakukan bila mereka mengenal Kristus. Tanpa Kristus seluruh pekerjaan mereka akan membawa mereka kepada kesia-siaan; karena seluruh hasil pekerjaan mereka hanyalah sebatas pinjaman (borrowed capital) yang Tuhan berikan kepada mereka, yang pada akhirnya harus dikembalikan kepada Gereja sebagai wakil Allah di dunia ini. Bagaimana Gentiles dapat bertobat apabila mereka tidak pernah melihat terang itu sendiri? Maka ternyatalah perkataan Kristus bagi seluruh umat percaya di sepanjang zaman, “Kamu adalah Terang Dunia” (Mat. 5:14a), dan terang ini sendiri adalah refleksi pancaran dari Terang yang sejati (Yoh. 9:5) di dalam hidup umat Kristen yang sementara.

Di dalam merespons anugerah yang begitu besar, setiap orang Kristen sekali lagi harus sadar akan kebutuhannya untuk dengan setia berpaut kepada firman Tuhan – Alkitab – di dalam seluruh konteks hidup mereka. Hanya dengan pernyataan iman yang keluar melalui hidup, orang-orang dunia akan melihat perbedaan yang signifikan dan keindahan dari kebenaran yang dimiliki orang Kristen. Keindahan ini tidak mungkin dimunculkan kecuali orang Kristen sendiri mau bergumul di dalam kebenaran firman Tuhan saat berespons pada setiap detail hidup ini. Kebenaran redemptive ini (wahyu khusus) tidak akan muncul tanpa konteks yang jelas di dalam keluasan wahyu umum yang spesifik di dalam hidup setiap manusia.

Dengan artikel pendek ini, diharapkan kita dapat melihat bahwa setiap tuntutan Allah yang Ia berikan kepada manusia di dalam kekompleksan hidup ini adalah tuntutan yang jawabannya telah Ia sendiri nyatakan secara langsung di dalam Alkitab. Maka, mari kita bertekun di dalam pembelajaran dan pergumulan akan firman Tuhan serta menghidupinya dengan seluas-luasnya di dalam setiap aspek hidup kita. Seperti apa yang Paulus nyatakan kepada Timotius, “All Scripture is God-breathed and is useful for teaching, rebuking, correcting and training in righteousness, so that the man of God may be thoroughly equipped for every good work (2Tim. 3:16-17).” Tidak ada jalan lain untuk dapat membawa manusia kembali melihat kepada Allah selain dengan menyatakan iman Kristen kita secara utuh melalui lisan dan seluruh hidup kita. Hal ini bukanlah hal yang mudah dijalankan, namun umat Kristen memiliki satu harapan sejati; yaitu Allah yang telah setia menyatakan diri-Nya dalam segala yang pernah ada. Dia adalah Allah yang terus menyertai umat-Nya yang tertebus sampai akhirnya. It’s hard, yet doable by the grace of The Lord. Sola Gratia – Soli Deo Gloria.

 

Stephen D. Prasetya

Pemuda FIRES