Teman-teman, dalam kekristenan kita sering mendengar perkataan, “Tuhan berkuasa atas seluruh aspek hidup manusia”. Dalam kenyataannya, kelihatannya statement ini sungguh mustahil direalisasikan dalam seluruh aspek hidup kita. Selama ini toh kita makan, minum, tidur, berjalan, dan melakukan banyak aktivitas dengan kemauan kita sendiri. Tuhan juga kelihatannya tidak pernah interupsi dalam hal-hal yang demikian, seakan-akan Allah tidak peduli dengan detail-detail hidup kita. Bukankah selama kita melakukan yang normal-normal aja, kita tidak berdosa? Tuhan toh memberikan kita ruang untuk menikmati hidup ini koq, menikmati ciptaan-Nya, termasuk diri ini dan kehendak diri? Uppss… Eehhmmm… Tetapi kita tahu bahwa pola pikir demikian adalah salah dan tidak sesuai dengan firman Tuhan.
Lalu bagaimana seharusnya kita hidup? Bagaimana kita bisa menghubungkan kehidupan sehari-hari dan detail aktivitas kita dengan Firman Tuhan? Alkitab nyatanya juga tidak pernah memberikan petunjuk yang begitu rinci mengenai aktivitas kita seharusnya bagaimana. Kita tidak pernah menemukan di Alkitab mengenai sekolah yang baik, kuliah yang baik, tidur yang benar, dan detail lainnya.
Alkitab memang tidak memberikan hal-hal yang detail demikian. Mengapa? Pertama, jika Alkitab membicarakan seluruh detail, jutaan lembar pun tidak akan cukup untuk mencakup itu semua. Kedua, legalisme Yahudi akan terjadi dalam Kristen karena Alkitab telah menjadi manual book yang sifatnya kaku, mati, dan impersonal. Allah Tritunggal adalah Allah yang berpribadi, maka Firman-Nya juga bersifat pribadi, bahkan Kristuslah pribadi Firman itu. Allah mewahyukan Firman-Nya untuk menuntun kehidupan kita bukan dalam bentuk manual book yang mati, melainkan dalam prinsip-prinsip yang harus kita temukan di dalamnya. Tidak hanya Firman-Nya yang Ia berikan untuk menuntun hidup kita, Ia juga memberikan Roh Kudus, yaitu Roh yang menuntun umat Tuhan sepanjang zaman untuk hidup sesuai kehendak-Nya.
Mari kita membahas salah satu detail yang akan kita lihat dari prinsip firman Tuhan dan tuntunan Roh Kudus. Saya akan mencoba mengambil sebuah contoh yang sangat erat dengan kehidupan sehari-hari kita, yaitu “makan”. Makan sepertinya adalah hal sepele di mata kita dan sering kali hanya menjadi rutinitas, bahkan tidak pernah kita pikirkan hubungannya dengan firman Tuhan. Dalam pikiran kita mungkin seperti ini, “Makan kan cuma hal sepele, paling 10 menit doang, apa urusannya Tuhan dalam 10 menit yang singkat itu? Dan lagi makan adalah hal yang sangat natural, semua manusia pasti melakukannya, ngapain dipikirin? Jalanin aja. Yang penting saya makan secukupnya dan tidak dengan kerakusan, lagian bukankah Tuhan yang memerintahkan kepada kita untuk makan (menikmati ciptaan Tuhan)?”
Benarkah demikian? Di Kejadian 1:29, kita bisa melihat bahwa Tuhan menciptakan manusia tidak tanpa aturan dan boleh makan sesukanya. Makanan Adam pun diatur oleh Tuhan, yaitu semua tumbuhan yang buahnya berbiji menjadi makanannya, kecuali buah dari pohon yang di tengah taman. Lalu apa maksud Allah memberikan makanan kepada Adam? Tuhan memberikan tugas yang utama kepada Adam untuk memenuhi bumi dan menaklukkan alam (Kej. 1:28). Apa yang menjadi makanan Adam ditetapkan tepat setelah Tuhan menentukan tugas Adam. Maka, dapat kita tafsirkan bahwa makanan yang Tuhan berikan tidak lain adalah untuk Adam mengerjakan tugasnya. Selain itu, makanan juga adalah bentuk pemeliharaan Allah terhadap manusia dan menjadi tempat di mana manusia bergantung pada Allah yang memberi makanan, bukan dengan kekuatan sendiri.
Sebuah prinsip kita dapatkan di sini, bahwa yang utama bukanlah makannya, melainkan mengerjakan pekerjaan Tuhan yang pada akhirnya memuliakan Tuhan. Pola inilah yang akan ada juga pada saat konsumasi nanti. Di surga nanti kita akan mencari kemuliaan Tuhan di atas segala hal.
Tetapi bagaimana dengan kehidupan kita yang sekarang? Dosa sudah masuk ke dalam dunia ciptaan, keadaan kita sudah tidak sama lagi dengan keadaan sebelum jatuh dalam dosa. Dosa mengaburkan pandangan kita tentang segala sesuatu dan mencoba menjauhkan kita dari firman Tuhan serta menarik kita untuk melihat kepada diri dengan segala keinginannya. Dosa membawa kita salah fokus dan tujuan. Kita terfokus bukan pada kemuliaan Allah, melainkan pada makanan. Tujuan kita makan bukan lagi untuk memperoleh pertolongan dan pemeliharaan Allah untuk mencari kemuliaan-Nya, melainkan untuk kesenangan diri sendiri. Kita menjadi ciptaan yang memperalat anugerah dari Sang Pencipta untuk memuaskan diri sendiri dan tidak mau tahu dengan Sang Pencipta.
Namun Allah tidak berhenti bekerja walaupun dosa ada. Tuhan tetap menyatakan anugerah pemeliharaan dan keselamatan-Nya (redemptive grace). Tuhan tidak membiarkan manusia hidup dalam kekacauan yang total, tetapi Tuhan menopang dan memberi Firman-Nya. Kita tetap bisa melihat pemeliharaan Tuhan dalam hal makan pada kehidupan manusia walaupun telah jatuh dalam dosa. Umat Israel ketika dibawa Tuhan keluar dari tanah Mesir, mereka diberi makan langsung oleh tangan Allah. Allah menjatuhkan manna dari langit (Kel. 16:4-5). Kali ini Tuhan memberi jatah pengambilan manna, menunjukkan Tuhan mengekang keberdosaan manusia. Tuhan juga mengatur mana makanan yang halal dan haram bagi umat-Nya. Dengan demikian, jelaslah bahwa Tuhan tidak lepas tangan terhadap manusia berdosa. Ia tetap mengasihi dan memelihara mereka.
Kita juga perlu melihat dalam sejarah bagaimana pekerjaan Roh Kudus dalam setiap orang percaya, yang memimpin mereka pada hidup yang benar. Teladan-teladan dari para pahlawan iman, yang benar-benar menggumulkan dan menghidupi firman Tuhan patut kita lihat. Sebab Roh yang memimpin hidup mereka adalah Roh yang juga memimpin kita sekarang.
John Calvin memiliki menu makanan yang tidak biasa, satu butir telur untuk sepanjang hari. Tidak makan nasi, kentang, dan sebagainya. Heran sekali, mengapa harus sampai begitu ya? Apa alasannya dia menyiksa diri seperti itu? Ternyata Calvin tidak sedang menyiksa dirinya. Dia mengidap begitu banyak penyakit sehingga tidak dapat makan banyak jenis makanan karena itu hanya akan memperburuk kesehatannya. Terlebih lagi, yang dia fokuskan bukanlah tubuhnya, melainkan pekerjaan yang Tuhan berikan kepadanya, yaitu menulis Institutio, mengajar, khotbah, dan lain-lain. Demi pekerjaan Tuhan bisa dikerjakan dengan lancar, dia rela makan dengan menu seperti itu selama bertahun-tahun.
Jonathan Edwards memiliki kebiasaan memakan bubur atau kentang yang sudah dihancurkan sampai halus. Mengapa? Dia mengatakan bahwa makanan yang lembut mudah dimakan dan cepat dicerna, sedangkan makanan yang keras akan membuat tubuh lebih membutuhkan banyak tenaga untuk mencernanya sehingga menimbulkan rasa ngantuk. Dia adalah seorang penginjil, theolog, dan filsuf yang memiliki banyak tugas dan menulis buku-buku, sehingga membutuhkan makanan yang tidak membuatnya ngantuk. Dia juga berjalan dari satu kota ke kota lain dengan kuda, jadi harus menggunakan waktu seefisien mungkin sehingga ia makan makanan yang dapat dimakan dengan cepat.
Dari dua contoh di atas, kita bisa melihat pekerjaan Tuhan dalam hidup individu itu berbeda-beda sesuai dengan konteks hidup masing-masing. Untuk mengetahuinya, kita perlu mengenal Allah dan peka akan tuntunan Roh Kudus mengenai pekerjaan Tuhan dalam hidup kita masing-masing. Itulah yang menjadi standar bagi kita untuk menentukan bagaimana cara kita makan, apa yang kita makan, dan sebagainya. Segalanya tentang “makan” kita, dipusatkan untuk mendukung pekerjaan Tuhan dalam hidup kita.
Dengan demikian, posisi makan dalam hidup kita jelas. Ketika ada pekerjaan Tuhan yang menyita waktu makan kita atau membuat porsi makan kita menjadi minim, kita tidak akan pernah bersungut-sungut, melainkan melakukan yang terbaik bagi pekerjaan Tuhan. Bukan hanya itu, kejelasan tersebut tidak memberi ruang bagi pikiran kita bahwa makan hanyalah untuk menyambung hidup, makan tidak ada hubungannya dengan Allah secara langsung, makan itu harus selalu enak, makan boleh pilih-pilih, makan makanan yang merusak tubuh, dan pemikiran yang salah lainnya.
Bukankah pernyataan yang saya berikan di awal artikel ini sekarang sudah tidak terlihat mustahil lagi? Memang berat dan sulit untuk menjalankan epistemologi Calvin ini, tetapi kita harus melakukannya, sebab ini adalah kebenaran dan Allah menghendakinya. Ketika kita tidak melakukannya, justru kita sedang berdosa. Karena sulit, berlatihlah, tekunlah, paksa, dan sangkallah diri. Tuhan sudah menebus kita dan hidup kita adalah milik-Nya. Dia berhak menguasai seluruh aspek kehidupan kita, termasuk dalam hal makan. Semoga ini dapat membantu kita melihat lebih jelas hubungannya antara aktivitas sehari-hari kita dengan firman Tuhan. Firman Tuhan diberikan bukan untuk dipakai sebagai tools untuk merasionalisasikan keinginan kita tetapi untuk menuntun seluruh hidup kita semakin berfokus kepada kehendak Tuhan di dalam pimpinan Roh Kudus. Soli Deo Gloria.
Rolando Kaizer
REDS – Worldview