Wahyu 12:1-9; Wahyu 12:13-17
Perempuan vs. Ular
Membaca ayat-ayat dalam Wahyu 12 dan kerumitan simbol-simbol fantastis yang ada di dalamnya… Manakah yang bisa dikaitkan dengan kisah Natal dalam bagian ini? Satu-satunya kelahiran yang ada di dalamnya hanyalah kelahiran dari seorang yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi. Apakah kaitan kelahiran ini dengan ketentraman sebuah palungan di tengah kesunyian kota kecil bernama Betlehem? Pada sekitar abad ke-6 hingga abad ke-4 SM tidak ada perempuan yang bertarung dengan naga di kota Betlehem. Siapapun yang pernah membaca Kitab Matius, Lukas, atau menyaksikan drama Natal Sekolah Minggu tahu persis bahwa tokoh-tokoh seputar Natal adalah Gembala, Orang Majus dari Timur, Maria, Yusuf, beberapa sapi dan domba, dan tentu saja… Bayi Yesus. Tidak ada perempuan yang berdiri lebih tinggi dari bulan dan berselimutkan matahari hadir di Betlehem. Apalagi naga! Tapi benarkah kedua tokoh ini tidak ada??
Keindahan penggambaran Kitab Wahyu adalah bahwa hampir seluruh simbol yang dipergunakan ternyata memiliki padanan di dalam Perjanjian Lama. Kalau begitu apakah yang dimaksudkan dengan perempuan yang berselubungkan matahari dan seterusnya ini? Gambaran ini dapat dilihat padanannya dalam mimpi Yusuf yang dikisahkan dalam Kejadian 37. Mimpi yang berlanjut pada percobaan pembunuhan atas diri Yusuf. Jadi apakah perempuan yang dimaksudkan ini adalah keturunan Yakub, alias Israel? Ya, tetapi Israel dalam pengertian umat Tuhan. Umat Tuhan yang adalah orang-orang pilihan. Orang-orang yang sungguh-sungguh beriman kepada Allah, dan bukan hanya mereka yang secara fisik adalah keturunan Israel. Dengan demikian perempuan ini adalah orang-orang percaya yang mengalami keadaan yang sama dengan Kristus, yaitu sama-sama menjadi sasaran amarah naga. Lalu naga ini siapa? Naga ini adalah Iblis, yang dengan geramnya memburu setiap orang yang memiliki kesaksian Yesus (ay. 17). Jadi ada perempuan dan naga, dan keduanya saling bermusuhan. Mengapa bisa bermusuhan? Jawaban untuk pertanyaan ini sudah ada sejak sebelum Adam dan Hawa diusir dari Taman Eden. Kejadian 3:15 menulis janji Allah yang akan mengadakan permusuhan antara perempuan dan ular. Antara keturunan perempuan dan keturunan ular. Ular itu akan meremukkan tumit keturunan perempuan, tetapi keturunan perempuan itu akan meremukkan kepalanya. Jadi kisah permusuhan ini sudah dicatat di dalam Kitab Kejadian, dan masih terus berlangsung sehingga Kitab Wahyu masih memuatnya juga. Ini adalah peperangan yang sangat lama. Peperangan yang dimulai sejak manusia jatuh ke dalam dosa dan diakhiri dengan kedatangan Kristus kembali. Dari Kejadian hingga Wahyu. Inilah catatan mengenai seluruh sejarah umat manusia hingga Allah nanti memulihkan kembali segala sesuatu yang telah rusak karena dosa manusia. Inilah sejarah kemanusiaan yang akan gagal dipahami oleh siapapun jika yang berusaha untuk memahaminya tidak mempunyai kesadaran akan adanya pertempuran antara keturunan perempuan dan ular yang mewarnai seluruh perjalanannya. Pertempuran inilah yang akan melandasi pengertian yang benar mengenai filsafat sejarah.
Agustinus vs. Hegel
Filsafat sejarah menjadi suatu kajian yang mulai dipopulerkan oleh seorang pemikir Yunani bernama Aristoteles. Dalam karyanya yang berjudul Physica dia membahas mengenai pengertian physis. Physis, menurut dia, adalah suatu keberadaan yang akan mempunyai bentuk yang sesuai dengan yang seharusnya, atau yang memang sudah menjadi naturnya. Physis inilah nasib (atau… mungkin lebih tepat jika disebut kodrat) dari tiap-tiap keberadaan. Maka, menurut dia, seluruh keberadaan akan bergerak menuju kodratnya ini. Seluruh keberadaan mempunyai tujuan, atau telos. Jika seluruh keberadaan sedang bergerak menuju kodratnya ini, maka tidak ada apapun yang terjadi secara acak atau hanya kebetulan terjadi sedemikian. Hegel, 22 abad kemudian, akhirnya merumuskan sebuah filsafat sejarah, yaitu usaha untuk mengerti kebijaksanaan yang terdapat di dalam perjalanan sejarah. Sejarah mempunyai telos. Seluruh perkembangan pemikiran, pergantian kebudayaan, penggabungan bangsa-bangsa, peperangan, dan apapun yang terjadi di dalam sejarah tidak terjadi secara acak. Ada telos yang mau dicapai. Ada tujuan supaya seluruh keberadaan menjadi sesuai physis (jika meminjam istilah Aristoteles) yaitu ide murni (kalau yang ini menurut Hegel…). Hegel merangkum ini dalam sebuah bukunya yang berjudul The Phenomenology of Mind. Sebuah buku yang ditulis saat Hegel masih berusia pertengahan 30-an. Ditulis sewaktu Napoleon menyerang kota tempat Hegel tinggal. Di tengah dentuman meriam akhirnya salah satu karya monumental di dalam dunia filsafat ini selesai (ketekunan untuk menulis di tengah kecamuk perang antara lain disebabkan oleh tekanan penerbit yang mengontrak dia…). Apa sih yang ditulis di dalam buku ini? Begitu rumitnya kalimat yang dipakai Hegel sehingga mungkin tidak ada orang yang tahu persis jawabannya. Tetapi salah satu ide utama dalam buku ini adalah perjalanan sang roh rasional dalam memiliki pengenalan akan diri. Untuk menjaga kewarasan kita semua, saya tidak akan lama-lama membahas hal ini. Kita akan langsung saja kepada kesimpulan. Menurut Hegel, Sang Spirit (entah mau disebut Allah, atau apapun) adalah rasio murni. Tetapi rasio murni ini mengalami yang disebut dengan “The othering of himself (itself?).” Untuk mengalami pengenalan akan dirinya sendiri, maka dia harus menjadi negasi dari dirinya sendiri. Negasi berarti menjadi yang lain dari dirinya sebelum mengalami proses perubahan. Maka dari rasio murni dia harus menjadi seluruh dunia materi yang kita kenal ini. Dalam perjalanan sejarah dunia materi ini, roh yang sama ini terus mengalami serangkaian perubahan yang akan terus bergerak menuju ide murni kembali. Hegel mau mengajarkan bahwa serangkaian fakta sejarah ini bukanlah fakta yang tidak bermakna. Semua sedang bergerak menuju kesempurnaan ideal. Tetapi kalau semua sedang bergerak menuju suatu tujuan, atau telos, maka pasti ada yang menyebabkan semua terjadi. Apakah itu? Menurut Hegel, dialah Sang Spirit. Roh ideal yang sedang berproses untuk mengenal dirinya sendiri. Hegel mencoba memakai teorinya ini sebagai jawaban atas terjadinya konflik, perang, dan perubahan kebudayaan yang terus menerus terjadi di dalam sejarah manusia. Luar biasa… Hegel menjadi penonton yang berada di atas seluruh proses sejarah. Kok bisa ya dia tahu hal ini? Apakah dia sudah lahir waktu langit dibentangkan? Atau… apakah dia sudah ada waktu Sang Spirit ini sedang menjadi dunia materi?
Seorang theolog bernama Cornelius Van Til, di dalam bukunya “Christianity in Conflict” melihat kehausan dunia filsafat dalam menerangkan sejarah akan selalu mengalami kegagalan. Van Til sendiri mengutak-atik buku-buku Hegel untuk mendapatkan gelar Doktornya. Dan dengan pengertian yang dalam mengenai konsep Hegel, akhirnya Van Til menyimpulkan bahwa filsafat sejarah Hegel masih jauh lebih inferior dibandingkan dengan filsafat sejarah Agustinus, yang hidup 14 abad sebelum Hegel. Agustinus sebenarnya telah membahas konsep filsafat sejarah dengan sangat agung di dalam “The City of God.” Sama seperti Aristoteles dan Hegel, Agustinus menolak konsep kebetulan atau pengertian bahwa seluruh keberadaan ini berproses secara acak. Tetapi, berbeda dengan Aristoteles dan Hegel, Agustinus (menurut Van Til) juga menolak nasib, kodrat, dan lain-lain sebagai alasan pergerakan sejarah. Dia memilih memakai kata “providensia” sebagai konsep yang mendasari filsafat sejarahnya. Karya ini sendiri ditulis untuk menjadi apologetika bagi tuduhan orang-orang Roma yang masih kafir terhadap orang-orang Kristen. Mereka menuduh bahwa karena Kerajaan Romawi sudah meninggalkan dewa-dewa dan memilih untuk menjadi Kristen maka Romawi dihukum dan Roma dihantam oleh gelombang serangan dari orang-orang Visigoth. Setelah serangkaian serangan ini pada tahun 461 Roma bahkan hancur dan runtuh oleh serangan tentara bayaran Romawi sendiri yang dipimpin oleh Odoacer. Maka Agustinus menulis The City of God. Puji Tuhan, dibandingkan buku Hegel, buku Agustinus ini lebih aman bagi kesehatan pikiran yang membacanya. Jauh lebih penuh insight dan, yang paling penting, dia membahas konsep-konsep yang dalam dengan kalimat yang dimengerti. Intinya Agustinus mengatakan bahwa keruntuhan Romawi memang sudah menjadi bagian dari rencana Allah. Sebab sejak Kitab Kejadian Allah menyatakan ada satu pola di dalam sejarah, yaitu kerajaan dunia akan muncul dulu dan menjadi besar kemudian barulah setelah itu Kerajaan Allah akan muncul dan menghancurkan kerajaan dunia yang ada. Dalam buku ini juga Agustinus menekankan bagaimana Kristus menjadi pusat sejarah di mana seluruh kejadian hidupnya, mulai dari kelahiran, kematian, hingga duduk di sebelah kanan Allah dinyatakan oleh Alkitab supaya kehidupan orang Kristen dapat dibentuk meneladani semua proses itu secara nyata. Berarti, menurut Agustinus, seluruh sejarah berjalan di dalam providensia Allah untuk menyatakan Anak-Nya yang datang ke dalam sejarah. Karena itulah Alkitab membahas perjalanan seluruh dunia ini dengan mengambil fokus pembahasan yang berpusat pada umat Allah. Tetapi pusat kepada umat Allah tidak diberikan karena umat Allah pada dirinya sendiri; melainkan karena umat Allah adalah bangsa yang akan dipakai untuk melahirkan Kristus yang berinkarnasi, dan karena umat Allah adalah umat yang dipanggil untuk mengikuti Kristus sebagai kepalanya. Dan inilah yang secara padat sudah dirangkum oleh Wahyu 12.
Perempuan vs. Naga
Wahyu 12 membahas tentang dua tanda di langit. Yang satu tanda sang perempuan (menggambarkan umat Tuhan, keturunan perempuan), dan yang lain adalah tanda naga (merah padam, warna yang menunjukkan pemberontakan). Dua kekuatan yang menjadi pusat sejarah. Dua kekuatan yang pertempurannya terus mewarnai sejarah dunia. Tetapi ayat satu dan ayat tiga sudah memberikan perbedaan yang signifikan. Tanda sang perempuan disebut sebagai tanda yang besar, sedangkan tanda naga tidak memakai penggambaran “besar” (megas). Ayat 3 memang mengatakan bahwa naga ini adalah naga yang besar (megas) tetapi tanda naga bukanlah tanda yang besar seperti tanda sang perempuan. Alkitab sejak awal sudah dengan konsisten membahas bahwa pertempuran seluruh dunia ini bukanlah pertempuran antara dua kekuatan yang sama. Bukan peperangan yang seimbang antara baik dan jahat. Tidak ada bagian Alkitab yang membuat kuasa jahat dan kuasa Allah berada dalam keadaan yang imbang. Allah yang merencanakan segala sesuatu dan segala sesuatu terjadi di dalam apa yang telah Dia rencanakan. Bahkan Iblis pun tidak bisa bertindak di luar ini.
Lalu pembahasan berlanjut dengan penggambaran bagaimana naga berdiri di depan perempuan itu dengan maksud mau menelan Anaknya. Sekarang menjadi jelas apakah sumber konflik antara umat Tuhan dengan ular. Ular, atau naga ini tidak peduli manusia. Dia ingin menelan Anak Allah yang berinkarnasi menjadi manusia, tetapi dia tidak sanggup. Ayat 7 dan 8 mengatakan bahwa naga itu kalah berperang dengan para malaikat di sorga hingga akhirnya terusir dari sorga. Naga terusir dari sorga, tetapi justru Anak dari perempuan itu, yaitu Kristus, duduk di sebelah kanan Allah Bapa di sorga. Jadi bagaimana naga itu dapat meneruskan niatnya untuk mengalahkan Kristus? Dia tidak sanggup. Melawan malaikat-Nya pun gagal, apalagi melawan Kristus sendiri. Karena itulah dia berkeliaran di bumi untuk menyerang umat Tuhan. Mengapa dia mau repot-repot menyerang umat Tuhan? Karena umat Tuhan diidentikkan dengan Kristus. Umat Tuhan dipakai Tuhan untuk menjadi bangsa yang menurunkan Kristus sebagai manusia, dan umat Tuhan adalah pengikut Kristus yang memegang kesaksian Kristus. Umat Tuhan adalah wakil Kristus di dunia. Inilah sebabnya Naga dengan ganas memburu umat Tuhan. Narasi ini pada akhirnya menggambarkan bagaimana Naga dan para pengikutnya akan kalah dan umat Tuhan mendapatkan kemenangan di dalam Kristus, tetapi narasi ini tidak menceritakan mengenai usaha naga untuk menelan Anak yang baru dilahirkan oleh perempuan tersebut. Bagian ini langsung memotong seluruh kehidupan Kristus di bumi dan langsung kepada kesimpulan yang menggambarkan Kristus yang diangkat ke sorga. Mengapa demikian? Karena bagian ini mau memberikan fokus kepada konflik umat Tuhan dengan Naga. Konflik kita semua dengan si jahat. Bagaimana si jahat memakai aniaya dan kata-kata dusta (ayat 16) untuk mengalahkan kita. Tetapi ayat 4 sudah cukup untuk menjelaskan bahwa konflik utama Naga adalah dengan Kristus. Kita diperangi oleh dia karena kita beriman kepada Kristus. Dengan gambaran besar mengenai konflik inilah kita akan melihat narasi yang lain, yaitu narasi yang terjadi di Betlehem 20 abad yang lalu.
Raja Segala Raja vs. Raja Dunia
Narasi kelahiran Kristus, sebagaimana yang orang-orang Kristen pada umumnya ketahui, ditulis di dalam Matius dan Lukas. Dua Kitab ini menggambarkan apa yang (seharusnya) merupakan sebuah konflik besar antara pemerintahan dunia dengan Mesias yang dijanjikan. Tetapi dua Kitab ini seolah-olah membuat konflik tersebut menjadi semacam konflik yang sangat tidak seimbang di mana Allah menjadi pemenang mutlaknya. Kita akan lihat terlebih dahulu apa yang ditulis oleh Matius.
Matius memulai kisah kelahiran Kristus dengan firman kepada Yusuf, lalu dilanjutkan dengan kedatangan orang-orang Majus dari Timur. Mereka dibimbing oleh bintang, tetapi ternyata bimbingan bintang itu belum cukup untuk menghindarkan mereka dari istana Herodes. Mungkin mereka berpikir seorang raja pasti lahir di istana. Maka mereka pun mengunjungi istana… sayangnya istana ini adalah istana serigala. Herodes yang sangat gila kekuasaan (meskipun hanya kekuasaan boneka dari Romawi) berencana untuk membunuh Kristus. Tetapi sama seperti di dalam Wahyu 12 Allah meluputkan Sang Anak dari ancaman Naga, demikian juga Kristus diluputkan dari ancaman Herodes. Pada bagian selanjutnya barulah terlihat bagaimana ancaman Herodes hanyalah seperti ancaman seorang anak kecil bila dibandingkan dengan rencana besar Allah. Ancaman Herodes ini membuat Yusuf membawa keluarganya mengungsi ke Mesir. Ternyata ini dipakai Tuhan untuk menggenapkan firman dalam PL mengenai keluarnya Israel dari Mesir. Firman yang tercatat di dalam Hosea 11:1. Lho?? Bukankah Hosea 11 menggambarkan ketidaksetiaan Israel yang keluar dari Mesir? Ya, dan justru di sinilah poin dari Matius. Hosea 11 menggambarkan bahwa Israel dikasihi oleh Tuhan, tetapi mereka sudah gagal untuk memberikan ketaatan dan penyembahan yang dituntut Tuhan dari Israel. Kristus sebaliknya, Dialah teladan sejati bagi umat Tuhan. Dialah Israel sejati yang mampu menyenangkan hati Allah. Penyingkiran ke Mesir membuat Kristus dan Israel berada pada situasi yang sama. Israel ke Mesir untuk menyelamatkan nyawa keluarganya dari bahaya kelaparan, demikian juga Kristus dibawa Yusuf ke Mesir untuk menyelamatkan nyawa dari bahaya Herodes. Israel menjadi orang asing di Mesir, demikian juga Kristus menjadi orang asing di Mesir. Israel dipanggil keluar dari Mesir, demikian Kristus juga dipanggil keluar dari Mesir. Israel tidak taat, tetapi Kristus taat.
Lalu pada bagian selanjutnya Matius memaparkan fakta sejarah yang sangat kejam. Herodes membunuh anak-anak bayi di Betlehem karena dia tidak sanggup menemukan bayi Mesias itu. Wahyu 12 menggambarkan bahwa karena gagal menelan Anak, maka naga memburu perempuan itu. Karena ingin membunuh Kristus, maka Herodes membunuh semua bayi yang ada di dalam kota Betlehem. Kekejaman yang luar biasa ini ternyata belum apa-apa dibandingkan dengan kekejaman lain yang pernah dikerjakan Herodes. Tetapi dia gagal. Dia memburu seluruh kota Betlehem tetapi Kristus sudah diluputkan dari dia. Kisah ini seharusnya mengingatkan kita pada pembunuhan anak-anak kecil di Mesir oleh Firaun di mana Musa diluputkan oleh Allah. Tetapi heran Matius malah mengutip Yeremia 31:15. Kenapa, ya?? Ternyata Matius lebih mengingat Betlehem sebagai kuburan Rahel ketimbang mengingat kisah dalam Kitab Keluaran. Rahel dikuburkan di Betlehem dan seharusnya anak-anaknya yang menangisi dia. Tetapi Yeremia memberikan gambaran radikal mengenai dibuangnya Yehuda dengan menulis bahwa Rahel yang menangisi anak-anaknya. Anak-anaknya tidak bisa menangisi Rahel karena mereka telah dibuang karena dosa-dosa mereka. Maka, karena situasi penghukuman sudah demikian parah, Yeremia mengatakan bahwa yang seharusnya menangisi malah sekarang ditangisi oleh yang seharusnya ditangisi. Rahel yang dikuburkan malah menangisi anak-anak yang menguburkan dia. Begitu malangnya keadaan Yehuda karena hukuman Tuhan. Matius menilai kejadian sadis di Betlehem ini dapat menggambarkan kengerian pembuangan sebagaimana dituliskan Yeremia. Tetapi ayat yang dipilih Matius dari Yeremia dilanjutkan dengan harapan. Harapan untuk menghapus air mata. Harapan karena anak-anak itu masih akan kembali dari pembuangan. Jadi ayat 15 menggambarkan Kristus sebagai Israel sejati yang keluar dari Mesir, dan ayat 16 menggambarkan bahwa Kristus menjadi pengharapan bahwa anak-anak Israel akan kembali dari pembuangan. First Exodus, yaitu keluar dari Mesir dan Second Exodus, pengharapan untuk kembali dari tanah pembuangan, digambarkan oleh Matius di sini sebagai sesuatu yang harus berpusat kepada Kristus. Jadi bukan rencana jahat Herodes yang menjadi fokus, tetapi justru rencana besar Allah yang makin jelas tergambar oleh rencana jahat Herodes yang dinyatakan di sini.
Bagaimana dengan Lukas? Lukas menggambarkan mengenai keberadaan Kaisar Octavianus (Agustus). Kaisar pertama dari Roman Emperor. Romawi mempunyai bentuk Negara yang berubah hingga dua kali. Yang pertama adalah dari kerajaan menjadi republik. Dari dipimpin oleh seorang raja menjadi dipimpin oleh senat. Tetapi hingga muncul seorang penguasa besar bernama Julius Caesar, akhirnya Romawi berubah menjadi kekaisaran dengan para kaisar yang dipuja bagaikan dewa menjadi pemimpin. Octavianus adalah kaisar pertama Kekaisaran Romawi. Lalu kenapa? Apa kaitannya dengan pembahasan kita sekarang?? Kaitannya sangat besar. Lukas mencatat surat ini dengan laporan historis yang menonjol. Meskipun dia tidak bermaksud untuk membuat laporan sejarah, namun data historis yang dipaparkan Lukas menunjukkan bahwa dia tahu apa yang terjadi di dunia. Tetapi mengapakah kekaisaran Romawi, kerajaan paling besar yang kuasanya mencengkeram hampir seluruh dunia beradab saat itu, kisahnya, dan goncangan-goncangan yang terjadi di dalam perpolitikannya tidak mendapat tempat yang banyak di Alkitab? Bahkan kalau Lukas tidak menulis, maka tidak akan ada satu pun nama Kaisar Romawi yang akan tercatat di Alkitab. Narasi Lukas tidak menceritakan konflik antara Kaisar Agustus dengan Kristus seperti Matius mencatat mengenai Herodes yang mau membunuh Kristus, tetapi Lukas memberikan pengertian mengenai fokus sejarah dunia. Bagi orang dunia fokus sejarah dunia adalah Kekaisaran Romawi yang agung. Tokoh yang akan banyak dapat sorotan tentunya adalah Kaisar. Tetapi tidak bagi Lukas. Kaisar hanya layak disebut kalau apa yang dia lakukan mempunyai kaitan langsung dengan fokus sejarah yang sejati, yaitu Kristus. Karena itu Agustus dicatat di dalam pasal 2 karena keputusannya ternyata dipakai Tuhan untuk membawa keluarga Yusuf ke Betlehem sehingga Yesus Kristus lahir di Betlehem, sebagaimana dinyatakan oleh Kitab Suci. Peristiwa kelahiran di dalam keluarga seorang tukang kayu di sebuah tempat hina di kota kecil Betlehem ternyata mendapatkan perhatian utama dalam narasi Lukas, jauh melebihi perhatian terhadap peristiwa-peristiwa di dalam istana kaisar, sehingga peristiwa-peristiwa di dalam istana kaisar hanya disebut jika berkaitan langsung dengan peristiwa utama di sebuah kandang di Betlehem.
Gereja vs. Ular Tua
Setelah melihat kisah Natal, sekarang kita akan kembali lagi ke pertempuran naga merah padam. Apakah kaitan antara keduanya? Narasi Wahyu menyatakan peperangan antara umat Tuhan dengan naga. Narasi Wahyu juga menyatakan bahwa peperangan ini terjadi karena naga mau memerangi Kristus, Anak yang dilahirkan perempuan. Narasi Wahyu menunjukkan providensia Allah kepada umat Tuhan. Narasi Wahyu juga menyatakan bahwa Allah melindungi Anak yang dilahirkan itu, tetapi narasi Wahyu memberikan kisah secara ringkas dan global mengenai hal ini. Karena itu narasi kelahiran Kristus memberikan kita pengertian lebih detail mengenai contoh providensia Allah di mana apa yang terjadi semuanya akan berfokus pada penggenapan rencana Allah. Dari kedua narasi inilah kita menyadari bahwa signifikansi sejarah adalah Kristus. Kristus! Bukan kita! Kita diserang naga karena dia ingin mengalahkan Kristus. Kaisar besar hanya dianggap penting jika dia berkaitan langsung dengan Kristus. Allah menyatakan providensia-Nya di dalam sejarah untuk menyatakan Kristus, Anak Tunggal-Nya. Gereja mengalami semua yang terjadi untuk makin menunjukkan kemurniannya demi kemuliaan Kristus. Seluruh rancangan, bahkan rancangan pemimpin jahat seperti Herodes pun dipakai Allah untuk menunjukkan rencana agung-Nya yang menyatakan Kristus yang pada akhirnya menjadi nyata. Seluruh sejarah adalah pernyataan rencana kekal Allah untuk menunjukkan kemuliaan kekal Anak-Nya di dalam sejarah. Selamat Natal!
Ev. Jimmy Pardede
Gembala GRII Malang
Referensi
– Cornelius van Til, Christianity in Conflict, Westminster Seminary, 1995
– Georg Hegel, The Phenomenology of Mind, Dover, 2003
– K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, 1975
– Simon Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu, Momentum, 2009