Bagi penggemar game tentu tidak asing lagi dengan istilah MMORPG, Xbox 360, PS3, PSP, dan lain-lain. Mungkin pada saat artikel ini diterbitkan, istilah-istilah tersebut sudah outdated. Seiring dengan berkembangnya teknologi, teknologi hiburan (entertainment technology) juga berkembang pesat, di samping itu peminatnya juga melonjak drastis. Bayangkan, pada peluncuran pertama “World of Warcraft” di Amerika, terjual dua ratus ribu lebih keping CD dalam waktu 24 jam. Game (baca: cyber game) menjadi hiburan yang sangat diminati oleh remaja, pemuda, dan dewasa. Bahkan game juga menjadi industri dan profesi yang profesional di beberapa negara. Tahun yang lalu, tepatnya pertengahan November, Singapura dipercayakan menjadi tuan rumah World Cyber Game (WCG) Grand Final. Para penggemar game berbondong-bondong datang menyaksikan “atlet-atlet” negaranya turut bertanding dalam WCG tersebut.
Game dibagi menurut genre sesuai dengan minat dari para pemain—ada yang action, simulasi, racing, strategy, dan sebagainya. Tampilannya mulai dari sebesar layar televisi hingga sekecil layar telepon seluler.
Dalam artikel ini saya menyoroti game online yang lebih banyak diminati dan mencakup kisaran usia yang lebih luas. Salah satunya adalah MMORPG, yang singkatannya adalah Massively Multiplayer Online Role-Playing Game. Dalam tipe game seperti ini, masing-masing pemain memiliki karakter virtual dan menjadi tokoh utama dalam game itu. Mereka bergabung dengan pemain-pemain lain yang berasal dari berbagai negara dalam suatu dunia virtual. Setiap pemain diberi kesempatan yang sama untuk bersaing dalam meningkatkan karakter virtual-nya.
“Apa sih enaknya maen game?” Demikian pertanyaan yang sering terdengar dari mereka yang kurang dapat menikmatinya. Tentu responnya berbeda-beda. Ada yang mengatakan untuk mengisi waktu luang, obat penghilang stress, hobi, kenikmatan, dan ada pula yang mengatakan sebagai karir. Dalam berbagai jawaban yang ada, tentu tidak luput dari worldview seseorang. Saya yakin game tidak sepenuhnya buruk karena pada batasan tertentu game dapat menstimulasi kreatifitas, kecerdasan, serta ketangkasan kita. Tetapi masalahnya adalah betapa seringnya game bukan lagi sekedar menstimulasi melainkan menguasai atau menjadi ‘Tuhan’ di dalam hidup para remaja dan pemuda.
Menurut survey di beberapa negara Asia yang maju seperti Korea dan Jepang, anak-anak remaja lebih tertarik untuk berada di dalam rumah dengan game-nya dibanding bersosialisasi dengan teman-teman mereka untuk melakukan outdoor activity. Apakah sebenarnya artinya bersosialisasi bagi mereka? Arti bersosialisasi bagi mereka sudah direduksi menjadi ber-”sosialisasi” dalam dunia game yang virtual. Relasi antar manusia berpribadi diganti menjadi “relasi” antar karakter virtual. Kebutuhan berelasi antar manusia yang didasarkan kepada relasi dengan Allah Sumber Kehidupan diganti dengan kebutuhan bersaing antar karakter dalam dunia virtual. Suatu kontradiksi dalam kehidupan: dunia virtual menjadi penggerak bagi manusia yang memainkannya (baca: menggerakkannya). Kenikmatan hidup melayani Pencipta digantikan dengan kenikmatan hidup melayani (baca: bermain) game. Fokus hidup di dalam dunia real diikatkan kepada dunia virtual. Suatu jebakan bagi generasi zaman sekarang!
Akibatnya, tidak jarang anak-anak remaja dan pemuda addicted (kecanduan) dengan game, sehingga prestasi akademis mereka menurun. Masa muda mereka yang seharusnya diisi dengan kesibukan dalam dunia pendidikan demi future mereka, dialihkan kepada kesibukan bermain game demi kenikmatan sesaat yang bersifat “here and now”. Semangat perjuangan generasi muda dirampas dan direduksi menjadi semangat bersaing dalam permainan game agar selalu dapat memperoleh kemenangan. Sehingga setiap pemain dilatih menjadi egois, hedonis dan individulis. Suatu “metode pembodohan” generasi penerus yang sangat mengerikan!
Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Paulus menuliskan, ”’Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. ‘Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.” (1 Kor 10:23) Suatu prinsip yang jelas dari Firman Tuhan sebagai guidance bagi kita untuk melihat ke dalam hal kenikmatan bermain game. Jadi, bolehkah saya bermain game? Boleh! Tetapi, ada pertanyaan lanjutan yang harus juga dijawab: Seberapa besar kegunaan game bagi kehidupan saya di hadapan Tuhan? Seberapa pentingkah game dalam hidup saya dibanding dengan pengenalan akan Tuhan dan kehendak-Nya? Apakah saya sudah diikat oleh game dan memperilah game? Seberapa jauh saya dapat mengintegrasikan kenikmatan bermain game dengan tujuan hidup manusia untuk memuliakan dan menikmati Allah?
Kiranya Tuhan memampukan kita sebagai generasi muda Kristen untuk menghidupi suatu kehidupan yang berintegritas di dalam dunia yang berdosa ini sebagai terang dan garam dunia, termasuk di dalam hal bermain game.
Soli Deo Gloria.