Buletin PILLAR
  • Transkrip
  • Alkitab & Theologi
  • Iman Kristen & Pekerjaan
  • Kehidupan Kristen
  • Renungan
  • Isu Terkini
  • Seni & Budaya
  • 3P
  • Seputar GRII
  • Resensi
Kehidupan Kristen
Digital Distraction

Distraksi Digital vs. Panggilan Kerajaan: Refleksi Kenaikan Yesus di Era Modern

29 Mei 2025 | Vik. Adam Kurnia 8 min read

Pendahuluan

6 jam 3 menit, adalah waktu rata-rata penggunaan smartphone dalam 1 hari di Indonesia.[1]
Jacob Weisberg pada tahun 2016 mengatakan bahwa setiap 4,3 menit kita akan memeriksa smartphone.[2] Pengalaman mendapatkan distraksi ketika sedang mencoba fokus belajar, bekerja, atau bahkan ketika momen saat teduh seperti suatu hal yang biasa. Apakah new normal ini adalah suatu hal yang wajar dan membawa pada kelimpahan hidup?

Teknologi, yang dirancang untuk mempermudah hidup, berpotensi besar menjadi musuh diam-diam yang mencuri perhatian kita dari hal-hal yang lebih esensial, termasuk hubungan kita dengan Tuhan. Kehidupan orang percaya yang seharusnya dijalani dengan fokus, sekarang telah kehilangan kemampuannya untuk berkonsentrasi melakukan pekerjaan dan panggilan Tuhan.

Hidup di era digital ini membawa banyak pengembangan budaya dan Injil, tetapi sekaligus tantangan juga bagi orang percaya. Bagaimana kita dapat tetap setia kepada panggilan Kerajaan Allah jika distraksi teknologi terus-menerus menarik kita untuk setia pada dunia? Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi kenaikan Yesus sebagai peneguhan otoritas-Nya sebagai Raja atas segala kuasa, termasuk teknologi, dan bagaimana kita, sebagai warga Kerajaan-Nya, dapat melawan distraksi modern untuk hidup dengan fokus sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan memahami kedaulatan Kristus dan merenungkan tentang liturgi waktu yang Tuhan tetapkan, kita dapat menemukan jalan keluar dari dunia yang penuh distraksi.

Kenaikan Yesus: Peneguhan Raja atas Segala Kuasa

Kenaikan Yesus adalah salah satu peristiwa paling penting dalam iman Kristen, namun sering kali kurang mendapat perhatian dibandingkan kelahiran atau kebangkitan-Nya. Dalam bukunya The Ascension of Christ: Recovering a Neglected Doctrine, Patrick Schreiner menegaskan bahwa kenaikan adalah puncak dari karya Yesus yang menegaskan otoritas-Nya sebagai Raja atas alam semesta.[3] Setelah kebangkitan-Nya, Yesus naik ke surga dan “duduk di sebelah kanan Allah Bapa”, sebuah gambaran yang menggenapi Mazmur 110:1: “Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu.” Schreiner mengatakan bahwa duduk di sebelah kanan Allah Bapa mengindikasikan kelengkapan (completeness). Duduk berarti segala tugas-Nya sudah selesai, tetapi bukan berarti tidak lagi aktif. Justru, Ia duduk sebagai penguasa dan terus menjalankan kekuasaan-Nya atas semesta.[4] Posisi duduk tersebut bukan sekadar simbol, tetapi juga pernyataan bahwa Yesus memerintah dengan kuasa penuh atas segala ciptaan-Nya.

Dengan prinsip bahwa pengenalan akan Tuhan akan membawa kita kepada respons hidup, maka kenaikan Yesus bukanlah peristiwa yang jauh dan terpisah dari kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, kenaikan Yesus memberikan landasan bagi cara kita hidup dalam memandang realitas dunia ini. Kita sebagai gereja dipanggil untuk menjadi warga negara Kerajaan Allah, yang berarti hidup di bawah otoritas Yesus, Sang Raja, yang berkuasa atas semua aspek kehidupan, termasuk teknologi yang begitu mendominasi zaman ini. Pengakuan akan Yesus sebagai Raja yang bertakhta seharusnya mengubah cara kita memandang teknologi. Teknologi bukanlah tuan yang harus kita sembah atau musuh yang harus kita hindari sepenuhnya, melainkan alat yang harus tunduk pada otoritas Yesus. Sebagai warga Kerajaan Allah, kita memiliki tanggung jawab untuk menggunakannya demi melayani tujuan dan panggilan Kerajaan daripada mengalihkan kita.

Distraksi Teknologi: Tantangan Modern bagi Kehidupan Kerajaan

Namun, tidak bisa disangkal bahwa menjalani kehidupan di bawah otoritas Kristus tidaklah mudah. Media sosial dan smartphone kita telah menjadi sumber distraksi yang luar biasa. Neil Postman, dalam Amusing Ourselves to Death, memperingatkan bahwa media modern menciptakan budaya distraksi yang meresap ke dalam setiap aspek kehidupan. Ia mengutip Aldous Huxley yang menggambarkan bagaimana manusia memiliki “nafsu tak terbatas untuk distraksi”—sesuatu yang dieksploitasi oleh teknologi untuk menjaga kita terus melihat layar, dan sering kali tanpa tujuan dan fokus yang jelas.[5]

Di Indonesia, data menunjukkan bahwa dampak teknologi ini sangat besar. Di Indonesia, ada 139 juta pengguna media sosial aktif pada Januari 2024, mencakup 49,9% populasi.[6] Remaja menghabiskan lebih dari tiga jam sehari di platform seperti Instagram (digunakan oleh 93,3% remaja) dan WhatsApp (86,7%).[7] Kita pun menyadari bahwa penggunaan media sosial dan smartphone seringkali bukan dilakukan secara konstan dalam satu waktu, tetapi lebih sering kita dapati bahwa penggunaannya adalah penggunaan-penggunaan singkat. Bahkan di dalamnya pun kita mendapati diri yang menerima konten-konten yang berpindah secara cepat. Fakta-fakta ini menunjukkan betapa dalamnya teknologi dan distraksi telah masuk dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kalangan generasi muda.

Distraksi ini bukan sekadar masalah waktu yang terbuang sia-sia saja. Abraham Kuyper, dalam Pro Rege, menyoroti bahwa banjir informasi modern memecah konsentrasi pikiran, menghambat kemampuan kita untuk merenung secara mendalam.[8] Bukan suatu peristiwa yang langka kalau kita sedang berdoa atau membaca Alkitab kemudian terdistraksi dengan notifikasi di handphone. Bahkan, sekalipun notifikasi di handphone sudah dimatikan, notifikasi dan keinginan membuka aplikasi bisa datang secara otomatis di pikiran kita. Postman menyebut fenomena ini sebagai “budaya hiburan”, di mana segala sesuatu disajikan dalam kemasan yang dangkal dan menghibur, yang pada akhirnya membentuk kerangka berpikir masyarakat. Akibatnya, kita kehilangan kemampuan untuk diam, merenungkan Tuhan dan keberadaaan hidup di tengah kebisingan yang ada.

Waktu Liturgi: Menemukan Keseimbangan dalam Kerajaan Allah

Lalu, bagaimana kita dapat melawan arus distraksi ini? Salah satu jawabannya terletak pada ritme waktu Kerajaan Allah, yang ditawarkan melalui kalender liturgi Kristen. James K. A. Smith, dalam Liturgical Time, menjelaskan bahwa kalender gereja—dengan perayaan seperti Adven, Paskah, dan Ekaristi—melawan budaya presentism yang mendewakan kebaruan dan kecepatan. Budaya digital mendorong kita untuk terus berfokus pada “sekarang” yang dangkal, tetapi liturgi mengajarkan kita untuk hidup dengan harapan eskatologis dan memori akan karya Kristus. Adven, misalnya, mengingatkan kita untuk menantikan kedatangan Kristus, sementara Ekaristi menghubungkan kita dengan pengorbanan-Nya yang kekal.[9]

Kenaikan Yesus membawa fokus hidup kita kepada Kedaulatan Kristus sebagai Raja. Sebagai Raja yang duduk di sebelah kanan Allah (Ibr. 1:3), Yesus berkuasa atas waktu—termasuk waktu yang kita habiskan di dunia digital. Apakah artinya tidak ada tempat untuk mendapatkan hiburan dari smartphone? Tentu tidak, tetapi kita juga menyadari ada godaan dan tantangan dalam pencarian hiburan tersebut. Biarlah hiburan tetap menjadi hiburan dan mendapatkan porsi yang tepat pada waktu yang tepat. Ketika hiburan sudah lebih dari sekadar hiburan tetapi totalitas hidup, maka jelas hiburan sudah mengganti fokus hidup. Hal yang penting bukanlah peniadaan penggunaan smartphone, tetapi porsi yang tepat dalam penggunaannya.

Dengan memperingati dan merenungkan Hari Kenaikan dan budaya kalender gereja, kita dapat melatih diri untuk memusatkan perhatian pada Tuhan. Perenungan waktu dalam rencana dan karya Tuhan akan mengarahkan kita kepada hidup dengan fokus yang tepat. Maka setiap hari peringatan dalam kalender gereja bukanlah perayaan sebuah tradisi tanpa semangat, tetapi kalibrasi hati dan fokus dalam kehidupan untuk kita manusia yang lemah ini.

Panggilan Gereja: Hidup sebagai Keluarga Kerajaan Allah

Gereja memiliki peran krusial dalam membimbing umat menghadapi tantangan ini. Seperti yang ditegaskan oleh Schreiner dan Kuyper, gereja adalah komunitas yang dipanggil untuk hidup di bawah otoritas Yesus dan menjadi teladan bagi dunia. Ini berarti gereja tidak boleh diam menghadapi budaya distraksi. Gereja harus membawa jemaat untuk merenungkan dengan saksama kepada esensi yang terdapat pada kalender gereja, bukan sekadar merayakan dengan semangat yang kosong, namun ada edukasi dan kontemplasi yang diberikan. Bukan juga terlarut dalam fenomena tanpa esensi, tetapi memberikan substansi yang memberikan arti, sehingga jemaat mengerti bahwa waktu yang dipergunakan perlu ditata dan dijalani dengan fokus, bukan selalu diganggu dengan distraksi. Inilah salah satu keindahan gereja, di mana ada komunitas yang merenungkan satu hal yang sama dalam waktu yang sama dan merayakannya bersama.

Tanpa ketaatan kepada Kristus, teknologi dapat menjadi alat yang memperbudak, mengalihkan kita dari panggilan Tuhan. Gereja harus menjadi tempat bagi jemaat untuk memeriksa kebiasaan mereka: Apakah scrolling media sosial mendominasi hidup kita? Apakah kita hidup mencerminkan warga Kerajaan Allah atau budak teknologi?

Penutup

Kenaikan Yesus adalah pengingat yang kuat bahwa Ia adalah Raja atas segala kuasa—termasuk teknologi yang begitu merasuki kehidupan kita. Sebagai warga Kerajaan Allah, kita tidak dipanggil untuk menolak teknologi sepenuhnya, tetapi untuk menaklukkannya di bawah otoritas Yesus. Melawan distraksi teknologi membutuhkan lebih dari sekadar kemauan; itu menuntut disiplin rohani yang didorong oleh Roh Kudus, perenungan akan waktu Tuhan dalam sejarah dan didukung oleh komunitas gereja. Dengan mengadopsi ritme waktu Kerajaan Allah dan hidup sebagai keluarga Kerajaan-Nya, kita dapat tetap setia di tengah dunia digital yang penuh gangguan.

Marilah kita merenungkan kata-kata Paulus dalam Filipi 3:20-21:
“Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya..”

Dengan kuasa-Nya, kita bukan hanya mampu bertahan, tetapi juga hidup sebagai saksi Kerajaan Allah yang setia—bahkan di era teknologi ini.

Vik. Adam Kurnia

Hamba Tuhan GRII Karawaci


[1] Howe, Sue. “Social Media Statistics for Indonesia [Updated 2024].” Meltwater, 24 Apr. 2024, https://www.meltwater.com/en/blog/social-media-statistics-indonesia.

[2] Weisberg, Jacob. “We Are Hopelessly Hooked.” The New York Review of Books, 25 Feb. 2016, https://www.nybooks.com/articles/2016/02/25/we-are-hopelessly-hooked/.

[3] Schreiner, Patrick. The Ascension of Christ: Recovering a Neglected Doctrine. E-book, Lexham Press, 2020.

[4] Ibid., 73

[5] Postman, Neil. Amusing Ourselves to Death: Public Discourse in the Age of Show Business. Penguin Books, 2005.

[6] We Are Social and Meltwater. Digital 2024: Indonesia. DataReportal, Jan. 2024, https://datareportal.com/reports/digital-2024-indonesia.

[7] Purboningsih, Eka Riyanti, et al. “Perception and Use of Social Media by Indonesian Adolescents and Parents: A Qualitative Study.” Frontiers in Psychology, vol. 13, Article 985112, 5 Jan. 2023, https://www.frontiersin.org/journals/psychology/articles/10.3389/fpsyg.2022.985112/full.

[8] Kuyper, Abraham. Pro Rege: Living Under Christ’s Kingship. Volume 1. E-book, translated by Albert Gootjes, edited by John H. Kok and Nelson D. Kloosterman, Lexham Press, 2016.

[9] Smith, James K. A. Desiring the Kingdom: Worship, Worldview, and Cultural Formation. E-book, Baker Academic, 2009, p. 152.

Tag: distraksi digital, Kenaikan Yesus, Liturgical Time, Panggilan Kerajaan

Langganan nawala Buletin PILLAR

Berlangganan untuk mendapatkan e-mail ketika edisi PILLAR terbaru telah meluncur serta renungan harian bagi Anda.

Periksa kotak masuk (inbox) atau folder spam Anda untuk mengonfirmasi langganan Anda. Terima kasih.

logo grii
Buletin Pemuda Gereja Reformed Injili Indonesia

Membawa pemuda untuk menghidupkan signifikansi gerakan Reformed Injili di dalam segala bidang; berperan sebagai wadah edukasi & informasi yang menjawab kebutuhan pemuda.

Temukan Kami di

google play   facebook   instagram

  • Home
  • GRII
  • Tentang PILLAR
  • Hubungi kami
  • PDF
  • Donasi

© 2010 - 2025 GRII