Sebagai orang Kristen Reformed, kita memiliki konsep sorga sebagai tujuan akhir kita yang ditebus. Tetapi apa sebetulnya yang Alkitab katakan tentang sorga? Kapan sorga itu ada? Dan bagaimana Allah bisa berdiam di dalam sorga? Pertanyaan ini penting, karena kita dipanggil untuk memusatkan pikiran kita kepada hal-hal yang di atas di mana Kristus berada (Kol. 3:2). Kita akan melihat konsep sorga sebagaimana diajarkan oleh Alkitab di dalam pandangan Meredith G. Kline.
Sorga
Kita akan mulai dengan memikirkan tentang sorga dari perspektif Kitab Kejadian. Kejadian 1:1 mengatakan bahwa pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Kata langit di sini bukan hanya berarti langit biru yang kita lihat, melainkan lebih berarti sorga. Ayat ini mau mengatakan bahwa pada mulanya, Allah Tritunggal yang ada pada diri-Nya sendiri itu menciptakan sorga dan bumi, yang mana keduanya dibedakan satu dari yang lain, serta segala isinya, baik itu makhluk sorgawi maupun makhluk duniawi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Nehemia 9:6 yang mengatakan bahwa sorga adalah ciptaan Tuhan, dan berisi makhluk-makhluk sorgawi yang menyembah Tuhan. Kita bisa melihat bahwa Nehemia 9:6 sedang memberikan tafsiran terhadap Kejadian 1:1 dari fakta bahwa Nehemia 9:1-3 memberikan konteks orang Israel, yang setelah kembali dari pembuangan, berkumpul dan membaca Taurat, dan menyatakan iman mereka. Ayat-ayat selanjutnya juga memperlihatkan mereka mengomentari bagian-bagian Taurat lainnya. Maka tepat jika Nehemia 9:6 dapat dibaca sebagai komentar terhadap Kejadian 1:1 [GHHM, p. 10].
Nehemia 9:6 memberikan kita satu indikasi penting tentang sorga, yaitu bahwa sorga adalah tempat untuk penyembahan. Sejalan dengan ini, beberapa tempat di Alkitab menggambarkan sorga sebagai takhta Allah. Yesaya 6:1-7 adalah teks penting mengenai hal ini. Yesaya 6:1 menggambarkan sorga sebagai Tuhan yang duduk di atas takhta-Nya, dengan jubah (LXX: doxa, kemuliaan) Tuhan yang memenuhi takhta itu, yang juga disebut bait. Kita melihat bagaimana Yesaya melihat Allah Tritunggal dengan seluruh kemuliaan-Nya dan serafim yang memuji, “Kudus, kudus, kudus” (Yes. 6:3). Hal yang sama juga dilihat oleh Yohanes ketika dia dipenuhi Roh dan melihat sebuah takhta di sorga dan melihat Allah Tritunggal di sana (Why. 4:2), meskipun dengan satu perbedaan penting: Yohanes melihat Kristus yang bangkit, yang ditandai dengan nyanyian baru yang dinyanyikan untuk Kristus (Why. 5:9-10). Kita juga ingat akan Wahyu 20:11 dengan takhta putih yang agung. Kita bisa melihat bahwa Alkitab dengan konsisten menggambarkan sorga sebagai takhta Allah, seperti sebuah istana [GHHM, p. 6-7].
Pada saat yang sama, Alkitab juga menggambarkan sorga sebagai Bait Allah. Teks-teks seperti Yesaya 6:1, Mazmur 11:4, Mikha 1:2-3 menunjukkan hal ini. Sorga sebagai Bait Allah membawa nuansa komuni yang ada antara Allah Tritunggal dan makhluk yang ada di sorga di dalam relasi penyembahan. Maka kita bisa mengonsepsikan sorga sebagai sebuah bait kemuliaan, sebuah palace-temple [GHHM, p. 7].
Kita tidak boleh memikirkan sorga dengan memisahkannya dari kemuliaan. Mazmur 104:1-2 memperlihatkan Allah yang memenuhi sorga dengan kemuliaan, Yesaya 6:4 memperlihatkan sorga yang dipenuhi dengan asap kemuliaan Tuhan (Kej. 15:7; Kel. 19:18), Wahyu 21:22 bahkan mengidentifikasikan Allah dengan Bait-Nya, bukan secara pantheistis, tetapi dengan melihat bahwa Bait Allah terdiri dari kemuliaan Allah yang meradiasi seluruh Bait (Why. 21:23) [GHHM, p. 8]. Maka ketika kita memikirkan tentang sorga, kita memikirkan tentang Allah yang duduk di atas takhta dengan seluruh kemuliaan-Nya dengan seluruh makhluk yang menyembah-Nya, di sebuah tempat yang penuh dengan kemuliaan yang bersinar dari Allah.
Deeper Protestant Conception
Sebelum kita melanjutkan berpikir tentang sorga, saya ingin kita mengingat akan konsep image of God sebagaimana diajarkan oleh Geerhardus Vos [RD, p. 230-233; PE, p. 169, fn. 19]. Manusia, sebagaimana diciptakan dalam gambar dan rupa Allah, memiliki tiga hal: righteousness, holiness, dan knowledge (WSC Q. 10; Ef. 4:24; Kol. 3:10). Tiga hal ini, kebenaran, kekudusan, dan pengetahuan, terutama akan Allah, bukan diraih oleh Adam, tetapi diberikan oleh Allah pada waktu Adam diciptakan (dalam bahasa teknis: concreated). Pengkhotbah 7:29 juga mengatakan bahwa manusia diciptakan jujur (ESV: upright). Maka sebelum jatuh ke dalam dosa, Adam diciptakan dengan inklinasi natural yang berorientasi kepada Allah. Adam memiliki kapasitas natural yang concreated untuk berkomuni bersama Allah, tanpa perlunya intervensi dari apa pun di luar dirinya sebagaimana ia diciptakan.
Maka apa yang dibutuhkan oleh Adam untuk bisa berkomuni dengan Allah secara real? Jawabannya adalah anugerah Allah yang berkondesensi dalam bentuk kovenan (WCF 7.1). Ketika Adam diciptakan, Allah secara langsung menempatkan Adam di dalam taman Eden dalam percobaan (probation), dan Allah memberikan wahyu khusus kepada Adam dalam bentuk pohon kehidupan, pohon pengetahuan, ular, dan prospek kematian [BT, p. 22, 27] (ini berarti wahyu khusus ada sebelum adanya dosa). Inilah kovenan kerja.
Lalu apa yang dijanjikan kepada Adam jika ia berhasil lulus percobaan ini? Adam akan diberikan tubuh kemuliaan, diberikan oleh Roh Kudus (1Kor. 15:44-45) [PE, p. 169, fn. 19], dan ia akan memakan buah dari pohon kehidupan, yang membawanya kepada kehidupan yang melihat Allah muka dengan muka, dan hidup di dalam komuni personal terkonsumasi yang intim dengan Allah Tritunggal, di dalam sukacita yang timbul dari penyembahan dan penglihatan akan kemuliaan Allah di dalam istirahat Sabat sorgawi. Inilah the Protestant beatific vision. Inilah telos, eskatologi dari Adam sebagaimana ia diciptakan. Inilah yang dicapai oleh Kristus sebagai Adam kedua dan terakhir ketika Adam pertama gagal dalam percobaannya dan menjadi pelanggar kovenan.
Dua hal yang perlu kita ingat: pertama, semua ini bersifat pre-redemptive. Jika Adam berhasil, tidak perlu ada karya keselamatan. Adam akan mendapatkan sorga berdasarkan ex-pacto merit (merit berdasarkan perjanjian) dari dirinya sendiri. Eskatologi mendahului soteriologi. Kedua, inilah beatitude dari kita semua, melihat kemuliaan Tuhan dan mendapatkan Tuhan sebagai our blessedness and reward (WCF 7.1). Maka penting untuk kita memaku konsepsi ini di latar, agar kita bisa lebih mengapresiasi apa yang Roh Kudus kerjakan di sorga.
Endoksasi Roh Kudus
Kembali kepada diskusi mengenai sorga, jika kita sudah melihat bagaimana sorga merupakan dimensi yang penuh kemuliaan, pertanyaan selanjutnya adalah pada saat apa, bagaimana, dan untuk apa sorga dipenuhi dengan kemuliaan Allah. Konsep endoksasi Roh Kudus akan menjawab hal ini. Pembahasan berikutnya akan banyak diinspirasi oleh [PEGS].
Ketika sorga diciptakan sebagai tempat tinggal permanen untuk kemuliaan Tuhan pada awal segala sesuatu, pada saat itu juga Roh Tuhan memenuhi sorga dengan sebuah epifani. Epifani ini adalah pewahyuan Allah dan kemuliaan-Nya melalui Roh Kudus yang berdiam di dalam sorga. Kline mengatakan bahwa, sebagai sebuah epifani, kemuliaan Allah di sorga adalah Allah sendiri, karena Allah adalah Allah yang simple dan cukup pada diri-Nya sendiri (Why. 21:23). Pada saat yang sama, epifani kemuliaan ini adalah sebuah fenomena ciptaan, karena sorga adalah ciptaan. Maka kemuliaan sorgawi adalah sebuah perwujudan (Ing: embodiment) permanen, yang bertahan selamanya, dari Allah, sama seperti inkarnasi juga merupakan perwujudan permanen dari Allah. Tepat jika pekerjaan epifani ini diatribusikan kepada Allah Roh Kudus, karena Alkitab dengan jelas mengasosiasikan kemuliaan dengan Roh Kudus, yang sering dilambangkan dengan asap atau bentuk-bentuk unggas (Yes. 6:4). Maka kita bisa menyebut epifani ini sebagai epifani Roh Kudus. Dengan demikian, endoksasi Roh Kudus, seperti inkarnasi Kristus, adalah perwujudan permanen dari satu pribadi dari Allah Tritunggal di dalam sebuah entitas ciptaan. Kegiatan mendiami sorga secara permanen inilah yang kita sebut sebagai endoksasi Roh Kudus [GHHM, 13].
Endoksasi Roh Kudus inilah yang akan menjadi archetype untuk pendiaman Roh Kudus di dalam sejarah keselamatan, misalnya ketika asap kemuliaan Allah secara theophanic memenuhi Bait Allah Salomo (1Raj. 8:10-11; 2Taw. 5:13-14), atau kemuliaan itu memenuhi tabernakel Musa (Kel. 40:34). Pada saat yang sama, endoksasi juga bisa terjadi karena ada archetype dari diri Allah Tritunggal di mana setiap pribadi dari Tritunggal mendiami satu dengan yang lain (perichoresis), dan berelasi dengan cara subsisting sebagai esensi tunggal Allah. Dengan cara yang sama dengan inkarnasi yang memiliki dasar di dalam filiasi kekal, endoksasi memiliki dasar di dalam prosesi kekal. Tentu Allah Tritunggal mendiami satu dengan yang lain sehingga di mana satu pribadi ada, di situ ada pribadi yang lainnya. Tetapi dengan cara yang sama kita mengatribusikan inkarnasi kepada Allah Anak, kita mengatribusikan endoksasi kepada Allah Roh Kudus. Maka endoksasi adalah replika pertama dari perichoresis di dalam ciptaan.
Dengan cara inilah kita bisa mengambil petunjuk karakter dari endoksasi. Endoksasi menyatakan beatitude sama seperti beatitude dari perichoresis. Artinya, ketika seseorang melihat endoksasi, ia merasakan relasi yang mirip seperti relasi yang dinikmati oleh pribadi-pribadi dari Allah Tritunggal. Relasi ini adalah relasi yang dipenuhi dengan kasih, sukacita, dan kesucian yang dimiliki oleh masing-masing pribadi dari Allah Tritunggal.
Mengingat konsepsi dari Vos di atas, kita sadar bahwa endoksasi Roh Kudus adalah telos dari Adam sebelum dosa ada. Inkarnasi dan penebusan adalah cara agar janji eskatologi tersebut tetap bisa terealisasi, meskipun dosa telah masuk. Maka sebenarnya, kita bisa mengatakan bahwa inkarnasi melayani endoksasi, bahkan dalam program penebusan. Ini sangat konsisten dengan Theologi Reformed ortodoks yang mengutamakan kemuliaan Tuhan sebagai akhir dari keselamatan [GHHM, p. 14]. Ingat bahwa sorga adalah tujuan akhir manusia, yang berarti bahwa endoksasi Roh Kudus ditujukan bagi makhluk kovenan Allah yang nantinya akan masuk untuk menikmati kemuliaan Allah. Dan makhluk ini bukan malaikat, tetapi manusia.
Endoksasi Roh Kudus juga memiliki prinsip “imanuel” di dalamnya. Ingat bahwa endoksasi adalah pendiaman personal dari Roh Kudus. Kehadiran Allah di dunia mencontoh kehadiran Roh Kudus yang dinyatakan dalam endoksasi. Maka kehadiran Tuhan pertama kali, yang menemani ciptaan, bukan terjadi pada saat inkarnasi, tetapi pada endoksasi. Inkarnasi adalah versi penebusan dari prinsip “imanuel” ini yang menyuplemen pernyataan ini dengan pernyataan anugerah di dalam penderitaan. Endoksasi adalah prinsip “imanuel” yang pertama yang menyatakan kehadiran Allah secara fatherly. Kline mengatakan bahwa endoksasi Roh Kudus adalah tarikan Allah yang intim kepada makhluk penyembah Allah, dalam kasih, untuk menyambut mereka ke dalam perangkulan bahagia dari kemuliaan sorgawi-Nya [GHHM, p. 15].
Kita harus mengingat satu hal, bahwa ini semua ditawarkan kepada Adam, dan Adam bisa mencapai konsumasi jika ia taat, tanpa adanya konsep keselamatan. Kita menemukan prinsip “imanuel”, Allah yang hadir, di luar dari inkarnasi, dan kita juga memiliki pernyataan Allah sebelum adanya kejatuhan. Lalu di mana Kristus di dalam semua ini? Dialah yang duduk di atas takhta sorgawi tersebut (Kol. 1:15), baik sebelum kejatuhan maupun setelah Ia mati, bangkit, dan naik ke sorga. Kristus sekarang sedang duduk di
takhta yang ada di dalam alam endoksasi [IOS, p. 17].
Sorga Dinyatakan Melalui Eden
Kembali kepada Kejadian 1, kita melihat bagaimana Kejadian 1:1 merupakan pernyataan Allah dalam penciptaan sorgawi. Kejadian 1:2 kemudian meneruskan hal ini dengan mengatakan bahwa Roh yang sudah berendoksasi di sorga yang tidak terlihat ini sekarang turun dan menaungi dunia yang kelihatan [GHHM, 34]. Maka di dalam Kejadian 1:2, dunia merupakan sebuah replika dari kemuliaan Allah yang ada di dalam alam endoksasi. Roh Kudus berendoksasi turun dan membawa kemuliaan tersebut ke dalam bumi yang masih belum berbentuk.
Kata yang sama untuk melayang-layang dan belum berbentuk dipakai kembali dalam Ulangan 32:10-11. Di sini Allah digambarkan sebagai rajawali yang merentangkan sayapnya dan menaungi bangsa Israel melewati padang gurun yang tidak layak ditinggali (Kel. 19:4). Apa bukti nyata dari pemeliharaan ini? Adanya tiang awan dan api yang memimpin dan melindungi Israel dalam perjalanan mereka. Nehemia 9:20 mengatakan bahwa Roh Kuduslah yang memimpin mereka di padang gurun. Maka tiang awan dan api adalah manifestasi kelihatan dari Roh Kudus yang memimpin bangsa Israel menuju bukit di mana mereka akan menyembah Allah. Dengan pandangan ini, Roh Kudus yang melayang-layang di Kejadian 1:2 sedang melakukan pekerjaan yang serupa di dalam membawa ciptaan menuju beatitude yang ada di dalam penyembahan kepada Allah.
Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa Eden adalah gunung Tuhan. Yehezkiel 28:13-14 mengidentifikasikan Eden dengan gunung suci Allah. Maka Eden, sebagai gunung suci Allah, merupakan pusat penyembahan Allah di mana umat penyembah Allah akan berkumpul untuk bersama-sama menyembah. Eden, sebagaimana diciptakan, merupakan replika dari sorga sebagai tempat kemuliaan, yang disuplai oleh Roh Kudus, dan tempat penyembahan. Melihat hal ini dari perspektif konsepsi Vos, kita melihat bahwa taman Eden akan bergerak menuju konsumasi dan membawa seluruh manusia di dalamnya kepada penyembahan terkonsumasi kepada Allah Tritunggal. Hal ini digambarkan di dalam Kejadian 2:2-3 dalam konsep Sabat. Sabat dalam Kejadian 2:2 merupakan realitas sorgawi dalam alam yang tidak kelihatan, yang akhirnya diinstitusikan di dalam Kejadian 2:3 untuk alam yang kelihatan. Kitab Ibrani sangat jelas menggambarkan Sabat sebagai tujuan akhir manusia, sebagai istirahat yang dijanjikan kepada umat Allah. Maka kepada Sabat inilah manusia, sebagai ciptaan, berorientasi. Roh Kuduslah yang membawa manusia menuju konsumasi Sabat ini. Mengutip Lane Tipton, Roh Kudus yang sudah berendoksasi turun dari sorga ke bumi untuk membawa makhluk di bumi ke atas, menuju kenikmatan kemuliaan Allah [PEGS].
Melihat Doxa Tuhan
Lalu bagaimana dengan kita yang sudah berdosa? Banyak yang bisa dibicarakan mengenai replika-replika endoksasi di dalam sejarah keselamatan. Tetapi satu yang pasti, Roh Kudus, yang berendoksasi dan mendiami sorga, sekarang telah turun, seperti merpati, di dalam Yesus Kristus yang berinkarnasi (Mrk. 1:10). Bagi kita yang hidup di zaman Perjanjian Baru, Kristuslah Sang Adam yang berhasil meraih eskatologi yang dijanjikan tersebut. Di dalam Kristuslah, Sang Bait Allah Perjanjian Baru, kita akan masuk ke dalam sorga, menikmati kebahagiaan memuji Allah, yang difasilitasi oleh Roh Kudus. Bahkan kita yang sudah disatukan dengan Kristus memiliki hidup di dalam-Nya (Kol. 3:3-4), sedemikian sehingga di mana Ia berada, kita berada. Di dalam Kristus, kita sudah bisa mencicipi kemuliaan sorgawi tersebut. Ibrani 12:22-24 mengatakan bahwa kita sudah masuk kepada Sion, gunung Allah, di dalam penyembahan kita, di dalam kebaktian kita. Kita sedang hidup di dalam zaman eskaton yang sudah terinaugurasi. Apa artinya? Ingat peristiwa Pentakosta. Roh Kudus mendiami kita dan sedang membawa kita, di dalam Kristus, menuju konsumasi dari kenikmatan kemuliaan Allah. Roh Kudus mengubah kita, yang kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23), dari kemuliaan kepada kemuliaan (2Kor. 3:18) sampai kita bertemu dengan Allah muka dengan muka, sebagaimana yang dijanjikan kepada Adam di dalam kovenan kerja. Sementara kita hidup di dalam dunia, kita menjadi bagian umat di zaman penantian, yang dipanggil untuk menikmati cicipan sukacita itu di dalam ibadah kita di dalam Roh (Yoh. 4:23) dan menarik orang untuk bersama-sama menikmati kemuliaan Allah sebagai umat (Mat. 28:16-20), sampai kita tiba di dalam Gunung Sion sorgawi, the Archetypal Eden (Why. 22), alam Roh Kudus yang berendoksasi. Kemuliaan bagi Allah Bapa, Allah Anak yang berinkarnasi, dan Allah Roh Kudus yang berendoksasi!
Samuel Alfaro
Pemuda GRII Singapura
Sumber dan Singkatan:
[GHHM] = Meredith G. Kline. God, Heaven, and Har Magedon. Wipf and Stock Publishers.
[IOS] = Meredith G. Kline. Images of the Spirit. Baker Book House.
[RD] = Geerhardus Vos. Reformed Dogmatics (Single Volume Edition). Lexham Press.
[PE] = Geerhardus Vos. Pauline Eschatology. P&R Publications.
[BT] = Geerhardus Vos. Biblical Theology. Banner of Truth.
[PEGS] = Lane G. Tipton. Perichoresis, Endoxation, and the Glory-Spirit. Lecture at 2021 Reformed Forum Conference.
[WSC] = Westminster Shorter Catechism.
[WCF] = Westminster Confession of Faith.
[LXX] = Septuaginta.
p. = Halaman.
fn. = Catatan kaki.