Ingatan adalah suatu hal yang begitu melekat dengan kehidupan manusia. Manusia diciptakan Tuhan dengan suatu daya mengingat. Bapak Gereja, Agustinus, pernah mengatakan bahwa ingatan (memory) dan harapan (hope) merupakan bagian dari manusia yang sekaligus menyatakan bahwa manusia terkait dengan kekekalan. Manusia yang diciptakan Allah menurut peta dan teladan-Nya memiliki sifat rohani yang kekal walaupun berada di dalam tubuh jasmani yang sementara. Dengan adanya ingatan maka manusia dapat melihat ke belakang, dan dengan adanya pengharapan maka manusia dapat melihat ke depan, sehingga hal ini menyatakan bahwa manusia melampaui rentang waktu hidup jasmani yang sementara di dunia ini.
Manusia memiliki daya dan kapasitas mengingat yang besar, tetapi seringkali manusia tidak menggunakan kemampuan mengingatnya dengan tepat. Ketidaktepatan penggunaan ingatan dapat dilihat dari hidup manusia berdosa yang cenderung mengingat hal-hal yang tidak seharusnya diingat dan melupakan hal-hal yang seharusnya diingat.
Di dalam keberdosaannya, manusia begitu cepat mengingat kesalahan, keburukan, dan kekurangan orang lain, serta selalu mengingat akan jasa, kebaikan, dan kelebihan diri sendiri. Sebaliknya manusia berdosa juga suka melupakan kebaikan dan pertolongan yang diterimanya dari orang lain, bahkan melupakan berkat-berkat yang telah ia terima dari Tuhan.
Istilah Gereja berasal dari kata Yunani ’ecclesia’ yang berarti orang-orang yang dipanggil keluar dari dosa untuk masuk ke dalam anugerah keselamatan. Ketika seseorang sudah menerima anugerah keselamatan maka hidupnya seharusnya sudah dan sedang berubah dari hidup lamanya sebelum dipanggil keluar dari dosa. Perubahan itu tentunya juga meliputi bagaimana seseorang menggunakan daya ingatannya. Ketika kita sudah mengalami kelahiran baru, maka tentulah kita sudah memiliki status yang baru serta mengalami pengudusan di dalam segenap aspek hidup kita termasuk daya mengingat kita.
Di dalam Alkitab kita dapat melihat begitu banyak kata “ingatlah” (remember) digunakan untuk memberikan satu perintah kepada orang percaya, baik bagi bangsa Israel di zaman Perjanjian Lama maupun orang Kristen di Perjanjian Baru yang adalah tubuh Kristus. Salah satunya adalah di dalam perikop kitab Efesus 2:11-22 yang akan menjadi bagian perenungan kita pada saat ini.
Rasul Paulus memulai perikop tersebut dengan menggunakan kata kerja perintah “ingatlah” di ayat kesebelas. Apa yang diperintahkan Rasul Paulus untuk diingat oleh jemaat Efesus?
- Mengingat bahwa dahulu mereka hidup terpisah dari Kristus.
- Mengingat bahwa dahulu mereka dari segi kewarganegaraan adalah orang asing (di luar bangsa Israel).
- Mengingat bahwa dahulu mereka tidak berbagian di dalam janji Allah.
- Mengingat bahwa dahulu mereka tidak memiliki pengharapan.
- Mengingat bahwa dahulu mereka hidup tanpa Allah di dunia ini.
- Mengingat akan penebusan melalui darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan untuk memberikan hidup yang baru.
Di sini kita dapat melihat suatu kaitan erat antara ingatan dan sejarah. Rasul Paulus memerintahkan jemaat di Efesus untuk mengingat sejarah kehidupan lama mereka. Cobalah kita mengambil waktu sejenak untuk membayangkan hidup seperti apa yang diungkapkan Rasul Paulus mengenai kehidupan lama jemaat Efesus.
Mungkin kita bertanya-tanya mengenai hubungan antara ketidakberbagian di dalam kewarganegaraan Israel dengan kehidupan yang tidak memiliki pengharapan, apalagi ketika dikaitkan dengan kehidupan yang terpisah dari Kristus dan tanpa Allah. Bukankah di dunia ini ada banyak negara dan kalau kita tidak menjadi warga negara Israel, kita masih dapat menjadi warga negara yang lain? Mengapa kewarganegaraan Israel begitu ditekankan oleh Rasul Paulus di dalam bagian ini?
Untuk mengerti hal ini kita perlu mengetahui bahwa jemaat di Efesus adalah orang-orang non-Yahudi. Jadi secara warga negara, mereka tidak termasuk bangsa Israel. Sedangkan di dalam Perjanjian Lama kita dapat melihat bahwa bangsa Israel merupakan bangsa pilihan, umat kepunyaan Allah.
Konsep bangsa pilihan ini merupakan bayang-bayang dari Gereja-Nya di Perjanjian Baru. Sama seperti di Perjanjian Baru kita mengerti bahwa Gereja adalah orang-orang yang telah dipanggil keluar dari dosa untuk masuk ke dalam anugerah keselamatan melalui Kristus yang telah mati dan bangkit, maka kita juga dapat melihat di dalam Perjanjian Lama bahwa bangsa Israel telah dipanggil keluar dari perbudakan dan dituntun oleh Tuhan Allah menuju ke tanah perjanjian untuk dapat berbakti kepada-Nya. Allah telah memberikan kovenan-Nya baik kepada Abraham, Ishak, dan Yakub, maupun kepada bangsa Israel sebagai satu garis keturunan secara jasmani. Yang membedakan bangsa Israel dengan bangsa-bangsa lain di zaman itu adalah Tuhan Allah menjadikan bangsa Israel umat kepunyaan-Nya. Sangatlah jelas bahwa di luar Israel berarti hidup tanpa Allah dan tidak berbagian di dalam janji-janji-Nya. Hidup yang tanpa Allah adalah hidup yang tidak berpengharapan karena kita menjadi orang-orang yang tidak tahu identitas dan arah serta tujuan hidup di dunia ini.
Walaupun secara keturunan jasmani orang-orang Efesus memang bukan bagian dari warga negara Israel, tetapi yang ingin ditekankan oleh Rasul Paulus ialah mengenai status rohani. Rasul Paulus menggambarkan kehidupan orang-orang Efesus sebelum mengenal Kristus adalah kehidupan yang mengikuti jalan dunia ini, hidup di dalam hawa nafsu kedagingan dan pikiran yang jahat. Mereka berada di dalam status mati di dalam dosa dan patut dimurkai oleh Tuhan Allah. Secara rohani mereka tidak termasuk dalam keluarga Allah yaitu Israel secara rohani. Ada “tembok pemisah” yang memisahkan mereka dengan keluarga Allah dan dengan Allah sendiri.
Lalu kalau itu adalah hal yang sudah lampau dan menjadi sejarah, mengapa Rasul Paulus masih tetap memberikan perintah kepada jemaat Efesus untuk mengingat hal-hal tersebut? Di sini kita dapat melihat suatu perubahan yang drastis antara orang berdosa dan orang yang di dalam Tuhan. Yang diminta untuk diingat bukanlah suatu kenangan yang indah akan kehebatan mereka di waktu yang lampau untuk mereka banggakan, melainkan yang mereka harus ingat adalah kondisi kebobrokan mereka yang sangat tidak indah untuk diingat.
Kata kerja “ingatlah” yang dipakai Rasul Paulus di dalam bagian ini adalah dalam bentuk present imperative yang mengandung arti suatu perintah yang menuntut suatu komitmen untuk senantiasa dilakukan. Ini berarti bukan untuk diingat hanya satu kali di dalam hidup, melainkan senantiasa diingat. Orang-orang percaya perlu mengingat hal tersebut bukan sekedar untuk aktivitas mengingat dan memenuhi memory saja, melainkan untuk senantiasa bersyukur akan betapa agung kasih dan anugerah Tuhan bagi kita orang-orang pilihan-Nya. Tidak ada satu jasa atau kebaikan manusia pun yang menjadi andil di dalam karya keselamatan. Hanya melalui darah Tuhan Yesus Kristus yang dicurahkan di atas kayu salib kita telah ditebus dari dosa, dan hanya melalui pekerjaan Roh Kudus kita dilahirbarukan sehingga dapat berespons dan menerima Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat.
Perintah Rasul Paulus kepada jemaat Efesus tidak berhenti pada perintah untuk mengingat, tetapi dilanjutkan dengan menyadarkan jemaat Efesus akan kehidupan mereka yang baru di dalam Kristus. Rasul Paulus menggunakan satu kalimat yang tegas untuk memulai ayat ketigabelas “Tetapi sekarang”. Rasul Paulus menjelaskan bahwa di dalam Kristus kita memiliki status yang baru yaitu status sebagai orang-orang yang telah dibawa masuk ke dalam keluarga Allah melalui darah Kristus yang mendamaikan kita dengan Allah. Di ayat 13-22, kita dapat melihat kontras antara hidup yang lama dengan hidup yang baru.
Hidup yang Lama | Hidup yang Baru |
Terpisah dari Kristus (separated from Christ) | Di dalam Kristus (In Christ) |
Orang asing (alienated from the commonwealth of Israel) | Bukan lagi orang asing (no longer aliens) melainkan anggota keluarga Allah |
Tidak berbagian di dalam janji Allah (strangers to the covenants of promise) | Bukan lagi strangers (no longer strangers) |
Tidak memiliki pengharapan | Didamaikan dengan Allah |
Tanpa Allah | Memiliki akses kepada Allah serta menjadi bait Allah, tempat kediaman Allah |
Melalui ayat-ayat tersebut kita dapat belajar bahwa sebagai Gereja-Nya kita tidak dibiarkan berhenti pada ingatan akan kondisi bobrok kita yang lama, melainkan kita dibawa untuk menyadari status dan hidup kita yang baru di dalam Kristus. Di sinilah salah satu keunikan dari Gereja dibandingkan dengan kehidupan di luar Tuhan. Tanpa Tuhan hidup manusia akan terbelenggu di dalam ingatan masa lampau tanpa ada pengharapan di masa yang akan datang. Tapi di dalam Kristus, tembok pemisah yaitu perseteruan yang memisahkan kita dengan Allah telah dirobohkan dan kita telah didamaikan dengan Allah, sehingga kita tidak lagi hidup di dalam murka Tuhan tetapi hidup di dalam anugerah dan keselamatan-Nya. Status yang baru ini menjadikan hidup orang Kristen menjadi hidup yang berpengharapan. Terlebih lagi dengan status yang baru ini kita sekarang memiliki akses kepada Allah dan bahkan menjadi bait Allah yang kudus, tempat kediaman Allah. Rasul Paulus di sini menjelaskan konsep bait Allah yang tidak lagi merujuk kepada satu bangunan bait suci di kota Yerusalem, melainkan kepada pengertian bahwa setiap orang percaya adalah bait Allah yang kudus yang dibangun di atas dasar kebenaran Firman Tuhan yang telah diwahyukan di dalam Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama (pengajaran para rasul dan nabi) dengan Kristus sebagai batu penjuru yang menjadi pusat berita Injil dan kepala Gereja yang menyatukan setiap orang percaya.
Semakin kita mengingat kondisi keterpurukan hidup kita yang lama di dalam dosa dan menyadari karya penebusan Yesus Kristus yang telah memberikan kehidupan yang baru, maka kita akan semakin dapat memahami betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus. Dan itu seharusnya semakin mendorong kita untuk hidup mengasihi serta memuliakan Tuhan.
Pola hidup komunitas orang-orang yang mengingat dan memuliakan Tuhan tidak hanya dapat kita lihat di dalam Perjanjian Baru, karena di dalam Perjanjian Lama pun kita dapat melihat pola kehidupan yang demikian. Khususnya ketika kita membaca kitab Mazmur. Ada salah satu genre dari Mazmur yang disebut Mazmur Peringatan (Psalms of Remembrance). Di dalam mazmur-mazmur yang termasuk di dalam genre ini, kita dapat melihat bagaimana pemazmur beserta segenap umat-Nya mengingat akan pekerjaan Tuhan di dalam kehidupan mereka baik secara pribadi maupun secara komunitas. Mazmur-mazmur itu berisikan sejarah penebusan Tuhan, baik di dalam membawa bangsa Israel keluar dari tempat perbudakan menuju tanah perjanjian, maupun menegakkan kerajaan Allah melalui Raja Daud dan keturunannya. Salah satu contoh dapat kita lihat di dalam Mazmur 105. Di ayat 5, pemazmur mengangkat satu seruan untuk mengingat akan pekerjaan Tuhan yang ajaib. Ayat-ayat selanjutnya menjadi satu peringatan akan penyertaan Tuhan mulai dari Abraham sampai bangsa Israel ditebus keluar dari tanah Mesir. Dan keseluruhan mazmur itu dibuka dan ditutup dengan satu seruan untuk bersyukur dan memuji Tuhan. Bukankah itulah yang seharusnya menjadi respon setiap orang Kristen?
Sudahkah hari ini kita bersama-sama mengingat akan kasih Kristus dan memberitakannya kepada orang lain?
“Bersyukurlah kepada Tuhan,
serukanlah nama-Nya,
perkenalkanlah perbuatan-Nya
di antara bangsa-bangsa!
Bernyanyilah bagi-Nya,
bermazmurlah bagi-Nya,
percakapkanlah segala
perbuatan-Nya yang ajaib!”
(Mazmur 105:1-2)
Daniel Gandanegara
Diaken GRII Singapura
Referensi
Sproul, R.C. (1992). Essential Truths of the Christian Faith. Tyndale.
Lockyer, H.SR., Bruce, F.F., Harrison, R.K. (1986). Illustrated Dictionary of the Bible. Thomas Nelson Publisher
Longman, T. (1988). How to Read the Psalms. InterVarsity Press.