Manusia diciptakan untuk hidup di dalam suatu konteks ruang dan waktu yang Tuhan berikan. Tidak ada satu pun yang dapat lepas daripadanya, demikian setiap manusia sebagai ciptaan terus berjalan di dalam kesementaraannya. Di dalam mengenal akan kesementaraan konteks dan diri manusia, perlulah bagi setiap orang untuk mengenal apa yang menjadi panutan dasar hidupnya; karena berbahagialah mereka yang telah mengaitkan prinsip hidupnya dengan Sumber Hidup yang kekal secara sejati, dan celakalah mereka yang mengaku telah melakukannya namun masih hidup di dalam keterbatasan pola pikir berdosanya.
John Calvin mendeklarasikan suatu prinsip hidup yang utama yang harus dimengerti oleh orang-orang yang telah diingatkan akan keberadaan Allah; yang berarti mencakup semua orang karena tidak ada seorang pun yang dapat berdalih tentang keabsolutan dari keberadaan Allah di dalam seluruh konteks keberadaan tiap individu. Prinsip tersebut menyatakan bahwa mengenal Allah menuntut pengenalan akan diri, dan di saat yang sama pengenalan diri menuntut pengenalan akan Allah. Dari kedua poin inilah seluruh pembahasan akan berangkat.
Di dalam hidupnya yang sementara, manusia diberikan suatu tanggung jawab dan hak secara bersamaan sebagai mahkota dan pemelihara dari ciptaan yang lainnya. Ini berarti manusia dituntut untuk bekerja melalui responsnya yang benar akan wahyu Allah yang dinyatakan baik secara spesial kepada manusia maupun melalui ciptaan-Nya yang lain. Pekerjaan ini ada di dalam kehendak dan pemeliharaan Tuhan di dalam keutuhannya; dalam arti bahwa seluruh kemungkinan manusia untuk bekerja adalah suatu pimpinan Tuhan di dalam mengerti Firman yang Tuhan sampaikan dan bertindak sesuai pimpinan-Nya. Akan tetapi, di dalam kebodohan kita dan ketekunan kita yang salah, respons ini (hal yang kita kerjakan untuk merespons wahyu Tuhan) sering kita jadikan pengganti dari posisi subjek yang adalah milik Allah. Allah yang seharusnya menjadi fokus kita di dalam merespons wahyu Tuhan, kita gantikan dengan pekerjaan itu sendiri, atau yang lebih parah lagi, dengan hasil yang akan menguntungkan kita dari pekerjaan itu.
Di dalam pola pikir demikian, posisi Allah telah diturunkan dan digantikan dengan apa yang manusia mengerti sebagai Allah di dalam keberdosaannya. Padahal tujuan dari penyataan Allah di dalam wahyu umum itu sendiri adalah agar manusia melihat atribut-atribut Allah yang tidak dapat dilihat dengan mata. Jika respons manusia kepada wahyu umum ini di dalam pekerjaannya kemudian ditaruh di posisi di mana seharusnya Allah berada, maka dapat dibayangkan betapa rusaknya manusia berdosa. Anugerah untuk mengenal Allah dipakai untuk pemuasan diri dengan ketekunan yang salah.
Jika pengenalan akan Allah yang langsung diberikan oleh-Nya di dalam wahyu khusus dan pimpinan Roh Kudus tidak dibarengi pengejaran akan respons terhadap wahyu umum, maka respons yang dihasilkan tidak akan memenuhi tujuan awalnya. Sebagai konsekuensinya, seluruh respons kita tidak akan berarti apa-apa di mata Sang Penuntut Pertanggungan jawab. Lebih jauh lagi, perkembangan dari bidang ilmu itu – respons terhadap wahyu umum Allah – akan total salah, karena kebenaran yang menjadi dasar perkembangan itu sendiri hanya dapat dimengerti di dalam pewahyuan firman Tuhan sendiri. Tanpa melihat wahyu umum lewat kacamata wahyu khusus, definisi dari wahyu itu sendiri akan salah, dan akan berkelanjutan bahkan hingga penafsiran wahyu khusus melalui perantaraan wahyu umum (seperti bahasa dan tulisan) juga akan salah.
Hal yang lebih menyedihkan adalah manusia dengan sombongnya tetap mengaku bahwa pencapaiannya dalam kejatuhan dan perkembangannya merupakan perkembangan peradaban manusia yang sangat baik dan berguna bagi manusia. Celakalah kita apabila inilah yang ada di dalam pikiran kita di saat kita bekerja merespons wahyu umum Tuhan, di mana pun kita ditempatkan. Hal yang perlu ada di dalam pemikiran kita adalah bahwa semuanya telah jatuh dan memerlukan pertolongan Kristus. Dengan pemikiran demikian, seorang Kristen akan dengan hati-hati melihat kebobrokan dari dunia dan bekerja untuk membawa hal itu kembali kepada Tuhan.
Konsep panggilan Tuhan bagi seorang individu amatlah penting dalam hal ini, maka perenungan akan hal tersebut harus mendahului proses bekerja mengejar pemenuhan dari konteks hidupnya di hadapan Tuhan. Pemenuhan di sini juga harus mengikuti definisi dari firman Tuhan yang menjadi dasar kehidupan Kristen. Di dalam aplikasi hidup sehari-hari yang tidak luput dari pengaruh dosa, prinsip ini dapat kita praktekkan dengan pengenalan akan firman Tuhan, yang berdampak pada pendekatan relasi kepada Tuhan, secara rutin; yang dibarengi dengan pendalaman akan alasan di dalam tiap tindakan kita di saat kita bekerja. Hal ini menuntut suatu ketetapan dan kejujuran hati di hadapan Tuhan untuk mengikut Dia. Dalam konteks ini, suatu kesadaran dari seorang pengkhotbah dalam menyampaikan firman Tuhan, tidaklah lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan kesadaran menyapu lantai dari seorang pembantu rumah tangga. Di dalam mengerjakannya, kedua pribadi ini harus menilik kebenaran firman Tuhan untuk menjadi pegangan di dalam melihat bahwa apa yang mereka kerjakan adalah benar di hadapan Tuhan di dalam konteks ruang dan waktu tertentu melalui pergumulan pribadi.
Hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah cara yang melaluinya suatu pekerjaan diselesaikan. Di dalam iluminasi dari Roh Kudus terhadap proses pengertian dari firman Tuhan, prinsip-prinsip yang didapat harus bisa diaplikasikan di dalam cara menghidupi tiap bagian kehidupan seseorang. Bila seseorang benar-benar mengenal Alkitab sebagai satu-satunya standar kebenaran, maka kesempurnaan di dalam pekerjaan itu dituntut sampai pada hal yang terkecil. Kesempurnaan ini mencakup akan prinsip di balik pola tindak, dan juga ketekunan di dalam menjaga kemurnian prinsip tersebut dalam pemikiran dan tindakan di saat bekerja. Dengan kata lain, tidak ada satu pun alasan yang dapat menjustifikasi kita untuk bermalas-malasan dan mengurangi batas maksimum penuntasan yang dapat kita kejar saat kita tahu bahwa Allah telah menyatakan kehendak-Nya dalam hidup ini.
Seluruh hal ini didasarkan pada satu pengertian bahwa apa yang kita kerjakan hanya memiliki arti apabila pekerjaan tersebut memiliki arti yang benar di mata Tuhan di bawah terang Firman-Nya dan pimpinan dari Roh Kudus. Oleh karena itu, pengenalan akan kebenaran firman Tuhan harus dikejar dengan sungguh-sungguh oleh tiap orang Kristen, supaya dapat menjadi pegangan di dalam bekerja, berespons pada panggilan Tuhan pada tiap pribadi, sehingga secara keseluruhan hidupnya dapat memuaskan Tuhan. Pengenalan ini nantinya harus digenapi di dalam merespons wahyu umum dan khusus yang Tuhan berikan, yang dinyatakan dalam bentuk karya manusia di atas dunia ini.
Ada kalanya seorang yang belum mengenal Tuhan terlihat dapat bekerja dengan jauh lebih baik dibandingkan dengan orang Kristen. Hal ini mungkin terjadi, namun pekerjaan yang dilakukannya sendiri tidak akan pernah menuntunnya pada pengenalan terhadap Tuhan yang memberikan pekerjaan itu. Ia hanya akan berespons pada hal-hal yang terlihat sampai sejauh ia dapat berespons. Di lain pihak, kita yang mengaku pengikut Kristus harus dapat bekerja dengan lebih keras dibandingkan mereka karena kita tahu Dia yang tidak terlihat yang menjadi sumber, fokus, dan tujuan dari seluruh pekerjaan yang terlihat ini.
Pengertian dari firman Tuhan dan pimpinan dari Roh Kudus memungkinkan kita untuk berespons yang benar terhadap kehendak dan perintah Tuhan. Pengikut Kristus yang setia – setia kepada firman Tuhan dan pimpinan Roh Kudus – akan memiliki suatu kepekaan untuk mengenal perintah Tuhan di dalam hidupnya, sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk menyatakan bahwa kita tidak mampu bekerja dengan benar dan membawa kemuliaan kepada Tuhan. Kiranya Tuhan memberikan kepada kita keberanian dan kerelaan hidup sesuai panggilan kita sebagai anak-anak Allah.
Stephen D. Prasetya
REDS – Worldview