Refleksi mengenai Kristus dalam Surat Kolose

Surat Kolose merupakan sebuah surat yang ditulis oleh Paulus kepada jemaat di Kolose. Tulisan Paulus ini kaya dengan perenungan mengenai siapa Kristus dan apa kaitannya dengan kita yang hidup sekarang di dalam dunia ini. Artikel ini akan memberikan sebuah perenungan singkat mengenai siapa Kristus menurut Surat Kolose, dan bagaimana implikasinya kepada kita sebagai anggota tubuh Kristus.

Siapa Kristus Menurut Surat Kolose

Di dalam Kolose 1:15, Kristus disebut sebagai “gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan”. Di sini muncul satu istilah mengenai siapa Kristus, yaitu gambar Allah yang tidak kelihatan. Frasa “gambar Allah yang tidak kelihatan” bukan berarti Kristus adalah gambar Allah dan Kristus tidak kelihatan, tetapi frasa ini berarti Allah yang tidak kelihatan memiliki gambar yaitu Kristus. Frasa ini merupakan sebuah frasa yang dipinjam dari satu bagian di Kitab Kejadian, di mana manusia pertama yang Allah ciptakan merupakan ciptaan yang dicipta seturut gambar Allah (Kej. 1:27). Maka, apa yang dimaksud ketika Kristus dikatakan sebagai gambar Allah?

Paulus pernah menyebut istilah yang mirip di Roma 8:29. Di situ dikatakan bahwa semua orang yang dipilih ditentukan untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya. Ini berarti Kristus adalah suatu contoh yang seperti-Nya orang Kristen akan diubah melalui proses pengudusan. Maksudnya, Kristus yang adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia merupakan sebuah patron manusia yang sempurna, dan patron inilah yang orang Kristen harus berjuang untuk teladani. Maka menurut Roma 8:29, Kristus sebagai gambar Allah adalah Kristus yang menyatakan Allah setelah Dia berinkarnasi. Dengan kata lain, istilah “gambar” pada Kristus merupakan sesuatu yang diasosiasikan dengan Kristus yang sudah berinkarnasi.

Berbeda dengan itu, Kolose 1:15 menekankan Kristus yang merupakan gambar Allah sejak semula, dari kekekalan sebelum ciptaan ada. Hal ini dapat kita lihat dengan mengamati bahwa Kolose 1:16-17 menjustifikasikan Kristus sebagai gambar Allah dengan menyebutkan peran Kristus dalam penciptaan dan dengan menyebutkan keberadaan Kristus sebelum penciptaan. Maka kita bisa melihat bahwa Kristus bukan hanya merupakan patron yang orang Kristen harus tiru, tetapi Kristuslah patron yang diacu ketika Adam diciptakan. Kristuslah gambar Allah sebelum dunia dijadikan, dan menurut Kristuslah Adam diciptakan. Kristus merupakan gambar archetype yang Adam harusnya refleksikan sebagai ectype (Beale, 2018). Keserupaan mula-mula dengan Kristus inilah yang rusak ketika Adam jatuh ke dalam dosa, dan manusia gagal menjadi ectype dari archetype yang sejati. Bagaimana Kristus menggambarkan Allah yang tidak kelihatan? Ibrani 1:3 menyatakan bahwa Kristus adalah “cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan”. Kristus sebagai gambar Allah yang ada dari sejak semula mencerminkan kemuliaan Allah dan exact imprint of his nature (Ibr. 1:3, ESV), sesuatu yang Adam dan manusia setelahnya gagal lakukan.

Melanjutkan ini, Paulus menyebut Kristus sebagai yang sulung dari segala yang diciptakan. Terjemahan bahasa Inggris memakai istilah firstborn of all creation (ESV, NASB, ASV). Konsep kesulungan merupakan konsep yang sangat kental di dunia bangsa Israel. Ketika mereka menyebut kata firstborn, arti dari kata ini sering diidentikkan dengan keutamaan, kekuasaan, kepentingan, dan lain-lain. Contohnya, kita bisa melihat Mazmur 89. Di dalam mazmur ini, Daud disebut sebagai hamba Allah yang dijanjikan untuk diangkat menjadi yang sulung atau firstborn (Mzm. 89:20, 28), menandakan Daud yang akan berkuasa dan memiliki kerajaan yang hebat. Menariknya, di ayat 28-30 disebutkan bahwa Daud akan menjadi lebih tinggi dari semua raja di bumi dan takhtanya akan bertahan selama-lamanya.

Dari kalimat-kalimat ini, kita bisa menyimpulkan bahwa mazmur ini sedang berbicara juga mengenai Kristus secara tipologis. Inilah yang dimaksudkan oleh Kolose 1:15 saat menyebut Kristus sebagai yang sulung dari segala yang diciptakan. Kristus adalah Dia yang berdaulat atas seluruh ciptaan dan seluruh ciptaan seharusnya tunduk kepada-Nya. Dan ini juga yang Adam, sebagai ectype, gagal teladani dari Kristus, Sang archetype. Ini juga dijelaskan di ayat 16 yang, mengutip Gordon Fee (2007), menyatakan bahwa Kristuslah tujuan dari segala ciptaan, dan segala ciptaan selayaknya menunjuk kepada Kristus.

Untuk menyimpulkan, Kolose 1:15 memberikan pengertian bahwa Kristus ada dari sejak semula dan memiliki relasi konsubstansial dengan Bapa, dan bagaimana Kristus memiliki relasi dengan ciptaan sebagai penguasa dan tujuan dari ciptaan.

Kristus: Sang Bait Allah di mana Allah Berkenan Tinggal

Narasi dari Kolose 1:15-18 ditutup dengan satu pernyataan bahwa Kristus harus menjadi yang terutama dari segala sesuatu. Kolose 1:19 memberikan penjelasan akan mengapa Kristus menjadi yang terutama dari segala sesuatu. Di sini dikatakan bahwa “seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam [Kristus]”. Dalam membaca ayat ini, kita harus sadar bahwa Paulus sedang berkata tentang keseluruhan dari Allah yang diam di dalam Kristus, yang adalah Kepala Gereja (Kol. 1:18). Maka kepenuhan Allah yang diam di dalam Kristus ini secara otomatis akan memberikan berkat juga kepada Gereja melalui Kristus Sang Kepala. Ayat ini menunjukkan satu berkat yang tertinggi yang menjadi salah satu hak istimewa Gereja yang bersatu dengan Kristus.

Kombinasi kata-kata “berkenan” dan “diam” di dalam bahasa Yunani hanya muncul satu kali secara bersamaan di dalam Septuaginta, yaitu di dalam Mazmur 68:17 (TB). Ayat ini menyatakan satu gambaran Allah yang akan berkehendak diam di sebuah gunung untuk selama-lamanya. Berarti ayat ini sedang menggambarkan Allah yang memilih sebuah tempat kediaman yang dengan seluruh perkenanan-Nya Ia akan tinggali. Selanjutnya, pemazmur mendeskripsikan tempat ini sebagai “tempat yang kudus” (Mzm. 68:18). Terjemahan bahasa Inggris memakai istilah sanctuary (ESV, KJV, NIV, NRSV), yang memiliki arti dekat dengan Bait Allah. Maka, Mazmur 68:17-18 sedang berbicara mengenai Allah yang berdiam di dalam Bait Allah yang baru, di mana Allah akan berkenan diam selama-lamanya.

Keunikan kombinasi kata yang muncul di Mazmur 68:17 dan Kolose 1:19 membuat sebuah kemungkinan yang cukup besar bahwa Kolose 1:19 sedang membuat suatu alusi kepada Mazmur 68:17-18. Jika ini benar, poin dari Kolose 1:19 adalah menunjukkan bagaimana Kristus adalah Bait Allah yang di dalam-Nya Allah berkenan hadir. Dan terlebih lagi, Kolose 1:19 mengatakan bahwa kehadiran Allah terjadi secara penuh. Penuh dengan apa? Yesaya 6 dan Yehezkiel 43 mengatakan bahwa Bait Allah penuh dengan kemuliaan Allah.

Maka orang-orang kudus yang bersatu dengan Kristus di dalam gereja digambarkan seperti sedang dipersatukan dengan Bait Allah dan menyaksikan kemuliaan Allah hadir bersama-sama mereka. Inilah yang dikatakan Paulus, bahwa kita melihat kemuliaan Allah seperti melihat cermin, tanpa selubung yang harus menutupi mata kita (2Kor. 3:18). Kita melihat kemuliaan Allah dengan melihat bagaimana Ia hadir bersama-sama dengan gereja-Nya, bukan dengan kehadiran yang ada hanya karena sekadar kemahahadiran-Nya, tetapi kehadiran yang di dalam-Nya Allah bersuka dan berkenan.

Inilah salah satu keistimewaan kita yang hidup di Perjanjian Baru dibandingkan dengan bangsa Israel. Mereka, bahkan dengan ritual pembersihan yang begitu kompleks dan ketat, tidak bisa memasuki Ruang Mahakudus di mana Allah hadir dengan keseluruhan kehadiran-Nya. Hanya Imam Besar yang bisa melakukannya, dan itu pun hanya sekali setahun. Tetapi kita, sebagai orang yang dipersatukan di dalam Kristus, bahkan diundang untuk datang kepada takhta belas kasihan Tuhan, bahkan datang dengan penuh keberanian, untuk meminta bukan hanya pengampunan dosa, tetapi bahkan bantuan di kala susah (Ibr. 4:16). Maka, adalah penghinaan yang besar terhadap anugerah Tuhan di dalam Kristus ketika kita tidak menyadari, dan bahkan bermalas-malas dalam datang menikmati kepenuhan kehadiran Allah di dalam kehidupan rohani dan gerejawi kita.

Misteri yang Terungkap

Jika kita melanjutkan membaca Surat Kolose, kita akan tiba pada satu bagian baru pada ayat 24 sampai 2:5. Di sini, Paulus menggambarkan dirinya sebagai seorang yang menderita untuk melayani Tuhan, terutama dalam pemberitaan suatu firman Tuhan. Firman Tuhan ini adalah suatu misteri yang sudah tersembunyi selama berabad-abad dan Paulus mengatakan bahwa misteri itu sudah tersingkap bagi orang-orang Kristen (1:25-26). Misteri itu ialah Kristus yang ada di dalam kita, umat Tuhan (1:27). Sebetulnya, misteri apa yang dipikirkan Paulus di bagian ini dan sebenarnya apa yang membuat misteri ini sangat mulia dan kaya (1:27)?

Kombinasi kata dan tema “rahasia”, “tersembunyi” (dalam bahasa aslinya, kata rahasia pada 1:27 terdiri dari dua kata, yaitu misteri yang tersembunyi), Tuhan sebagai yang “memberitahukan” rahasia (ESV: chose to make known) muncul pada tiga tempat di Alkitab: Daniel 2, Efesus 3:1-13, dan Kolose 1:26-27; 2:2-3. Maka, sangat mungkin Paulus sedang mengambil tema dari Daniel dan membawanya ke konteks argumen di Surat Kolose.

Daniel 2 merupakan kisah mengenai Daniel yang memberikan interpretasi terhadap mimpi dari Raja Nebukadnezar, yang Daniel katakan merupakan misteri yang hanya akan disingkapkan oleh Dia yang mengungkapkan misteri (Dan. 2:29) dengan memakai Daniel sebagai pembawa pesan (2:30). Di dalam interpretasi Daniel, diungkapkan bahwa di tengah kerajaan-kerajaan yang akan muncul, yang sebenarnya merupakan kerajaan yang setengah kuat dan setengah lemah (2:42), Allah akan mendirikan sebuah kerajaan yang akan menghancurkan semua kerajaan-kerajaan manusia ini, dan kerajaan ini akan ada untuk selama-lamanya. Berarti, Allah akan mendirikan kerajaan eskatologis, yang bersifat theokratis. Dan tema kerajaan theokratis, kerajaan di mana Allah sebagai pemimpin yang memberikan providensia dan umat Allah hidup taat kepada Allah, sebetulnya merupakan tema yang terus berulang dari zaman kitab-kitab Musa sampai kepada zaman nabi-nabi.

Dengan membawa tema kerajaan eskatologis ini, kita melihat bahwa Surat Kolose memiliki pesan tentang Kristus yang akan menjadi Raja dan Mesias eskatologis. Dan hal yang menjadi misteri dan tidak diungkap di Daniel juga diungkap oleh Paulus. Kerajaan Kristus, yang disebut sebagai Bait Allah, memiliki anggota orang-orang bukan Yahudi yang, di dalam Injil, “turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus” (Ef. 3:6). Ini juga diberikan penekanan oleh Paulus di Kolose 1:28. Paulus memakai kata “tiap-tiap orang” sebanyak tiga kali, untuk menekankan bahwa “Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan” merupakan kalimat yang berlaku untuk setiap individu di dalam jemaat Kolose. Injil merobohkan tembok permusuhan yang ada di antara orang-orang Yahudi dan non-Yahudi (Ef. 2:14) dan mempersatukan mereka di dalam Bait Allah Kristus, yang merupakan kerajaan yang tidak akan pernah hancur. Maka, “tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu” (Kol. 3:11).

Orang Kristen sebagai Bagian Bait Allah di dalam Kristus

Dengan mengetahui segala hal di atas, lantas apa yang harus kita lakukan? Dengan kesadaran bahwa kita hidup di bawah kerajaan akhir zaman Kristus, yang merupakan Bait Allah akhir zaman, tempat di mana kita dipersatukan dan tinggal, dan kesadaran bahwa Kristus adalah kepala dari kerajaan ini yang merupakan archetype yang harus kita tiru, apa yang harus kita kerjakan?

Kolose 1:10 menyatakan satu hal yang menarik. Kita dituntut untuk berjalan di dalam cara yang berkenan di mata Allah, yaitu untuk berbuah dan bertambah di dalam pengetahuan akan Allah. Jika kita melihat bahasa aslinya, kata “berbuah” dan “bertambah” merupakan kata yang sama yang dipakai di Kejadian 1:28, yang sering disebut sebagai mandat budaya. Mandat ini merupakan sebuah perintah untuk memenuhi bumi dengan gambar Allah, wakil-wakil Allah di bumi, untuk mengembangkan dan menguasai ciptaan Allah. Dengan kata lain, tugas manusia adalah untuk memperluas tempat di mana Allah hadir, Bait Allah, yaitu Eden, menjadi seluruh bumi. Namun dengan masuknya dosa, mandat inilah yang gagal dijalankan oleh manusia. Manusia gagal mewakili Allah di bumi ini, dan manusia gagal memperluas kehadiran Allah di seluruh bumi. Dan inilah yang Injil perbaiki. Kristus menebus kita untuk melakukan kembali mandat yang Adam sudah gagal kerjakan. Di dalam Kristus, kita meniru Kristus sebagai archetype agar kita bisa mencerminkan kemuliaan Allah di bumi ini. Dan kita bekerja demi apa? Demi Kerajaan Kristus yang tidak akan lekang itu, kerajaan yang mulia, yang penuh dengan segala hikmat dan pengetahuan (Kol. 2:3). Dan apa yang kita harus lakukan? Hadirkanlah wakil-wakil Allah di seluruh bumi, buatlah Injil tersebar, agar makin banyak orang yang tergabung di dalam Kerajaan Kristus ini. Penginjilan bukan hanya bertujuan untuk membawa orang masuk sorga, tetapi untuk membawa orang masuk ke dalam Bait Allah Kristus.

Ada satu hal lagi yang harus kita lakukan. Jika kita meneruskan membaca Surat Kolose, di pasal tiga, Paulus akan memberikan suatu nasihat untuk menanggalkan manusia lama (3:9) dan memakai manusia baru (3:12). Orang-orang yang di dalam Kristus diajak untuk memakai identitas dan perilaku-perilaku yang selayaknya dilakukan orang di dalam Kristus. Tetapi, kata yang dipakai untuk menanggalkan dan memakai di dalam bahasa Yunani, jika muncul bersamaan hampir selalu dipakai dalam konteks imam yang sedang masuk ke Bait Suci, dan melakukan ritual penebusan. Imam harus melepaskan baju lamanya dan mengenakan baju yang khusus untuk masuk ke dalam Ruang Kudus. Maka gambaran inilah yang harus kita lihat. Kita yang masuk ke dalam Bait Allah, yaitu Kristus, harus memakai pakaian yang kudus, yang Allah tentukan, dan bahkan yang Allah buat sendiri, yaitu manusia baru, untuk menjaga agar Bait Suci tetap suci. Beranikah kita mengotori Bait Suci, tempat Allah tinggal? Maka dari itu, jika kita sadar bahwa kita adalah bagian dari Bait Suci Kristus, hiduplah kudus, dan matikan dosa.

Samuel Alfaro

Pemuda GRII Singapura

Endnotes:

Beale, G. K. (2018). Colossians and Philemon (Baker Exegetical Commentary on the New Testament). Baker Academic.

  • Fee, G. (2007). Pauline Christology. Peabody, MA: Hendrickson.