, ,

Reformed Theology dan Uang

Pernahkah Anda membayangkan hidup tanpa uang? Dapatkah Anda hidup tanpa uang? Kedua pertanyaan ini mungkin sulit sekali untuk dijawab, karena sebagai orang Kristen kita tahu apa jawaban yang seharusnya, tetapi sulit sekali bagi kita untuk menjalankan jawaban yang ideal tersebut. Lalu apakah mungkin bagi kita untuk menempatkan uang pada posisinya yang tepat dalam hidup kita? Untuk mengetahui jawabannya, mari kita simak pemaparan dari Ev. Yadi S. Lima di bawah ini dalam bentuk tanya jawab. Semoga pembahasan singkat ini dapat membawa kita kepada pengertian yang lebih tepat dan mendalam mengenai uang dari kacamata Reformed Theology.

P: Uang adalah alat untuk mempermudah manusia bertukar barang. Mengapa dalam perkembangannya, uang dapat menjadikan manusia mentuhankan uang? Apa paradigma di balik uang, yang membuat manusia mau bekerja untuk uang?

Y: Saya percaya tak ada seorang pun yang cukup bodoh untuk mau dengan sadar dan sengaja ‘bekerja untuk uang.’ Kalau yang Anda maksudkan dengan ‘bekerja untuk uang’ adalah ‘hidup untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya’ maka jawaban pertanyaan, “Apa paradigma di balik uang, yang membuat manusia mau bekerja untuk uang?” adalah sederhana saja: Manusia menyukai hal-hal yang dapat dibeli oleh uang. Uang dapat membeli pilihan-pilihan, liburan ke mana saja yang Anda inginkan, pelayanan VIP yang pasti lebih baik, perlakuan hormat di rumah sakit dan restoran kepada tamu-tamu VIP (yang seharusnya kita lakukan kepada semua orang, bukan hanya kepada ‘the VIP’s’). Uang = kekuasaan. Nietzsche mengatakan bahwa setiap orang punya will to power—kehendak untuk berkuasa, entah atas alam ataupun atas orang lain. Dalam hal yang satu ini Nietzsche benar. Maka simple saja, Anda ingin kuasa? Anda harus punya uang! Makin banyak uang Anda, makin berkuasalah Anda.

Money = Power

Will to have money = Will to power

Saya percaya ini adalah akibat kejatuhan kita dalam dosa. Tiap orang senang punya lebih banyak uang (walaupun tidak semua orang rela melakukan apa yang diperlukan untuk mendapatkannya), karena uang memberikan kekuasaan dan keleluasaan untuk mengubah diri dan hidup agar sesuai keinginan diri. Maka ujung-ujungnya motivasi untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya adalah self-interest. Tidak heran. Kita ingat self-interest juga dipercaya Adam Smith, bapak kapitalisme itu, sebagai penggerak paling kuat bagi tiap orang untuk berusaha. Demi mengejar self-interest-lah si tukang roti rela bangun pagi-pagi buta, membuat roti sebaik mungkin, menjualnya dengan harga sekompetitif mungkin dan mengantarnya sepagi mungkin ke pintu para pelanggan. Ia tidak melakukannya karena mencintai para pelanggan. Ia hanya mau para pelanggan semakin banyak, semakin setia, dan pada akhirnya uang mengalir semakin banyak ke kantongnya untuk memberikan lebih banyak kekuasaan dan pilihan baginya. Inilah yang dikritik oleh Karl Marx dari sistem kapitalisme Smith. Yang salah adalah uang. Sistem kepemilikan pribadi. Pengejaran self-interest ini memperbudak kita dan merendahkan martabat kita menjadi budak ekonomi. Anda sekolah ini itu, melatih diri punya karakter begini begitu, bahkan punya teman ini dan itu, semuanya demi uang. Marx punya impian suatu hari di dunia sosialis nanti akan datang masa di mana manusia tak lagi bekerja untuk uang, tetapi untuk menolong sesama, untuk mengembangkan budaya, seni, dan kemuliaan manusia yang lain. Jelas impian Marx jauh lebih mulia daripada impian Amerika. Masalahnya adalah pada penerapannya. Impian Marx hanya bisa jalan di taman Eden sebelum manusia jatuh dalam dosa dan memiliki kasih yang berpusat pada diri (ego-centric). Di dunia berdosa impian Marx tak pernah bisa terwujud. Reruntuhan tembok Berlin dan kamp-kamp siksa Siberia menjadi saksi nyata hal ini. Arloji-arloji dan kamera-kamera rongsokan produksi Soviet juga turut bersaksi akan kegagalan ini. Marx memang naïf. Dia overestimate manusia. Tapi di sisi lain, celakanya, orang-orang Kristen seringkali menerapkan sistem kapitalisme Smith sebagai de jure, dan bukan hanya de facto. Kita tak lagi punya impian semulia Marx, padahal visi Alkitab bagi manusia jauh lebih tinggi daripada Marxisme, tetapi kita puas menjadi kapitalis yang rendah – jauh lebih rendah daripada idealisme Marx yang walau konyol tapi lebih alkitabiah untuk dicapai (tentu saja hanya dimungkinkan oleh penebusan Kristus). Saya percaya keserakahan manusia, yang memang menghasilkan prestasi-prestasi tinggi, adalah bukan untuk dibanggakan dan dirayakan, tetapi untuk diratapi. Kegagalan teori Marx dan Marxisme bukan untuk disoraki, tetapi untuk direnungi, sehingga akhirnya kita sadar akan salah satu aspek dosa dalam struktur masyarakat dan mulai melawan struktur berdosa tersebut—tidak lagi senaif Marx, tetapi juga tidak berkanjang dalam perayaan dosa keserakahan seperti para antek kapitalisme. Kita ini diciptakan sebagai manusia, kita lahir sebagai manusia, jangan mau mati sebagai tikus (walaupun itu tikus yang kaya dan gemuk). Orang-orang hippies punya semboyan, “Although you win the race, you’re still a rat!”

P: Apakah kita bekerja untuk uang? Kalau tidak, bagaimana caranya kita bisa hidup tanpa uang?

Y: Jelas kita dapat hidup tanpa uang. Binatang saja tahu cara hidup tanpa uang, bagaimana mungkin Anda tidak tahu? Masalahnya, Anda menginginkan barang-barang dan jasa yang dijual di toko dan Anda membuat diri tergantung pada produk-produk itu. Itulah masalahnya. Kita dapat hidup tanpa pakai uang, tetapi kita harus mampu menghasilkan segala keperluan kita sendiri, dan biasanya hal itu akan jauh lebih tidak efisien. Uang adalah seperti darah yang menghubungkan satu organ tubuh dengan organ tubuh yang lain. Paulus bahkan mengumpamakan gereja sebagai tubuh. Anggota-anggota itu dapat bekerja sama demi kepentingan bersama. Ginjal tak perlu menukar CO2-nya secara langsung dengan O2 di udara; fungsi respirasi ini dikerjakan secara terpusat dan efisien di dalam paru-paru. Demikian paru-paru tak perlu mengerjakan tugas lambung. Darah menjadi perantara yang sangat fleksibel dan efisien. Demikian uang memungkinkan orang-orang di tempat yang jauh dan tak saling mengenal dapat saling bekerja sama dengan sangat efisien. Kita tanam padinya, jual ke Eropa, mereka beli dan kirim uang yang dapat ditukar dengan traktor. Jika setiap orang membuat sendiri traktor itu, Anda bisa bayangkan berapa banyak upaya yang harus diboroskan karena harus jutaan kali melakukan prosedur R&D, test kelayakan, manufaktur, dan segala sesuatunya. Contohnya, saya beri Anda uang 12 juta Rupiah, coba buat motor bebek sekelas Honda bebek. Pasti tidak bisa, karena pabrikan Honda sudah mengerjakan banyak sekali penghematan sehingga setelah dia ambil untung, dan para distributor ambil untung, dia masih bisa jual motor itu dengan harga yang jauh lebih murah daripada ongkos yang harus Anda keluarkan jika Anda membuatnya sendiri dari bahan baku bijih besi dan lain-lain. Alkitab punya satu istilah khusus untuk menyebut kerja sama ini: KASIH. Saya percaya Kejadian 2:18 bukan hanya bicara soal saling tolong dalam dihamili dan menghamili saja, tetapi juga dalam segala sesuatu, termasuk bikin motor dan kamera digital. Kesimpulan: Hidup ‘tanpa uang’ itu ‘mahal’ sekali. Jadi permasalahannya bukan uang itu sendiri, tetapi kecenderungan sistem itu yang menyuburkan dan disuburkan oleh sifat utama dosa, yaitu ego-sentrisitas.

P: Apakah orang Kristen boleh menjadi orang kaya? Kalau boleh, orang kaya seperti apa yang berkenan di hati Tuhan?

Y: Bacalah 1 Timotius 6:17-19. Orang Kristen harus kaya. Kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi. Baca juga peringatan Paulus buat orang-orang yang ingin kaya, 1 Timotius 6:6-10. “Mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” Saya rindu ayat ini menjadi ayat emas, ayat hafalan bagi setiap broker saham, broker tanah, para investor yang mulia, para pengacara dan macam-macam bangsawan modern lainnya hari-hari ini. Saya percaya setiap sen di bumi ini dan setiap kilogram bahan adalah 100% milik Tuhan (bukan hanya 10% dari harta orang Kristen). Setiap sen milik para koruptor adalah 100% milik Tuhan yang sementara dititipkan kepada mereka dan sedang disalahgunakan. Uang-uang ini sangat cair. Ia dapat berpindah-pindah tangan melalui mekanisme ekonomi. Meraih kekayaan berarti mengalihkan sebagian dari kumpulan kapital-kapital ini di bawah kekuasaan Anda. Saya percaya jika motivasi Anda menjadi kaya adalah sungguh-sungguh untuk membebaskan kapital-kapital milik Tuhan yang untuk sementara sedang dikuasai oleh orang-orang tidak bertanggung jawab tersebut untuk kembali dipakai sesuai rencana Tuhan, maka Anda seharusnya sudah mengerti bagaimana uang yang akan Anda dapatkan itu dipakai untuk kepentingan Kerajaan Tuhan. Jika jawaban Anda masih dangkal semacam, “Bangun gereja,” “Sumbangkan ke Panti Yatim Piatu,” “Kirim uang buat Misionaris,” maka saya ragu Anda dapat memakai kapital itu dengan lebih bertanggung jawab daripada pemiliknya sekarang.

Ev. Yadi S. Lima

Pembina Pemuda GRII Pondok Indah