“It’s a Bird…It’s a Plane…It’s Superman!” Eaaa.. Itu berasal dari sebuah judul film dari tokoh superhero yang sangat terkenal dan hampir setiap kita mengetahuinya. Sosok pahlawan super, bersempak merah, ganteng, kuat, memiliki badan sekeras baja, mampu melesat cepat bagai peluru, dan senantiasa sigap menolong siapa saja yang berada dalam bahaya. Namanya Superman… pahlawan pembawa harapan dan keselamatan bagi umat manusia. Film superhero seperti ini memang merupakan genre film yang cukup digemari dari waktu ke waktu. Cerita Superman telah membawa tema yang sangat relevan bagi manusia di setiap zaman, yaitu suatu tema mengenai penyelamatan.
Pada setiap zaman, manusia selalu bergumul dengan tema penyelamatan. Tidak ada manusia yang menjalani hidupnya tanpa pernah mengalami konflik, masalah, bahaya, derita, dan sebagainya. Kesengsaraan, keterpurukan, kesulitan, dan penderitaan merupakan realitas yang memang dihadapi oleh setiap umat manusia dan mereka merindukan sebuah aksi penyelamatan. Entah mereka akan berharap pada orang lain yang bisa menolong mereka atau mereka akan berusaha menolong diri mereka sendiri sebagai seorang manusia yang independen, mereka semua menginginkan perubahan dari kondisi mereka yang tidak menyenangkan. Sehingga, sepanjang peradaban umat manusia, muncul berbagai kisah penyelamatan yang berakar dari berbagai cara pandang.
Sebagai orang Kristen, kita tahu bahwa kekristenan memiliki suatu kisah penyelamatan oleh Tuhan kita Yesus Kristus. Suatu kisah yang sangat sering kita dengar. Bahkan, tidak sedikit orang-orang yang sudah sejak kecil mendengar kisah itu dari sekolah minggu, KKR Regional, dan lain-lain. Namun yang terus menerus bisa menjadi pertanyaan yang relevan di sepanjang hidup kita sebagai orang Kristen adalah apakah kisah penyelamatan Kristus telah sungguh-sungguh menyelamatkan hidup kita? Apakah kita sungguh memahami dan menghidupi maknanya? Apakah kisah ini sungguh-sungguh menyelamatkan dan menjawab problematik dunia ini yang berteriak kesakitan merindukan akan keselamatan?
PROBLEMATIK MANUSIA
Kalau kita perhatikan, sering kali permasalahan manusia yang paling mendasar bukanlah berbicara mengenai suatu kondisi lingkungan atau keadaan yang terlihat. Masalah yang dihadapi justru berada di dalam diri manusia itu sendiri. Seperti misalnya, ada orang yang mengeluh mereka hidup dalam keadaan kekurangan, padahal masalah yang sebenarnya adalah mereka memiliki hati yang rakus, tidak pernah puas, suka iri, dan serakah. Ada mahasiswa yang terlalu cepat mengeluh bahwa mereka tidak punya kemampuan melakukan ini atau itu, padahal sebenarnya mereka malas. Ada orang yang merasa bahwa orang lain itu begitu menyebalkan dan suka membenci dirinya, padahal kalau mau jujur, sebenarnya dia sendiri yang menyebalkan karena suka sombong dan merendahkan orang lain.
Masalah mendasar dari manusia bukanlah kesulitan kondisi atau keadaan semata, melainkan berakar pada masalah hati. Di mana pun dan pada zaman apa pun, manusia menghadapi masalah yang mungkin terdengar klise namun amat sangat real dalam setiap nafas hidup kita setiap hari, yaitu dosa. Dosa telah membuat manusia kehilangan arah hidup. Dosa telah membuat manusia kehilangan apa yang baik, apa yang bernilai, dan apa yang benar. Dosa telah membuat manusia kehilangan kehidupan dan menggantinya dengan kematian. Siapakah yang dapat menyelamatkan manusia dari masalah ini?
ALLAH YANG MENYELAMATKAN
Di tengah-tengah manusia yang tersesat dan kehilangan arah hidup; tidak lagi peduli dan tidak mencari kebenaran yang sejati; dan tidak berdaya menghadapi kematian, Tuhan Yesus Kristus mengatakan, ”Akulah jalan, Akulah kebenaran, Akulah hidup” (Yoh. 14:6). Di dalam ketersesatan umat manusia, Kristus adalah satu-satunya jalan. Di dalam hilangnya kebenaran dan kebaikan di dunia ini, Kristus adalah Sang Kebenaran itu sendiri. Dan terhadap kematian yang mengancam setiap umat manusia, Kristus adalah Sang Hidup. Hanya melalui Tuhan Yesus Kristus, keselamatan umat manusia itu menjadi nyata. Inilah penyelamatan yang dikerjakan oleh Allah yang hidup.
Injil telah memberikan jawaban keselamatan yang berbeda dengan apa yang dunia tawarkan; sangat radikal dan mendasar. Berbeda dengan jawaban yang biasanya diharapkan oleh manusia. Ketika mereka mengalami kesulitan, sering kali manusia cenderung mengharapkan solusi untuk segera luput dari keadaan itu, tanpa membereskan akar permasalahannya yaitu dosa. Seperti kisah bangsa Israel di padang gurun, yang terus bersungut-sungut kepada Tuhan dan tidak mau taat, tidak puas dengan kondisi mereka pada saat itu dan memaksa Tuhan segera mengubah kondisi. Mereka menggantikan pimpinan dan pembentukan yang Tuhan sedang lakukan dengan nafsu rakus mereka. Akhirnya Tuhan marah dan menghukum mereka (baca Bil. 11:1-35).
Kita lebih ingin kondisi ini segera berubah, sehingga kita merasa nyaman tanpa sadar yang bermasalah sebenarnya adalah diri ini yang berdosa. Kita diajar, dilatih, dibentuk, dan dipersiapkan oleh Tuhan yang penuh kasih, dan dituntut untuk setia. Ayub bergulat dengan Allah dalam penderitaan berat yang dialaminya. Yusuf yang dikhianati bahkan oleh saudaranya sendiri. Daud yang dikejar-kejar para musuhnya untuk dibunuh. Bahkan kalau kita lihat dalam kisah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, dengan iman mereka sanggup melihat kepada apa yang tidak terlihat. Seandainya penyelamatan secara lahiriah tidak diberikan oleh Tuhan pun, mereka akan tetap memiliki hati yang terarah hanya kepada Allah yang hidup (Dan. 3:17-18). Ini semua adalah penyelamatan Tuhan yang diberikan bukan secara lahiriah, melainkan sebuah pembentukan dan pemurnian hati (Ul. 8:2).
Kekristenan menawarkan keselamatan yang mendasar yaitu pembebasan diri dari dosa, penyucian, tranformasi, pembentukan, dan bukan sekadar pengubahan keadaan. Dosalah yang membuat keadaan menjadi buruk dan terkutuk. Sehingga hal mendasar dan terutama harus dibereskan adalah dosa di dalam diri manusia. Keselamatan Kristen bukan berbicara hal yang kelihatan saja, namun suatu kelahiran baru yang mendasari akan apa yang kelihatan, arah hati manusia yang diarahkan kembali kepada Allah.
SAVED TO SERVE
Hal yang perlu kita renungkan berikutnya adalah cara pandang kita terhadap keselamatan. Tema penyelamatan Kristus tidak berhenti sampai ketika kita berubah status menjadi agama Kristen saja. Keselamatan bukan sekadar berbicara dalam ranah hukum, di mana hukuman dosa kita sudah dihapuskan, lalu selesai. Tidak berhenti sampai di sana, karena karya Kristus di atas kayu salib adalah berbicara akan hidup yang baru. Suatu pembebasan bagi manusia dari kematian menuju kehidupan. Sehingga implikasi dari hal ini adalah hidup kita seharusnya menjadi hidup yang memancarkan penebusan Kristus. Namun seperti apakah itu?
Banyak manusia yang melihat keselamatan secara egois. Bagi mereka yang terpenting adalah keselamatan dan kepentingan pribadi, selebihnya dari pada itu, orang lain, bahkan Allah, tidaklah penting. Jika demikian, sangat mungkin mereka sebenarnya tetap tidak ada hati yang terarah kepada Allah, tetapi hanya memakai Allah untuk ego pribadi. Konsep Tuhan penyelamat seperti itu mungkin telah mirip seperti kita memandang kepada Superman sebagai penyelamat. Allah memang diakui sebagai penyelamat, kenapa? Karena Dia memang memiliki kekuatan yang besar, seperti Superman. Tapi apa peran Allah itu? Ia adalah penolong saya, tetapi bukan Tuhan. Ketika ada kesulitan, kita cukup berteriak kepada Superman (atau Allah) dan Dia akan dengan segera menolong kita. Setelah itu? Bye bye… Tugas superhero itu sudah selesai… silahkan pergi dan saya akan menjalani hidup saya sendiri lagi. Nanti suatu saat kalau dibutuhkan, bersiaplah dipanggil lagi. Mungkin ketika kita bingung menentukan jurusan perkuliahan, Tuhan diminta menolong. Saat sedang mencari dan butuh pekerjaan, kita berdoa. Ketika menikah, kita ke gereja… namun lebih dari itu… Allah tidak perlu hadir dalam hidup kita.
Hal ini bukan berarti kita tidak boleh berharap dan meminta pertolongan kepada Tuhan di waktu sulit. Bukan demikian. Namun yang perlu kita sadari di sini adalah bahwa penyelamatan yang Tuhan kerjakan dalam diri kita itu memiliki maksud dan tujuan yang harus kita genapi. Bukan sekadar berbicara diri ini yang selamat saja. Tuhan menyelamatkan kita untuk suatu tujuan, yaitu untuk melakukan pekerjaan baik yang Tuhan persiapkan bagi kita sebelumnya, dan Ia mau supaya kita hidup di dalamnya (Ef. 2:10). Ia menyelamatkan kita supaya kita mengetahui bahwa kita adalah umat-Nya dan Ia menjadi Allah kita (Kel. 6:7). Keselamatan yang Kristus kerjakan bukan sekadar aksi tolong menolong antara superhero dengan manusia, tetapi adanya suatu visi kerajaan Allah, visi pembebasan, visi pekerjaan baik yang harus dinyatakan oleh kita yang telah diselamatkan. Adanya suatu relasi kasih, relasi perjanjian antara Allah dan umat-Nya. Bukan seperti relasi superhero yang segera menghilang karena takut identitasnya diketahui.
Kita diselamatkan dan diangkat sebagai agen-agen pembebasan yang dilibatkan dalam satu misi besar Allah. Ada bagian yang harus dikerjakan oleh setiap kita orang yang percaya. Sehingga keselamatan kita akan bermakna ketika terkait dengan cerita keselamatan yang Allah sendiri kerjakan. Namun kita harus hati-hati untuk tidak berpikir secara terbalik. Kita jangan menganggap bahwa Kerajaan Allah akan bermakna kalau kita menemukan makna. Kalau kita jaya, maka Kerajaan Allah pasti jaya. Kalau kita mulia, Kerajaan Allah pasti mulia. Tidak… kita bermakna hanya ketika kita dengan setia mengerjakan bagian dari Allah, ketika Allah semakin besar dinyatakan, dan mungkin saja kita akan semakin kecil dan berkurang. Inilah cara pandang keselamatan yang harus kita pahami.
Setiap anugerah Tuhan yang diberikan bukan semata-mata berhenti sampai pada diri kita yang menerimanya. Anugerah ketika diberikan tidak lepas dari tanggung jawab yang mengikutinya, yaitu tanggung jawab sebagai penyalur anugerah Allah bagi dunia. Menjadi orang Kristen yang diselamatkan, kita tidak bisa menjadi seorang yang autis, egois, dan hanya memikirkan diri kita sendiri. Kita diselamatkan untuk kemudian melayani. Namun manusia berdosa cenderung malah mengasah sikap ketidakpedulian mereka.
Kiranya Tuhan Yesus Kristus yang sudah menang atas dosa, memberikan kuasa kepada kita untuk berjuang melawan dan mematikan dosa. Hal ini menjadi mungkin karena maut telah dipatahkan, dosa telah dikalahkan. Dengan demikian, kita dapat berbagian dalam misi penyelamatan yang Tuhan persiapkan untuk kita kerjakan, sehingga kita boleh terus menggemakan dan menyuarakan puji-pujian bagi Allah yang hidup, berkuasa, dan yang sangat mengasihi kita.
A Cry for Deliverance
Puritan Prayer
Heavenly Father, Save me entirely from sin.
I know I am righteous through the righteousness of another,
but I pant and pine for likeness to thyself;
I am thy child and should bear thy image,
Enable me to recognize my death unto sin;
When it tempts me may I be deaf unto its voice.
Deliver me from the invasion as well as the dominion of sin.
Grant me to walk as Christ walked,
to live in the newness of his life,
the life of love,
the life of faith,
the life of holiness.
I abhor my body of death,
its indolence, envy, meanness, pride.
Forgive, and kill these vices,
have mercy on my unbelief,
on my corrupt and wandering heart.
When thy blessings come I begin to idolize them,
and set my affection on some beloved object –
children, friends, wealth, honour;
Cleanse this spiritual adultery and give me chastity;
close my heart to all but thee.
Sin is my greatest curse;
Let thy victory be apparent to my consciousness, and displayed in my life.
Help me to be always devoted, confident, obedient, resigned, childlike in my trust of thee,
to love thee with soul, body, mind, strength,
to love my fellow-man as I love myself,
to be saved from unregenerate temper,
hard thoughts, slanderous words, meanness, unkind manners,
to master my tongue and keep the door of my lips.
Fill me with grace daily, that my life be a fountain of sweet water.
Andre Tirta Winoto
Pemuda FIRES