Pada mulanya manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Sebagai gambar dan rupa Allah, manusia memiliki perbedaan khusus dari semua ciptaan Tuhan yang lain. Manusia memiliki identitas sebagai ciptaan tertinggi yang diberi tugas oleh Allah untuk menaklukkan ciptaan-ciptaan yang lain dan membudidayakan alam. Manusia ditaruh sebagai duta Allah untuk memancarkan kemuliaan Allah dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan Allah kepadanya. Akan tetapi, semua itu berubah saat manusia jatuh dalam dosa.
Dosa mengakibatkan manusia menjadi terpisah dari Allah yang suci. Manusia yang memiliki persekutuan yang begitu intim dengan Allah kini telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Keterpisahan dari keberadaan Allah ini membawa manusia masuk ke dalam kondisi sebagai ciptaan yang tersesat!
Ketersesatan manusia sebagai akibat dari dosa adalah sebuah konsekuensi yang logis. Allah adalah Sumber Kehidupan, Kebenaran, Kebajikan, Kesucian, dan bahkan Kasih itu sendiri. Dosa menjadi jurang gelap antara Allah dan manusia. Dosa memisahkan manusia dengan Sumbernya. Yang tersisa bagi manusia adalah kebencian, kejahatan, tipu daya, kebohongan dan kematian. Keterpisahan dengan Allah membuat kita tidak lagi mengenal Kehidupan, Kebenaran, Kebajikan, Kesucian, dan Kasih itu.
Ketersesatan ini muncul begitu nyata dari banyaknya ide-ide tentang nilai-nilai luhur dan baik yang kita tahu, tapi tidak kita jalankan. Kebaikan akhirnya hanyalah menjadi ide di otak kita—suatu tujuan yang ingin kita capai, tapi kita tidak tahu jalan menuju ke sana. Paulus sendiri mengatakan dalam Roma 7:18, “Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik.” Kebaikan sejati, kebenaran sejati, kesucian sejati, cinta kasih sejati, semua itu hanyalah tinggal ide yang kita ketahui, tapi tidak dapat kita wujudkan. Manusia menjadi makhluk yang tidak mengetahui bagaimana ia harus hidup di hadapan Allah karena hubungannya telah terputus dengan Allah.
Kehilangan Identitas
Kehilangan identitas kita sebagai gambar dan rupa Allah adalah salah satu bentuk ketersesatan kita. Tanpa kita sadari, kita membentuk identitas kita dengan berbagai macam cara yang TIDAK melibatkan Tuhan di dalamnya. Sebagai contoh, pertanyaan dasar dari semua filsuf besar di dunia ini adalah: Siapakah saya? Pertanyaan ini biasa dijawab dengan nama: Nama saya Dewi. Jawaban lain adalah hubungan keluarga: Saya adalah anak dari Bu Siti, sepupunya si Joni, adiknya Mbak Tuti. Jawaban umum lainnya adalah pekerjaan: Saya seorang insinyur. Masih juga jawaban umum lain, kita menjawab dengan kepemilikan barang: Saya pemilik pabrik. Jika kita semua jujur, maka ini adalah jawaban-jawaban yang kita pakai untuk membentuk identitas kita sebagai manusia. Bukankah ini juga adalah jawaban-jawaban yang Anda sendiri akan lontarkan apabila diberi pertanyaan: Siapakah Anda?
Manusia berdosa mencari identitas dirinya sejak lahir. Itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semua manusia di muka bumi ini. Identitas menentukan makna eksistansi, demikianlah semua manusia mencari makna eksistansi dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti: Kenapa saya lahir? Apa tujuan hidup saya di dunia ini? Pertanyaan-pertanyaan ini dan jawaban-jawabannya adalah apa yang membentuk identitas saya dan Anda.
Setiap orang mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas dengan berbagai cara. Pemuda-pemudi yang merasa dikekang oleh orang tuanya menolak identitas mereka sebagai seorang anak dan lari dari rumah. Pelajar yang menginginkan identitas sebagai seorang siswa teladan belajar mati-matian demi mendapatkan nilai tertinggi, hanya untuk bunuh diri ketika aplikasi beasiswa yang diincarnya ditolak. Kita merasa teman-teman di sekitar kita adalah bagian dari diri kita apabila mereka menerima kita, tidak peduli bahwa orang-orang yang kita sebut teman itu dari geng palak, pencopet, atau preman. Identitas kita adalah bagian integral dari hidup kita. Rampas identitas kita, dan kita menjadi makhluk dengan eksistansi tidak jelas. Siapakah kita kalau kita tidak punya nama, tidak punya keluarga, tidak punya pekerjaan, tidak punya harta benda? Yang tersisa hanyalah darah dan daging kita.
Inilah manusia berdosa! Kita tersesat dengan identitas kita sendiri. Di ekstrim yang satu, kita kebingungan dengan identitas kita pada saat apa yang ada pada kita hilang: nama, keluarga, kedudukan, pekerjaan, harta benda. Di ekstrim yang satu lagi, manusia pun masih merasa ada yang hilang bahkan pada saat mereka telah memiliki identitas sebagai seorang milyuner, usahawan sukses, pemilik banyak perusahaan. Jadi, siapakah kita? Pertanyaan itu tidak pernah bisa kita jawab dengan tepat.
Coba pikirkan hal ini dengan serius selama beberapa menit. Pertanyaan Siapakah Anda? bukanlah pertanyaan tentang nama. Itu harusnya adalah Siapakah nama Anda? Pertanyaan Siapakah Anda? juga bukanlah pertanyaan tentang relasi keluarga. Itu seharusnya Siapakah nama ibu Anda? Pertanyaan itu juga bukan tentang pekerjaan, bukan tentang harta benda, bukan tentang relasi dengan teman-teman kita, dan bukan tentang kemampuan kita. Pertanyaan ini bahkan tidak sedang menanyakan spesies kita. Kita ini manusia, itu jelas. Tapi itu spesies kita, dan tetap bukan merupakan jawaban yang tepat atas pertanyaan Siapakah kita?
Ketersesatan manusia yang paling besar dalam identitasnya adalah saat ia tidak lagi memandang identitasnya dari sudut pandang Tuhan. Coba lihat hal-hal yang kita pikir membentuk identitas kita: nama, keluarga, pekerjaan, harta benda. Itu semua adalah hal-hal yang membentuk identitas kita di mata siapa? Di mata MANUSIA. Saat kita kehilangan semuanya itu, kita tidak ada lagi artinya di depan sesama kita. Semua yang telah disebut di atas, adalah hal-hal yang sementara, dan hal-hal itu menjadi penting di mata manusia karena dosa telah membutakan kita dan kita tidak lagi melihat diri kita dengan identitas kita di mata Tuhan. Lebih celakanya lagi, manusia yang tersesat tidak kembali kepada Sumber Kebenaran itu, tetapi mencari dan membenarkan identitas yang mereka dapatkan dari manusia.
Kehilangan Kehormatan
Selain kehilangan identitas dirinya, manusia juga kehilangan kehormatan dirinya di hadapan Allah. Manusia diciptakan untuk memancarkan kemuliaan Allah. Manusia diciptakan untuk merefleksikan Allah yang Suci dan Kudus, yang Mulia. Akan tetapi, setelah kejatuhan manusia di dalam dosa, hal ini berubah total. Manusia kehilangan kemuliaan Tuhan, dan menjadi makhluk yang tidak lagi memiliki moral. Tidak ada satu manusia pun yang mencapai standar kesucian yang dipasang oleh Allah. Tidak ada satu manusia pun yang mencapai standar moral yang dipasang oleh Allah. Kemuliaan Allah tidak lagi terpancar keluar dari diri manusia berdosa. Manusia hanya sibuk mencari kemuliaan dirinya melalui apa yang ada di dunia ini.
Kita melihat begitu banyak tindakan tidak bermoral yang terjadi di masyarakat sekitar kita: pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, seks bebas, obat-obatan terlarang, dan masih banyak lagi. Tetapi kita juga melihat perbuatan-perbuatan dosa yang lebih tersamar: keegoisan, tidak mengasihi, iri hati, dendam, tidak mau mengampuni, dan perbuatan-perbudatan berdosa lain yang mungkin hanya Anda, Setan, dan Tuhan yang tahu.
Karena kejatuhan manusia ke dalam dosa ini, manusia yang tadinya diciptakan begitu mulia kini menjadi makhluk yang kotor dan berkubang di dalam dosa. Moralitas menjadi ide tanpa pelaksanaan seperti kata-kata Paulus dalam Roma 7:15, “Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat.” Kita menghendaki kebaikan, tetapi pada prakteknya, kita melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. Kita tidak memiliki dorongan untuk mencari kemuliaan Tuhan dan mempertahankannya.
Setelah manusia kehilangan kehormatannya, manusia mencoba mendefinisikan kehormatannya sendiri. Mungkin bahkan tanpa disadari kita semua melakukan hal itu setiap hari. Bukannya berlomba-lomba menyenangkan Tuhan, kita berlomba mencari kehormatan dari manusia. Kita mencapai tangga karir yang tinggi agar orang-orang menghormati kedudukan kita. Kita mencari uang yang banyak agar orang-orang menghargai kekayaan kita. Semua itu menjadi subtitusi semu dari kemuliaan sejati yang didapatkan dari Tuhan, tapi bukannya berbalik mencari Tuhan, manusia semakin berkubang dalam usahanya mencari hormat dari manusia.
Sama halnya seperti kehilangan identitas, semua manusia yang kehilangan kehormatannya karena dosa, melihat dan menginginkan kehormatan yang dari manusia. Mereka memilih mengejar bayangan semu daripada yang sejati. Dalam hidup ini, mereka mengejar yang sementara dan kehilangan yang kekal.
Manusia (Subjek) diciptakan begitu tinggi untuk menaklukkan (Predikat) alam (Objek). Identitas Subjek menentukan Predikat yang dihasilkan dan dilakukan kepada Objek. Karena kita diciptakan sebagai manusia, maka kita menaklukkan alam. Inilah identitas kita dan di sinilah letak kehormatan kita. Bukan sebaliknya: karena kita menaklukkan alam maka kita jadi manusia. Tetapi inilah yang terjadi di dalam keterhilangan kita. Kita memoles identitas dan kehormatan kita yang hilang dengan alam hasil penaklukkan kita. Seharusnya kita sebagai manusia yang mendefinisikan alam, tetapi di dalam keterhilangan kita, kita mendefinisikan diri kita sendiri sebagai manusia dengan memakai alam. Betapa terbaliknya dunia berdosa ini!
Harapan
Sama seperti orang yang masuk ke dalam hutan dan tersesat di dalamnya, manusia mencari cara keluar dari ketersesatan ini dengan mencari jalan keluar sendiri tanpa arah dan tujuan. Jalan keluar itu secara semu muncul dalam berbagai bentuk dan label (Predikat dan Objek). Yang paling banyak bisa kita lihat adalah jalan keluar dengan label agama yang menawarkan jalan keluar dari kematian menuju hidup yang kekal. Ada pula yang menyatakan amal sebagai jalan keluar dari kejahatan hati manusia. Entah apa pun nama dan labelnya, selama itu adalah usaha dari manusia sendiri, kita tetap tidak akan pernah keluar dari ketersesatan kita itu karena dasar dari semua masalah itu, yaitu dosa, masih melekat dalam hidup kita. Jurang lebar yang memisahkan manusia dari Allah itu harus diseberangi untuk mencapai identitas dan kehormatan sejati kita sebagai gambar dan rupa Allah.
Kristus telah menghapus jurang dosa itu dengan kematiannya di atas kayu salib. Sebagai Gembala yang baik, Ia telah menuntun kita keluar dari ketersesatan kita. Kita yang telah ditebus kini memiliki tugas untuk mengajak orang-orang yang masih tersesat untuk menemukan diri mereka yang sejati di hadapan Allah.
Akhir kata, tahukah Anda, siapakah Anda? Temukan diri Anda di dalam Kristus dan bersyukurlah dengan menghidupi hidup yang sepadanan dengan identitas dan kehormatan yang telah dianugerahkan kepada kita. Soli Deo Gloria.
Dewi Muharyani Cendrawasih
Pemudi GRII Singapura