Di dalam sesi tanya jawab dari Youth Camp REgeneration, ada sebuah pertanyaan seperti demikian: “Siapakah atau seperti apakah pemuda Reformed Injili itu?” Ini adalah sebuah pertanyaan yang begitu menggelitik tetapi sangat penting bagi kita para pemuda GRII. Kalau kita ditanya, “Apakah engkau pemuda Reformed Injili?” Kita dapat dengan mudah menjawab, “Ya.” Namun saat kita menjawab, “Ya,” apakah alasan kita mengidentifikasikan diri kita sebagai pemuda Reformed Injili? Mungkin alasan kita adalah, “Karena saya adalah pemuda yang beribadah di GRII, maka saya bisa disebut sebagai pemuda Reformed Injili.” Jawaban ini bukan sebuah jawaban yang absah, karena saat pertanyaan ini dipertajam, kita pasti akan sulit menjawabnya. Pertanyaan yang lebih tajam adalah, “Apakah kita layak dipanggil sebagai pemuda Reformed Injili?” Pertanyaan inilah yang lebih krusial untuk kita jawab, “Pemuda seperti apakah yang layak disebut sebagai pemuda Reformed Injili?” Kalau kita coba merenungkan mengenai apa itu Reformed Injili, secara sederhana kita akan menjawab, “Menegakkan kembali Theologi Reformed dan semangat menginjili.” Jikalau demikian, pertanyaan yang akan kembali dilontarkan adalah, “Ketika seorang pemuda sudah bertheologi Reformed dan rajin menginjili, apakah orang tersebut sudah bisa dianggap sebagai pemuda Reformed Injili?” Artikel ini akan memberikan ulasan singkat untuk kita renungkan bersama mengenai ciri-ciri dari pemuda Reformed Injili.
Peka terhadap Tantangan Zaman
Untuk mengerti identitas pemuda Reformed Injili, kita tidak bisa terlepas dari konteks di mana kita hidup saat ini. Pak Tong sering menyatakan bahwa tantangan yang kita hadapi di zaman ini jauh lebih berat dibanding tantangan yang Luther dan Calvin hadapi pada zamannya. Hal ini tentu saja bukan sebuah lelucon, tetapi sebuah pernyataan yang serius dan perlu kita pikirkan sama-sama. Sebagai pendiri gerakan ini, Pak Tong berhadapan dengan dua arus besar yang berbahaya di dalam gereja, yaitu liberalisme dan karismatik. Kelompok yang satu begitu mementingkan akademis, dan kelompok yang lain begitu menekankan aspek emosi. Maka Gerakan Reformed Injili harus berjuang di tengah impitan dua arus besar ini. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, “Masih seperti inikah tantangan yang kita hadapi pada zaman ini dan masih akan terus samakah di masa yang akan datang?”
Di dalam khotbah akhir tahun 2017 dan awal tahun 2018, Pak Tong melontarkan sebuah kalimat yang menghentak sekaligus menggelitik kita sebagai penerus gerakan ini. Ia berkata bahwa kita harus hidup dengan kepekaan terhadap tantangan zaman, dan dengan kepekaan ini kita harus bergumul di hadapan Tuhan untuk mengetahui apa yang harus kita lakukan di zaman ini. Ia melanjutkan, jikalau kita tidak peka dan terbawa arus zaman sehingga Gerakan Reformed Injili hancur, itu adalah dosa kita.
Zaman di mana kita hidup adalah zaman yang tentu saja memiliki konteks yang begitu berbeda. Saat ini kita tidak lagi hanya berhadapan dengan karismatik dan liberalisme, tetapi juga tantangan sekularisme pun menjadi tantangan yang begitu berbahaya bagi generasi muda. Selain itu, kita harus berhadapan dengan gaya hidup yang begitu kuat dipengaruhi oleh digitalisasi. Sehingga kita menghadapi konteks pergumulan zaman yang begitu berbeda bahkan lebih berbahaya dan mematikan dibandingkan 20 tahun yang lalu.
Di sisi lain kita juga dapat melihat kegenapan dari yang Alkitab katakan terkait kondisi manusia pada akhir zaman. Paulus, di dalam surat kepada Timotius, sudah mengatakan bahwa pada zaman akhir manusia akan semakin cinta diri dan cinta uang. Kondisi inilah yang dapat kita lihat dengan semakin kentara. Impian, ambisi, dan pengejaran atau usaha mati-matian manusia pada zaman ini adalah kepada “cinta diri dan cinta uang”. Semakin hari kita semakin dipaksa untuk terhisap ke dalam suatu konteks zaman yang semakin menyita habis waktu kita untuk mengaktualisasikan diri dan mengeruk keuntungan bagi diri. Akibatnya, bukan hanya semakin minimnya waktu untuk memikirkan dan berjuang bagi pekerjaan Allah, yang lebih parah lagi ada yang memanfaatkan pekerjaan Allah sebagai ladang untuk mengaktualisasikan diri dan mencari keuntungan materi. Sehingga pemuda zaman ini adalah pemuda yang mencari hal-hal yang secara nyata berguna bagi dirinya.
Zaman ini bukanlah zaman yang bisa dihadapi dengan perdebatan kata-kata, tanpa adanya realitas yang dinyatakan secara jelas. Jikalau kebenaran yang kita nyatakan hanya sebatas teori, maka itu akan dianggap sebagai iman yang tidak ada gunanya. Sehingga kita tidak hanya dituntut sebuah pengertian iman yang komprehensif tetapi juga pernyataan kebenaran di dalam kehidupan yang terintegrasi. Inilah kengerian konteks zaman yang kita hadapi saat ini. Diperlukan pergumulan dan kepekaan yang lebih lagi untuk mengerti dengan lebih tajam kondisi zaman ini.
Pemuda Reformed Injili
Jadi dengan bertheologi Reformed dan rajin penginjilan, tidak cukup untuk menjadikan diri kita pemuda Reformed Injili yang sejati, apalagi hanya dengan terlibat di dalam berbagai aktivitas gereja saja. Pak Tong pernah menyatakan tiga aspek yang seharusnya dimiliki oleh pemuda Reformed Injili. Aspek-aspeknya adalah sebagai berikut:
1. Aspek Reformed yang mencakup adanya lima Kebangkitan:
a. Kebangkitan Doktrin (doctrinal revival): Seorang yang bukan sekadar mengerti atau mengamini doktrin Reformed saja, tetapi juga mencintai, menghidupi, dan memperjuangkan doktrin Reformed.
b. Kebangkitkan Epistemologi (epistemological revival): Seorang yang secara jelas tahu dan dapat mempertanggungjawabkan dasar firman Tuhan dari segala kebenaran atau nilai yang ia percayai.
c. Kebangkitan Etika (ethical revival): Seorang yang menghidupi dan dapat mempertanggungjawabkan seluruh aspek etika kehidupannya di hadapan Tuhan dan bagi Tuhan.
d. Kebangkitkan Pelayanan (revival in ministry): Seorang yang bukan hanya mengerti dan mengetahui firman Tuhan tetapi juga berjuang dan rajin dalam pelayanan.
e. Kebangkitkan mandat budaya secara total (revival in cultural mandate): Seorang yang menyatakan firman Tuhan di dalam setiap bidang kehidupan dengan bermandat budaya.
2. Aspek atau sifat Injili: Seorang yang bukan hanya setuju atau mengalami kuasa Injil itu, tetapi juga menyadari kebutuhan atau urgensi dari Injil ini bagi dunia yang berdosa. Sehingga kehidupannya adalah kehidupan yang didorong untuk terus menginjili karena menyadari urgensi tersebut.
3. Aspek fighting spirit: Seorang yang memiliki semangat perjuangan untuk menghidupi seluruh kebenaran dan penginjilan meskipun menghadapi berbagai kesulitan yang merintangi.
Ketiga aspek ini adalah aspek-aspek yang akan membentuk kita menjadi seorang pemuda Reformed Injili sejati. Sehingga seorang pemuda Reformed Injili bukan hanya seorang yang sekadar bergereja dan ikut beraktivitas di GRII. Pemuda Reformed Injili juga bukan seorang yang tahu dan fasih di dalam Theologi Reformed. Pemuda Reformed Injili harus mampu dibangkitkan dalam mencintai dari hati yang paling dalam akan Theologi Reformed, menjadikannya dasar kebenaran di dalam hidupnya, mempertanggungjawabkannya di hadapan dan bagi Tuhan, merespons melalui semangat pelayanan yang tanpa kenal lelah, serta menyatakannya melalui seluruh aspek kehidupan kita. Ia juga adalah seorang yang hatinya terus dibakar untuk menginjili. Dan untuk mengikat seluruh aspek ini menjadi sesuatu yang utuh, diperlukan sebuah semangat perjuangan. Perjuangan ini sangat penting, menyadari realitas sulitnya menghidupi Theologi Reformed di tengah zaman yang sangat mudah berkompromi. Perjuangan ini juga diperlukan di tengah pluralisme yang begitu mencibir penginjilan dan dianggap sebagai pemaksaan kehendak. Jadi berdasarkan pemaparan ini, apakah kita adalah seorang yang layak dipanggil sebagai pemuda Reformed Injili?
Simon Lukmana
Pemuda FIRES