Tuhan menciptakan manusia dengan sangat ajaib. Ia menciptakan kita berbeda dengan makhluk lainnya. Kita diciptakan menurut peta dan teladan Allah, cerminan dari kemuliaan Allah sendiri. Bukan hanya itu, Allah juga memberikan manusia tubuh dan roh, Dia sendiri yang menghembuskan nafas-Nya kepada manusia dan memberikan kekekalan dalam hati manusia. Maka hidup manusia sudah pasti berbeda dengan makhluk lainnya yang tidak dicipta demikian. Binatang, misalnya, hanya memiliki tubuh jasmani dan menjalankan hidupnya sesuai dengan insting yang dimilikinya. Binatang tidak punya pemikiran, kebudayaan, cinta kasih, iman, dan lain-lain. Oleh sebab itu, kita perlu mengkaji bagaimana seharusnya manusia hidup sebagai peta dan teladan Allah dalam dunia ini.
Di zaman yang sudah serba maju ini, banyak orang tidak percaya manusia sebagai peta dan teladan Allah. Para ilmuwan kebanyakan setuju bahwa manusia tidak ada bedanya dengan makhluk lainnya, hanya saja memiliki gen yang lebih superior sehingga bisa maju seperti sekarang. Akhirnya cara mereka menganalisis hidup dan tingkah laku seorang manusia juga tidak ada bedanya dengan cara menganalisis kehidupan alam, misalnya binatang. Yang diperhatikan hanyalah gerak-gerik yang kelihatan (gejala fenomenal) saja.
Mungkin kita sebagai orang Kristen tidak setuju dengan pandangan mengenai manusia di atas, tetapi kita juga mungkin secara tidak sadar telah menyetujui pendapat mereka. Bagaimana bisa? Jika kita selama ini memperlakukan orang lain dan diri kita sendiri hanya berdasarkan apa yang kelihatan saja, kita sebenarnya tidak ada bedanya dengan mereka. Manusia jauh melampaui alam ini dan hidup manusia tidak sesederhana gejala yang terlihat di luar saja. Seperti yang sudah dikatakan di awal, manusia telah diberikan kekekalan dan banyak aspek lainnya oleh Allah agar manusia memancarkan kemuliaan Allah. Salah satu hal yang sering kita lupakan adalah worldview. Ya, setiap manusia memiliki worldview, tetapi tidak semua orang menyadarinya dan memiliki worldview yang benar.
Apa itu worldview? Worldview berasal dari bahasa Jerman “Weltanschauung”, yang sebenarnya lebih tepat jika diterjemahkan sebagai world-life-view (kita tetap akan menggunakan istilah worldview untuk mempermudah penulisan) karena berkenaan bukan hanya dengan cara pikir, tetapi juga sampai kepada keseluruhan hidup. Wordview bagaikan lensa mata kita, di mana kita melihat segala sesuatu melaluinya. Sadar ataupun tidak, kita mengambil setiap keputusan dan menjalankan hidup sehari-hari sesuai dengan worldview yang kita miliki. Hal ini sangat penting untuk kita ketahui dan renungkan karena banyak orang Kristen yang tidak sadar telah memiliki worldview yang tidak Kristen dan akhirnya menjalankan hidup yang tidak Kristen (tidak sesuai firman), walaupun di gereja setiap Minggu mengaku bahwa diri adalah orang Kristen.
Apakah yang menentukan dan memengaruhi worldview kita? Di belakang setiap worldview pasti ada filsafat yang mendasarinya, dan yang membuat kita menghidupi sebuah filsafat adalah komitmen hati kita yang paling dasar (presuposisi). Jadi di dalam keberdosaan kita, kita mungkin sekali memiliki presuposisi yang tidak sesuai dengan firman, sehingga menjadikan kita terus-menerus secara praktis melawan Allah. Tidak ada yang bisa mengubah hati manusia kecuali Tuhan sendiri. Maka, jika kita ingin memiliki worldview dan hidup yang benar, yang harus kita cari pertama kali adalah belas kasihan Tuhan. Mintalah kepada Tuhan agar hati kita diubah menjadi taat kepada-Nya dan sungguh-sungguh mengakui kebenaran firman-Nya dalam keseluruhan hidup. Dengan anugerah yang Dia berikan kepada kita, barulah kita bisa bertumbuh dalam pembelajaran kita mengenai worldview.
Pada kesempatan kali ini kita akan melihat beberapa contoh sistem filsafat yang memengaruhi manusia sepanjang sejarah dan turut membentuk worldview setiap manusia. Kita mungkin nanti akan mengira bahwa sebagian adalah filsafat yang sudah jauh di masa lalu, tidak ada yang menggunakannya lagi sekarang di zaman ini. Tetapi saya harus mengatakan bahwa walaupun demikian, kita mungkin tidak luput dari pengaruh filsafat-filsafat ini dan masih menjalankannya secara praktis dalam kehidupan sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak.
Deisme. Filsafat deisme mungkin adalah filsafat yang jarang kita dengar. Filsafat ini tidak begitu populer karena memang bukan suatu sistem filsafat yang lengkap dan kebanyakan dianut oleh kaum intelektual. Apakah isi filsafat deisme ini? Penganut deisme setuju bahwa dunia ini diciptakan oleh Allah (tidak harus Allah orang Kristen). Tetapi mereka percaya bahwa Tuhan tidak menopang dan ikut serta memelihara apa yang telah Dia ciptakan. Jadi setelah Tuhan menciptakan dunia ini, Tuhan pergi entah ke mana dan meninggalkan ciptaan-Nya berjalan sendirian. Mereka juga percaya bahwa dunia ini tidak akan ambruk dan jatuh jika Tuhan tidak menopang. Mengapa? Karena Allah sudah menetapkan hukum-hukum untuk menjaga stabilitas dunia sehingga memungkinkan ciptaan-Nya untuk hidup tanpa Dia. Gambaran umumnya biasanya adalah dunia ini seperti jam raksasa yang diputar agar bisa berjalan sendiri.
Apa akibat dari pandangan yang seperti ini? Allah begitu transenden, bahkan sampai meninggalkan kita dan kita tidak dapat mengenal Dia. Segala sesuatu sudah ditetapkan hukumnya sejak awal dan sudah direncanakan (deterministik). Walaupun manusia sifatnya personal, tetap saja adalah bagian dari dunia yang deterministik. Dan dampak ultimat dari semuanya itu adalah tidak adanya dosa. Segala sesuatu sudah ditetapkan sejak semula, termasuk gerak-gerik manusia. Maka jika ada hal negatif atau kejahatan yang terjadi, itu karena Allah sudah menetapkannya dan bukan karena manusia ingin melakukannya. Manusia tidak mempunyai kontrol atas dirinya untuk melakukan apa pun sesuai kehendaknya. Maka, etika dalam deisme sebenarnya menjadi tidak jelas. Jika tidak ada dosa, tidak ada yang baik dan yang jahat. Semuanya benar dan baik. Maka deisme mendukung manusia untuk melakukan segala sesuatu.
Pandangan deisme ini sebenarnya adalah sebuah bentuk pemberontakan manusia terhadap Allah yang sesungguhnya. Manusia ingin lepas dari Allah dan menentukan jalannya sendiri, tetapi juga menyadari bahwa tanpa Allah semuanya akan menjadi absurd. Maka mereka mengadopsi keberadaan Tuhan dalam filsafat mereka, tetapi membuang otoritas dan peran Allah dalam dunia.
Sebagai orang Kristen, benarkah kita tidak menganut paham ini? Tetapi secara tidak sadar, hidup kita sehari-hari mungkin mempraktikkan filsafat deisme. Pernahkah kita memiliki keinginan yang kita tahu salah tetapi kita tetap melakukannya dan mengabaikan firman yang pernah kita dengar? Pernahkah kita berbuat dosa dan sama sekali tidak memikirkan bahwa Allah melihat kita? Pernahkah kita mengambil segala keputusan berdasarkan pertimbangan diri sendiri dan tidak mencari kehendak Allah? Semua ini adalah bibit deisme. Kita mengabaikan keberadaan Allah, seakan-akan Dia tidak hadir bersama-sama dengan kita dan kita boleh melakukan segala sesuatu yang dikehendaki oleh hati kita sendiri.
Nihilisme. Filsafat nihilisme juga mungkin jarang kita dengar, karena periode berkembangnya filsafat ini hanya sebentar saja dan dunia filsafat langsung beralih kepada filsafat lain. Ada juga yang mengatakan bahwa filsafat ini adalah filsafat transisi dari zaman modern kepada zaman postmodern. Nihilisme dikembangkan oleh Friedrich Nietzsche. Dialah yang mencetuskan bahwa Allah telah mati dan mengajak umat manusia agar jangan mau diperbudak oleh tradisi-tradisi masa lalu, baik secara konsep maupun tingkah laku. Tetapi manusia tidak mungkin hidup tanpa sejarah dan filsafat Nietzsche akhirnya berakhir pada nihilisme, suatu keadaan yang tidak menginginkan apa pun, tidak mengharapkan apa pun, dan tidak mengakui apa pun. Filsafat ini tidak mungkin dihidupi oleh manusia secara sempurna karena tidak ada yang bisa lepas dari segala sesuatu selama masih hidup dalam dunia ini. Nietzsche pun akhirnya menjadi gila karena mencoba menghidupinya.
Apa pengaruh filsafat ini kepada kita? Sama seperti ketika dunia filsafat sedang mengalami depresi, ketika seorang Kristen mengalami depresi dan kekeringan mungkin sekali menerapkan filsafat ini. Pernahkah kita sampai pada sebuah keadaan di mana kita meragukan apakah Tuhan ada atau tidak, walaupun kita mengaku sebagai orang Kristen? Pernahkah kita merasa hidup kita sia-sia, sangat lelah, dan tidak mungkin menang dari jerat dosa? Pernahkah kita begitu kosong dan kering sehingga tidak menginginkan apa pun sama sekali? Tidak ingin tidur, tidak ingin makan, tidak ingin lakukan apa pun. Ini adalah kondisi yang menyedihkan dari seorang manusia dan kita perlu minta belas kasihan Tuhan untuk membangkitkan kita dari kondisi ini. Worldview nihilisme bukannya tidak mungkin menyerang orang Kristen.
Eksistensialisme. Eksistensialisme adalah filsafat yang meninggikan sisi subjektivitas manusia. Eksistensialisme menyatakan bahwa manusia adalah penentu makna (meaning) dirinya sendiri. Seseorang dianggap berharga dan memiliki nilai yang tinggi hanya ketika dia bisa menentukan jalan bagi dirinya sendiri dan menjadi individu yang unik. Orang yang hanya bisa mengikuti mayoritas dan tidak mempunyai identitas sendiri adalah orang yang rendah di mata filsafat eksistensialisme. Setiap manusia harus menjadi pencipta nilai dan bukan penganut nilai. Maka, kebebasan seseorang dalam menentukan pilihan hidupnya merupakan hal yang krusial dalam eksistensialisme.
Pengaruh filsafat ini dalam hidup sehari-hari kita sangatlah besar. Pernah mendengar istilah “Be yourself”? Ini adalah cetusan supaya masing-masing individu menjadi unik dan tidak mengikuti orang lain. Pernahkah kita melakukannya, yaitu ingin eksis di depan orang lain lalu dengan munafik memalsukan segala tingkah laku kita? Pernahkah kita merasa diri hebat dan mau menentukan segala keputusan hidup sendiri tanpa mau melihat pertimbangan atau nasihat yang diberikan oleh orang lain (bahkan tidak mencari kehendak Allah)? Pernahkah kita mengajar seseorang atau mengajar diri kita tentang nilai dari sesuatu dengan cara menghilangkannya (orang eksistensialis biasanya melakukan antitesis, yaitu menggunakan ketiadaan untuk menunjukkan keberadaan, misalnya harus sampai tidak punya makanan apa pun lagi untuk bisa menghargai nilai makanan)? Bibit eksistensialisme sangat dekat dengan hidup kita, apalagi bagi kaum muda yang masih mencari jati diri. Akan sangat bahaya ketika menjadikan diri sebagai pusat nilai dan tidak kembali kepada definisi yang diberikan oleh Allah.
New Age. New Age adalah filsafat yang sedang populer di zaman ini di kalangan orang-orang awam dan spiritual. New Age adalah perkembangan dari filsafat Timur, yaitu pantheisme yang menganggap segala sesuatu adalah allah. Mereka menyembah semua allah yang ada tanpa mendiskriminasi satu pun allah dan menganggap realitas ultimat adalah ketika kita bisa melebur menjadi satu dengan allah dan seluruh alam semesta ini. Kesadaran kita sebagai individu dianggap sebagai sumber kejahatan, dan solusinya adalah dengan bersatu. Filsafat ini biasanya juga membawa semangat mau kembali kepada alam (back to nature), tetapi dengan tujuan untuk bersatu dengan alam.
Pengaruhnya dalam hidup kita belakangan ini cukup banyak. Pernahkah kita mengenakan gelang-gelang magnet atau peralatan apa pun yang tidak jelas cara kerjanya dan percaya bahwa hal itu bisa menyembuhkan penyakit kita? Produk dari filsafat ini biasanya bermotif membuat kita menjadi lebih baik dengan menggunakan hal-hal yang alami. Bukan hanya itu, New Age bahkan menggerogoti kekristenan sampai ke tulang-tulangnya.
New Age memiliki ide membawa kesadaran kita bersatu dengan allah, dan kita adalah allah. Pada akhirnya jika filsafat ini memengaruhi kekristenan, tidak akan ada lagi transendensi Allah yang kita sembah. Akibatnya dalam hal ibadah kita akan semau kita dan semanusiawi mungkin tanpa memikirkan lagi Allah adalah Allah yang juga suci, agung, tinggi, dan transenden. Gerakan Karismatik dan Pentakosta adalah salah satu dampak dari filsafat ini kepada kekristenan. Ibadah menjadi sesuatu yang berfokus bukan pada Allah dan firman-Nya lagi, melainkan kepada manusia dan perasaannya. Apakah engkau merasa nyaman ketika ibadah? Apakah engkau merasa bertemu dengan Allah? Apakah engkau mendapatkan ekstase dari ibadah (trance, suatu keadaan di mana kita begitu nikmat sampai tidak sadarkan diri)? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang merajalela di dalam ibadah Kristen pada zaman sekarang. Pandangan ini begitu rusak dan melumpuhkan banyak gereja di zaman ini. Maka kita harus selalu waspada akan semangat New Age dengan bergantung kepada Allah dan firman-Nya.
Postmodernisme. Postmodernisme adalah filsafat yang sedang melanda zaman ini di kalangan kaum intelektual dan pemuda. Postmodernisme merupakan respons terhadap modernisme, bukan dengan maksud menjadi antitesis dari modernisme, melainkan meradikalkan modernisme sampai ke akar-akarnya. Jikalau di zaman modern orang-orang masih melihat kebenaran sebagai sesuatu yang menaungi banyak orang (adanya kebenaran yang sama-sama diakui secara komunal), di zaman postmodern kebenaran sudah dikurung ke dalam wilayah masing-masing pribadi manusia secara individual. Modernisme mengotak-ngotakkan kebenaran menjadi banyak kategori yang terpisah, postmodern mengotak-kotakkan kebenaran sampai pada tahap personal. Postmodernisme juga membawa semangat relativisme yang merelatifkan segala sesuatu. Bagi postmodernisme, tidak pernah ada yang salah, semua orang benar dalam ruang lingkupnya sendiri. Kebenaran bergantung pada individu masing-masing, apa yang dianggap benar oleh seseorang, itulah kebenaran bagi dirinya, walaupun belum tentu menjadi kebenaran bagi orang lain.
Tidak heran filsafat ini berkembang pesat dalam perkembangan teknologi sekarang ini. Setiap orang tidak lagi peduli akan orang lain benar atau salah, baik atau jahat, yang penting jangan saling mengganggu kenyamanan satu sama lain. Semua orang didorong untuk menjadi autis dan asyik dengan dunianya sendiri.
Pengaruh filsafat ini sangat jelas bagi generasi zaman ini. Dengan mengasumsikan tidak ada kebenaran yang menguasai semua orang, semuanya bertindak sendiri-sendiri demi keuntungan diri sendiri. Semangat ini sangat menghancurkan jika dibawa ke dalam gereja. Akan banyak timbul kalimat seperti, “Menurut saya ini yang benar, menurut Anda benar atau salah, itu terserah Anda.” Akan sangat rusak jika semangat ini pun sampai kita bawa kepada Tuhan. Sama juga halnya ketika kita sebagai orang Kristen harus menyatakan iman. Semangat postmodernisme yang mementingkan relasi yang damai dan tidak saling mengganggu sesama manusia akan membuat seseorang mudah berkompromi ketika mengalami kesulitan dan tantangan dalam menyatakan iman.
Masih banyak lagi filsafat dunia dan pengaruhnya dalam hidup kita. Jika kita tidak waspada akan hal ini dan menjaga hati kita tetap ditundukkan di bawah firman, kita akan hancur secara tidak sadar. Dunia menawarkan berbagai worldview yang liar dengan begitu halusnya. Dunia memaksa kita menggunakan cara pandangnya. Segala lingkungan kita bisa menjadi tempat masuknya hal tersebut, misalnya film, buku bacaan, media televisi, internet, percakapan, edukasi, dan lain-lain. Mari kita waspada akan bahaya ini dan berpegang teguh pada iman kita kepada Tuhan dan firman-Nya. “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan Firman-Mu” (Mzm. 119:9).
Rolando
Pemuda FIRES