Sosok Seorang Elia
William Farel adalah seorang penginjil dari Perancis dan telah mendirikan gereja Reformed di beberapa kanton di Swiss, yakni Neuchâtel, Berne, Geneva, dan Vaud. Ia adalah anak sulung dari enam bersaudara. Farel dilahirkan dalam keluarga yang cukup mapan, namun karena situasi yang semakin memburuk, ia akhirnya harus menjalani masa-masa hidup yang sangat miskin dan sulit. Dalam tahun-tahun awal Reformasi di Perancis, ia belajar di bawah seorang pastor Katolik yang pro-reformasi, bernama Jacques Lefèvre d’Étaples. Lefèvre adalah seorang yang sangat meyakini doktrin justification by faith, namun ia masih tidak meninggalkan Katolik Roma. Saat bekerja dengan Lefèvre di Meaux, Farel akhirnya dipengaruhi lebih jauh dalam pemikiran Lutheran dan kemudian dengan antusias menyebarkan ajaran tersebut.
Ia dilahirkan lima tahun setelah Luther dan Zwingli, dan dua puluh lima tahun sebelum Calvin. Ia termasuk dalam golongan generasi pertama para Reformator. Bersama dengan Calvin, Farel dengan giat melatih para misionaris yang akhirnya menyebarkan ajaran Protestan ke negara-negara lain di Eropa, terutama Perancis. Ia berperawakan agak pendek, kurus, dan memiliki jenggot yang tidak terlalu terawat. Penampilannya ini mengingatkan kita akan sosok seorang Elia. Tidak hanya penampilan fisik, cara berkhotbahnya yang berapi-api, frontal, dan penuh kegigihan, semakin memperjelas bayang-bayang nabi Elia dalam diri seorang William Farel.
Peran, Pelayanan, dan Perjuangan
Peran Farel lebih condong ke arah destruktif dibandingkan konstruktif. Ia sangat mampu untuk meruntuhkan sesuatu yang salah, namun memiliki kesulitan untuk membangun kembali. Ia adalah seorang penakluk yang gagah berani, namun bukan orang yang mengurus administrasi dan organisasi dari daerah yang sudah ditaklukkannya. Ia adalah seorang pengkhotbah dengan dinamika yang dahsyat, namun bukan seorang theolog dengan pemikiran sistematik dan mendalam. Farel sendiri sangat menyadari kelebihan, kekurangan, dan peran yang harus dikerjakannya. Ia menyerahkan kekurangannya tersebut kepada teman mudanya, Calvin, yang akhirnya melahirkan suatu rajutan kerja sama yang begitu indah. Farel memiliki jiwa yang rendah hati dan semangat untuk menyangkal diri. Dengan rela hati, ia membiarkan dirinya semakin tidak dilihat sehingga sorotan lebih banyak diarahkan kepada Calvin. Inilah salah satu karakter Farel yang begitu agung, sesuatu yang seharusnya kita teladani dengan sungguh-sungguh, yakni kebesaran hati.
Ia mampu menjadikan setiap pojok tempat menjadi mimbar untuk berkhotbah. Mulai dari rumah, jalan-jalan, pasar, semua pernah ia jadikan tempat untuk berkhotbah. Ia terkenal dengan pesannya yang begitu kuat dan menusuk. Tak jarang, hal ini membuat panas telinga para biarawan dan kaum fanatik yang telah ia kecam begitu rupa. Tidak dapat disangkal, pesan yang disampaikan Farel bersifat mengutubkan, yakni pihak yang dengan sungguh-sungguh tunduk atau akhirnya justru melawan Injil. Tidak ada orang yang tidak gemetar ketika mendengarkan suaranya yang begitu membahana. Tidak ada orang yang tidak mencicipi suasana sorga ketika mendengar ia menaikkan doa yang begitu sungguh-sungguh dan khusyuk.
Farel memiliki jiwa yang tegas dan tidak kompromi. Ia sama sekali tidak menghiraukan pandangan manusia jika itu sudah melanggar prinsip kebenaran firman. Suatu kali, ia menghardik seorang wanita bangsawan di hadapan umum. Ini disebabkan karena wanita itu telah meninggalkan suaminya dan tidak mau kembali. Teguran ini akhirnya menyebabkan suatu keributan pada masa itu.
Pengaruh Hidup Seorang William Farel
Dengan kepiawaian dalam berbicara dan kegigihan dalam memberitakan Injil, Farel telah berhasil memenangkan hampir seluruh orang yang berbahasa Perancis di Swiss. Banyak gereja baru telah didirikan di bawah kepemimpinannya. Ia juga memperlengkapi gereja-gereja baru tersebut dengan buku-buku pemuridan dalam bahasa Perancis. Ia menekankan bahwa setiap ajaran harus mampu diterapkan dalam keseharian hidup.
Secara perlahan, kota di mana Farel berada mulai berubah dari kepercayaan kepada takhayul menjadi kepercayaan kepada Yesus Kristus. Masyarakat berjanji untuk hidup sungguh-sungguh sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Pada masa itu, mulai dibangun sekolah dan rumah sakit. Para pelayan dan penatua juga ditunjuk untuk bertugas melayani Tuhan. Khotbah dan pemberitaan firman terus dikumandangkan dari hari ke hari. Seluruh toko pun tutup pada hari perhentian. Kita dapat melihat perubahan dan dampak yang signifikan dalam kota di mana Farel berada. Namun juga harus diingat, perjuangan masih jauh dari selesai. Masih begitu banyak masalah dan aspek yang masih harus dibenahi.
Salah satu kisah yang terkenal adalah hardikan Farel terhadap Calvin. Pada suatu malam, Calvin sudah memutuskan untuk tidak lagi tinggal di Jenewa dan sudah bersiap-siap untuk pergi. Ketika Farel mendengar hal ini, ia dengan segera mencari Calvin dan ingin mendesaknya untuk tetap tinggal. Ia ingin bekerja sama dengan Calvin di Jenewa. Namun hal ini sama sekali berbeda dengan rencana Calvin. Yang dirindukan Calvin adalah suatu kehidupan yang tenang. Kemudian dalam suasana seperti itu, Calvin ingin meneruskan studinya, jauh dari badai dan guncangan yang diakibatkan oleh Reformasi. Calvin dengan bersikeras menolak desakan Farel. Sampai suatu titik, Farel menghardik dengan begitu keras. Jika Calvin tidak melanjutkan pekerjaan Tuhan di Jenewa, Tuhan akan mengutuknya karena ia lebih memilih untuk mengikuti keinginannya sendiri daripada panggilan Tuhan. Hardikan itu langsung masuk ke dalam hati Calvin. Perasaan gentar akan penghakiman Tuhan langsung memenuhi pikirannya. Akhirnya, walaupun sadar bahwa tugas ini sangat berat, Calvin memilih untuk menetap dan bekerja di Jenewa bersama Farel.
Refleksi
Hidup William Farel tentunya dapat menjadi sebuah pelajaran yang berharga dan relevan bagi kita di zaman ini. Ia memiliki mata yang begitu tajam, jiwa yang menyangkal diri, dan hati yang luas untuk melihat orang-orang di sekitarnya yang mungkin Tuhan juga akan pakai, bahkan melampaui dirinya sendiri. Ini mengingatkan kita akan kisah Barnabas yang bersikeras membela Paulus agar diikutsertakan dalam melayani Tuhan dan masuk dalam kelompok para rasul. Padahal Paulus saat itu sangat ditakuti dan dicurigai karena sebelumnya ia telah menganiaya begitu banyak jemaat.[1] Kita juga diingatkan akan kebesaran hati seorang Andreas, salah satu murid yang pertama-tama dipanggil oleh Yesus sendiri. Ia sebenarnya masuk dalam satu angkatan dengan Petrus, Yakobus, dan Yohanes.[2] Namun ia ternyata tidak masuk dalam golongan tiga murid lingkaran terdekat Yesus. Ia tidak ikut serta dalam peristiwa kebangkitan anak Yairus, transfigurasi, dan doa yang begitu khusyuk di taman Getsemani. Bisa saja Andreas menjadi iri hati ataupun merasa tidak kalah dengan tiga murid tersebut. Namun Alkitab tidak mencatat ia memiliki hati yang seperti demikian. Ini tentunya menjadi kritik tajam terhadap tendensi manusia di zaman informasi ini. Saat ini, kita begitu senang ketika kita menjadi pusat perhatian, ataupun diperlakukan bagaikan selebriti dan superhero.[3] Juga melalui hidup Farel, kita sekali lagi diingatkan untuk memiliki jiwa seperti Yohanes Pembaptis. Kerinduan agar Kristus yang semakin bertambah dan ditinggikan, dan diri kita yang semakin berkurang.[4]
Tubuh Kristus terdiri dari begitu banyak anggota yang memiliki keunikan tersendiri.[5] Mungkin sangat mudah bagi kita untuk menyoroti bagian yang kelihatan lebih menonjol dan gampang dilihat.[6] Dalam pelayan gerejawi, kita mungkin lebih cenderung memperhatikan orang-orang yang berkhotbah ataupun memimpin pujian. Padahal ada banyak bagian lain yang begitu indah dan signifikan, namun seolah tersembunyi dan tidak mudah terlihat. Mirip seperti aliran darah dan jaringan saraf pada tubuh kita yang tidak terlihat melalui pandangan mata dari luar. Padahal bagian-bagian tersebut bekerja tanpa henti dan memiliki peran yang sangat signifikan. Kita tidak bisa melupakan orang yang dengan tekun, sepenuh hati, dan dengan cucuran air mata terus berdoa dan berpuasa untuk pekerjaan Tuhan. Juga orang-orang yang membagikan berita Injil secara pribadi dari hari ke hari. Juga orang yang pergi ke tempat yang jauh untuk melayani Tuhan, dan bahkan mungkin sampai harus mati dalam pelayanannya. Orang-orang seperti ini mungkin tidak akan pernah tercatat dalam sejarah, namun kita yakin Tuhan mengingat setiap orang yang sungguh-sungguh melayani dan bekerja untuk-Nya. Bahkan orang yang memberikan pakaian kepada orang yang telanjang, ataupun memberikan secangkir air kepada pelayan Tuhan, orang tersebut tidak akan kehilangan upahnya.[7] Dalam Injil Lukas juga dicatat seorang perempuan tua bernama Hana yang setiap hari dengan tekun beribadah, berdoa, dan berpuasa di Bait Allah.[8] Juga kisah mengenai dua wanita tua yang terus dengan konsisten berdoa untuk kebangunan rohani di Hing Hwa. Akhirnya Tuhan mengirimkan seorang bayi John Sung sebagai jawaban atas doa tersebut.[9]
Di sisi lain, kritikan tajam sering ditujukan kepada pembawaan Farel yang meletup-letup dan kasar. Sekali lagi kita diingatkan bahwa para pelayan Tuhan sekalipun hanyalah manusia berdosa yang Ia rela tebus dan selamatkan. Bukankah pesan inilah yang terus kita dengar dalam Alkitab? Yakni bagaimana Allah memilih orang-orang yang dianggap hina dan tidak layak untuk akhirnya menjadi pengikut dan pelayan-Nya. Mulai dari Abraham yang berdusta, Yakub yang licik, Musa yang pernah membunuh, Samuel yang anak-anaknya ternyata rusak, Elia yang pernah putus asa dan minta dicabut nyawanya, Petrus yang pernah menyangkal Yesus, Matius yang adalah pemungut cukai, sampai kepada Saulus yang menganiaya jemaat Allah. Sering kali kita memiliki bayangan yang tidak tepat akan seorang pelayan Tuhan yang sempurna di segala segi. Kita lupa bahwa para pelayan Tuhan, dan terlebih lagi kita, adalah orang berdosa yang penuh kelemahan, tetapi Tuhan rela pilih dan pakai. Biarlah kita tidak memandang rendah seorang Farel hanya karena ia memiliki kelemahan-kelemahan tersebut. Tetapi justru supaya kita lebih berbijaksana dalam memilah bagian mana yang tidak perlu kita contoh, dan bagian mana yang seharusnya kita teladani mati-matian.
Penutup
Tuhan telah memakai hidup seorang yang begitu berapi-api untuk menjalankan kehendak-Nya. Memang Farel adalah orang yang meluap-luap dan cenderung agak kasar. Bahkan ada seorang teman yang mengingatkan bahwa tugasnya adalah untuk menginjili, bukan untuk mengutuk dan marah-marah. Meskipun demikian, tidak seorang pun yang berani meragukan kesungguhan, kesetiaan, keberanian, dan integritasnya di hadapan Tuhan. Ia bagaikan seorang pekerja kasar yang menebang habis pohon-pohon raksasa, membersihkan kumpulan semak belukar yang mengganggu, dan kemudian menggemburkan tanah yang sudah begitu keras. Sehingga akhirnya tanah itu menjadi gembur dan siap menerima taburan benih firman. Ia adalah seseorang yang mempersiapkan jalan bagi orang lain tanpa menginginkan dirinya menjadi sorotan orang banyak. Memang sangat sedikit pemikiran theologisnya ataupun buah tulisannya yang ia wariskan sampai sekarang. Namun kesungguhan dan kegigihannya perlu terus diteladani dari zaman ke zaman. Ia memiliki energi dan vitalitas yang luar biasa. Terus pergi dari kota ke kota sampai umurnya sudah begitu lanjut dan kesehatan yang sudah jauh menurun. Namun sampai detik-detik terakhir, para pendengar masih dapat merasakan dengan jelas kekuatan, semangat, dan dinamikanya dalam setiap pemberitaan firman. Dengan pasti, kondisi setiap desa atau kota yang ia kunjungi tidak akan pernah sama lagi. Semoga kisah hidup seorang William Farel juga menggugah kita untuk sungguh-sungguh hidup dan melayani Tuhan.
Juan Intan Kanggrawan
Redaksi Bahasa PILLAR
Referensi:
http://en.wikipedia.org/wiki/William_Farel (diambil pada tanggal 18 Oktober 2012).
http://www.tracts.ukgo.com/william_farel.htm (diambil pada tanggal 18 Oktober 2012).
http://www.prca.org/books/portraits/farel.htm (diambil pada tanggal 19 Oktober 2012).
http://www.ccel.org/ccel/schaff/hcc8.iv.vii.iii.html (diambil pada tanggal 19 Oktober 2012).
http://www.americanpresbyterianchurch.org/?page_id=1487 (diambil pada tanggal 19 Oktober 2012).
Endnotes:
[1] Kisah Para Rasul 9:27.
[2] Matius 4:18.
[3] http://www.apa.org/news/press/releases/2011/08/social-kids.aspx (diambil pada tanggal 21 Oktober 2012).
[4] Yohanes 3:30.
[5] 1 Korintus 12:12.
[6] 1 Korintus 12:22-26.
[7] Matius 10:42 dan Matius 25:36-40.
[8] Lukas 2:37.
[9] http://www.hograce.org/eng/document/Asian.Awakening/asian15.htm (diambil pada tanggal 21 Oktober 2012).