Salam Pembaca PILLAR yang setia,
Sudah setengah tahun berlalu sejak COVID-19 pertama kali menjadi tamu yang tidak mau pergi-pergi dari dunia manusia dan kita sebagai tuan rumah tidak berdaya mengusirnya. COVID-19 sudah seakan-akan menjadi anggota baru dari rumah tangga kita dan kita harus belajar hidup bersamanya, menghidupi new normal. Kutipan dari artikel “COVID-19: New Normal, New Spirit, and New Life” menyindir kita demikian, “Kalau kita bisa dengan cepat mengikuti tatanan kehidupan new normal, mengapa kita sulit untuk mengikuti tatanan kehidupan new life?” What say you?
Dua artikel selanjutnya membahas dua misteri besar yang banyak orang Kristen sulit memberikan jawaban yang memadai baik atas pertanyaan yang jujur dari orang yang bergumul maupun tuduhan dan serangan dari para musuh kekristenan. Yang pertama tentang problem of evil dan yang kedua tentang theologi dan sains. Jangan-jangan kita termasuk yang cukup gagap “eeeeeeeee apa yahh…” dalam memberikan tanggapan dan jawaban. Dua artikel tersebut seperti dinamit, tidak perlu panjang, pendek saja namun berdaya ledak tinggi. Yang pasti setelah baca ini, gagapnya jadi hilang atau setidaknya lebih pendek “eee…” sekarang.
Namun, jangan keburu senang dapat dinamit untuk membungkam lawan debatmu. Resensi buku Tactics mengingatkan bahwa perdebatan yang tidak membangun melainkan menghancurkan bukanlah tujuan apologetika. Penulisnya, Gregory Koukl, punya aturan umum: “jika ada yang marah dalam diskusi, Anda kalah.” Dia berkata, “Saya tidak pernah berusaha mempertobatkan seorang pun. Tujuan saya bukanlah memenangkan seseorang bagi Kristus, melainkan hanya menyelipkan kerikil di dalam sepatu orang.” Kerikil? Apaan sih? Ya, semoga rasa penasaran ini mendorong kita untuk mencari dan membacanya langsung di halaman paling belakang.