,

A Man Named Luther (2)

Sering kali kita melihat segala macam bentuk “keberhasilan” seseorang tanpa mau memperhitungkan berapa panjang perjuangan yang dihadapinya. Kita lupa untuk memikirkan dengan serius berapa banyak kesulitan yang harus dilaluinya sampai tiba pada pencapaian tersebut. No pain no gain, demikian kata sebuah peribahasa asing. Demikian juga dengan kisah Luther, sang pelopor Reformasi Gereja.

Di edisi PILLAR sebelumnya, kita sudah melihat bagaimana usaha Luther yang begitu luar biasa untuk mendapatkan pengampunan Tuhan berakhir sia-sia. Betulkah? Tuhan itu terlalu baik dan penuh kemurahan. Saya percaya usaha tersebut tidak sia-sia (karena sejarah sudah membuktikan hal itu juga), tetapi lebih lagi karena firman Tuhan sendiri. “Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia” (Ibr. 11:6b). Jadi, bagaimana akhirnya Luther tiba kepada ajaran pembenaran melalui iman kepada Yesus Kristus? Lewat pergulatan iman yang makin intens selama periode 31 Oktober 1517 sampai 18 April 1521.

Jika pada periode sebelumnya Luther lebih banyak melewati pergumulan batin secara pribadi di hadapan Tuhan, maka masa berikutnya merupakan perjuangan iman di hadapan publik. Sejatinya apa yang kita gumulkan dengan serius di hadapan Tuhan, akan menjadi berkat bagi orang lain, seperti yang dialami Luther.

Seperti kita ketahui, Luther tidak pernah berkeinginan memecah gereja apalagi meruntuhkan keberadaan gereja. Ia tidak pernah berkeinginan menjadi pembela Tuhan dan kebenaran-Nya. Dan tentu saja Luther tidak pernah bermimpi menjadi Reformator Gereja. Apa yang Luther perjuangkan awalnya adalah pergumulan batin mengenai hal basic yang esensial yaitu kebenaran tentang keselamatan. Luther sangat merindukan pembenaran Tuhan (baca: desperately seeking God’s righteousness). So sweet, bukan? Bagaimana dengan Anda? Apa yang paling Anda rindukan dalam hidup ini? Dan Tuhan memakai kerinduan yang indah ini untuk menyatakan pekerjaan-Nya di dalam Gereja yang sangat dikasihi-Nya. Betapa ajaibnya kasih karunia Tuhan, bukan? Dia memakai kita yang lemah untuk menyatakan perbuatan-Nya yang besar.

Silakan para pembaca yang budiman melihat film A Man Named Luther untuk mengetahui bagaimana Luther menjalani 10 kali pertemuan dan sidang umum. Semua pertemuan dan sidang yang pasti melelahkan ini justru makin mempertajam pemikiran theologi Luther. Tidak hanya itu, di masa ini ia bahkan menuliskan beberapa buku, dua di antaranya buku yang penting bagi pemikiran Lutheran yaitu On the Babylonian Captivity of the Church dan On the Freedom of a Christian. Perjuangan Luther mencapai puncaknya saat terjadi “penculikan” atas dirinya setelah pernyataannya yang dahsyat di Diet of Worms. Penculikan yang dirancang oleh Frederick the Wise ini bertujuan untuk menyelamatkan nyawa Luther karena sejak dikeluarkannya dekrit Diet of Worms, Luther menjadi seorang penyesat yang diekskomunikasi oleh gereja dan seorang buron di luar hukum (outlaw).

Saya akan berhenti di sini mengisahkan Luther. Untuk selebihnya Anda bisa membaca buku biografi Luther atau pun menonton film yang disinggung di atas. Namun sebelum menutup artikel ini, perkenankan saya bertanya: “Bagaimana rasanya, jika Anda dianggap sebagai penyesat gereja dan buronan negara karena memperjuangkan kebenaran?”

Tidak usah ge-er karena mungkin bagian kita tidak sebesar Luther. Jadi? Mari menuntut diri dalam anugerah melakukan apa yang menjadi bagian kita bagi kemuliaan-Nya. Selamat mempersiapkan Natal!

Ev. Maya Sianturi Huang
Kepala SMAK Calvin