Di dalam edisi bulan Januari National Geographic Indonesia, diceritakan tentang batu dari Bulan. Batuan Bulan ini berharga tinggi karena pasokannya sangat timpang dibanding dengan permintaannya. Diperkirakan batuan Bulan ini sebagai batu sungguhan yang paling berharga di Bumi. Masih tentang batu, di dalam salah salah satu film yang paling menghebohkan belakangan ini yaitu Avatar, juga menyebut tentang batu yang mengandung mineral berharga yaitu unobtanium. Batu inilah yang menjadi jembatan bagi terjalinnya cerita dikirimnya avatar manusia ke Pandora.
Batu. Mengapa begitu dicari dan diagungkan sekaligus pada saat yang sama ada yang dibuang dan tidak dipedulikan? Pernahkah pembaca mempelajari tentang siklus batuan? Jika belum atau sudah lupa, silahkan temukan lewat google untuk mengetahuinya. Mengapa saya menganjurkan hal tersebut? Karena lewat siklus batuan, pembaca dapat melihat proses pembelajaran hidup yang Tuhan letakkan bahkan dalam batu!
Manusia biasanya hanya sibuk mencari batu-batu, bekerja keras siang dan malam untuk memperoleh sebanyak mungkin batu, baik yang mulia sampai yang kurang mulia. Dari penambangan besar milik perusahaan besar sampai pengerukan batu pasir milik perorangan, semua mencari batu. Tetapi adakah yang kemudian berhenti sejenak untuk memikirkan proses terjadinya batu-batuan tersebut, mulai dari yang mulia sampai yang kurang mulia?
Kerap kali dalam hidup yang begitu singkat, kita terjebak hanya kepada keuntungan materi dari pengerukan alam. Hanya memikirkan berapa besar keuntungan yang diberikan oleh batu-batuan ataupun mineral yang terkungkung di dalam batuan tersebut. Atau seperti dalam film Avatar, nilai batu yang mengandung unobtanium menjadi alasan utama perjalanan panjang ke Pandora. Saat membaca sinopsis film Avatar – yang saya belum sempat untuk menontonnya – saya bertanya-tanya mengapa alasan penciptaan avatar untuk dapat memasuki planet Pandora adalah alasan ekonomis? Okay, memang hal ini terkait dengan usaha untuk memecahkan masalah krisis energi di Bumi. Tetapi bukankah kita semua sama-sama mengetahui bahwa krisis energi terjadi karena ketamakan manusia? Bukankah krisis energi dapat diatasi jika kita semua bersama-sama melakukan penghematan energi?
Kembali ke soal batu tadi. Di dalam kitab Wahyu 21:18-21 digambarkan bagaimana keadaan kota Allah, Yerusalem baru yang akan turun dari surga. Di situ disebutkan bahwa temboknya terbuat dari permata, bahkan dasar-dasar temboknya dihiasi segala jenis permata. Lalu, gerbang-gerbangnya terbuat dari mutiara dan jalan-jalannya terbuat dari emas murni. Saya jadi berpikir, apakah kelak di kota tersebut kita akan terpana lalu dengan tergopoh-gopoh mencari berbagai macam alat untuk ‘menambangnya’? Mengapa saya berkata demikian, silahkan Anda memikirkannya ….
Ev. Maya Sianturi
Pembina Remaja GRII Pusat
Kepala Sekolah SMAK Calvin