,

blur

Thomas Friedman mengatakan bahwa dunia ini sedang mengalami perubahan yang sangat cepat. Salah satunya karena pertumbuhan eksponensial dari teknologi.

Fakta ini tidak dapat diabaikan, karena bagi saya munculnya teori-teori sosiologi terkait dengan pengelompokan generasi tidak lepas dari perkembangan teknologi. Itu sebabnya hari ini kita mendengar istilah generasi baby boomers, generasi X, milenial, dan seterusnya.

Ternyata yang memulai urusan membuat kategori generasi ini adalah sosiolog asal Hungaria bernama Karl Mannheim. Mengutip Wikipedia, definisi generasi menurut Mannheim adalah sebuah kelompok yang terdiri dari individu-individu yang memiliki kemiripan rentang usia yang mengalami peristiwa sejarah penting dalam suatu jangka waktu yang sama. Teori ini lahir dari pemahaman Mannheim yang melihat bahwa manusia dipengaruhi secara signifikan oleh lingkungan sosial-historikal mereka yang akhirnya membentuk cara hidup.

Saya tertarik dengan pembahasan mengenai pengelompokan generasi ini karena dalam keseharian saya berhubungan dengan generasi Z, yakni mereka yang lahir antara tahun 1995-2010. Generasi Z yang merupakan kelanjutan dari generasi milenial adalah generasi yang lahir dan dibesarkan di era serba digital. Jadi, ada apa dengan generasi Z?

Secara pribadi saya tidak terlalu suka dengan pengelompokan ini karena 2 hal. Pertama, generalisasi, dan kedua, menjadi labelling. Di sisi lain, pengelompokan ini tetap dapat menjadi masukan bagi kita sebagai umat Tuhan untuk lebih peka pada konteks zaman. Fakta bahwa generasi Z adalah generasi yang lahir dan dibesarkan di era serba digital harusnya membuat gereja, orang tua, dan para pendidik lebih mudeng.

Generasi Z telah menjadi generasi yang lahir dengan smartphone di tangan mereka. Hiperbola ini adalah untuk membuat Anda tersentak (semoga!). Dengan smartphone di tangan, generasi ini memiliki akses tidak terbatas, kapan saja dan di mana saja, kepada dunia virtual. Mulai dari media sosial sampai game online dan pornografi mudah sekali untuk mereka datangi. Dunia ini menjadi tidak terbatas bagi mereka. Tidak ada lagi halangan geografis. Ini sangat menakutkan karena Tuhan menaruh kita dalam area geografis tertentu. Sejak penciptaan Adam dan Hawa sampai zaman now, manusia tidak bisa melepaskan diri dari area geografis tertentu. Keberadaan kita dibatasi oleh derajat dari Bujur Timur dan Barat, Lintang Utara dan Selatan. Namun dengan smartphone, semua batas menghilang secara virtual. Menakutkan! Generasi ini tidak lagi paham mana wilayah publik mana wilayah pribadi. Semua bercampur baur. Dari foto yang pantas sampai yang melewati batas terpampang di media sosial mereka. Dari perkataan yang menyatakan identitas Kristen sampai curhatan yang membuat setan tertawa tertera di public domain yang mereka klaim sebagai wilayah privat mereka. Blur... Bagi saya mereka bukan sekadar generasi Z, tapi generasi blur. Generasi bingung. Generasi yang mengalami dislokasi, tidak hanya disorientasi.

Berbicara mengenai generasi Z ini membuat saya teringat dengan masa Hakim-hakim. Setelah kematian “generasi Y” yaitu generasi Yosua dan para tua-tua, maka bangkitlah generasi yang tidak mengenal TUHAN ataupun perbuatan yang dilakukan-Nya bagi orang Israel (Hak. 2:10). Generasi ini adalah juga generasi blur, generasi yang hidup dalam kebingungan. Mereka melakukan apa yang benar menurut pandangan mereka sendiri. Mengapa? Karena tidak ada raja di antara orang IsraeI.

Demikian pula dengan dunia virtual. Tidak ada raja di sana. Di sana orang nyaris bebas melakukan apa saja meski kadang bisa saja mereka sial dan terkena hukuman sosial yang berat. Tapi godaan terlalu mengerikan di dalamnya kecuali Anda membesarkan generasi ini dalam komitmen nyata mengakui Yesus sebagai Raja atas setiap aspek hidup mereka. Ini adalah usaha yang super susah. Anda harus berjerih lelah di dalam anugerah-Nya! Jadi, relakah Anda melakukan hal itu demi kemuliaan nama Sang Raja? Kiranya Roh-Nya memberi kekuatan dan bijaksana bagi kita semua. Soli Deo Gloria.

Ev. Maya Sianturi Huang
Kepala SMAK Calvin