Debu Jadi Mutiara

Tidak ada seorang pun yang menghargai debu dan meletakkannya di kepala sebagai
perhiasan. Tamar, putri raja, pernah menaruh abu di atas kepalanya sebagai tanda ia telah
dipermalukan (2 Sam. 13:19). Berbeda dengan mutiara, bentuknya yang bulat dan warnanya
yang berkilau memancarkan keindahan alami yang sangat memikat. Tuhan Yesus bahkan
mengumpamakan Kerajaan Sorga seperti mutiara yang indah, di mana pencarinya rela
menjual seluruh miliknya demi membeli mutiara itu (Mat. 13:45-46).

Tetapi debu bisa menjadi mutiara. Tuhan menciptakan sejenis binatang yang tidak berdaya
dan buruk rupa untuk menyadarkan manusia, bahwa dari sesuatu yang tidak dipandang dapat
menghasilkan sesuatu yang dikagumi. Tiram adalah binatang moluska, yang tidak memiliki
tulang sehingga tidak dapat berdiri tegak, tidak memiliki alat gerak untuk mencari makanan,
tidak memiliki senjata untuk menyerang atau mempertahankan dirinya. Hanya cangkangnya
yang keras yang menjadi tempat perlidungannya. Dia berada jauh di dasar laut, di tempat
yang gelap. Namun di dalam segala keterbatasannya, Tuhan memakainya untuk menyatakan
keajaiban-Nya. Jika ada debu dari dasar laut masuk ke dalamnya ketika ia membuka
cangkangnya untuk mendapatkan makanan, maka ia akan segera melapisi debu itu selapis
demi selapis dengan getahnya, agar debu itu tidak mengiritasi dirinya. Lama kelamaan debu
itu menjadi besar dan berubah menjadi mutiara yang sangat indah. Tiram tidak seperti
harimau yang memiliki keindahan pada kulitnya, tetapi harimau tidak dapat menghasilkan
perhiasan.

Tuhan menciptakan manusia dari debu bukan dari ciptaan lainnya yang lebih besar dan lebih
indah. Debu adalah sesuatu yang kurang diinginkan oleh manusia. Nyatanya kita memiliki
vacuum cleaner untuk menghisap debu dan kita mengepel lantai rumah kita supaya bebas
dari debu. Tuhan memberikan napas-Nya yang kekal kepada materi yang kurang berarti dan
menjadikannya mahkota ciptaan, wakil-Nya atas semua ciptaan lain. Tidak ada ciptaan yang
seagung dan sehebat manusia. Gunung yang besar ataupun rajawali yang terbang cepat tidak
dapat menandingi manusia. Hanya demi manusia, Tuhan rela turun ke dunia bahkan dihina
oleh ciptaan-Nya. Manusia adalah gambar dan rupa Allah, yang sepantasnya memancarkan
dignitas Pencipta-Nya.

Hanya manusia yang telah ditebus-Nya yang dapat memancarkan kemuliaan-Nya karena ia
dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya (Ul. 32:10). Pengikut-Nya tidak akan dijauhkan-Nya dari
penderitaan karena justru di dalam penderitaan, penyertaan-Nya makin nyata. Dengan
demikian di masa krisis, iman dilatih, di dalam trust ada hope, dan hope
tidak mengecewakan mereka yang faith kepada-Nya. Marilah kita sadar bahwa kita diciptakan
dari debu sehingga kita tidak mengangkat diri kita sedemikian tinggi sampai melawan Tuhan.
Marilah kita juga sadar bahwa napas-Nya yang memberikan kita napas sehingga hidup kita dipakai
untuk melayani Dia bukan melayani hati kita sendiri.