Diampuni dan Mengampuni

“Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang
bersalah kepada kami.” (Mat. 6:12)

Matius 18:21-35 mengisahkan sebuah perumpamaan tentang seorang hamba yang tidak
mampu melunasi hutangnya yang berjumlah sangat banyak. Ia, beserta anak istrinya, hampir
saja dijual sebagai ganti pembayaran hutangnya. Namun, ia bersujud memohon kepada sang
Raja untuk bersabar dengannya dan berjanji akan melunasi hutang yang tidak mungkin
dilunasi itu. Sang Raja pun tergerak dan membebaskannya serta menghapus seluruh
hutangnya. Setelah si hamba keluar, ia bertemu dengan temannya yang berhutang dalam
jumlah sedikit. Sayangnya ia tidak melakukan hal yang sama dengan apa yang telah
dilakukan sang Raja kepadanya. Alhasil, ia pun dilaporkan kepada sang Raja dan akhirnya
diserahkan kepada algojo-algojo sampai dapat melunasi seluruh hutangnya yang sangat amat
banyak itu.

Lain lagi kedua kisah berikut. Baru-baru ini seorang ibu kehilangan sekaligus kedua
anaknya yang menjadi korban pengeboman di sebuah gereja di Surabaya. Di upacara penguburan,
sang Ibu dengan rela melepaskan anak-anaknya ke pangkuan Tuhan dan memaafkan pelaku
bom bunuh diri. Lucunya, ada orang-orang, yang tentu saja bukan korban, yang tidak rela
memaafkan dan menganggap sang Ibu terlalu mudah mengampuni si pelaku.

Di berita lain, sebuah artikel di Open Doors USA mengisahkan ada seorang ibu yang melihat
setiap laki-laki di bus yang ia tumpangi, ditembak mati oleh militan ISIS. Mereka
diperhadapkan dengan pertanyaan apakah mereka mau menyangkal iman mereka. Pertanyaan
itu selalu mendapat jawaban, “Tidak akan. Saya orang Kristen.” Akibatnya selalu terjadi
tembakan mematikan bagi setiap jawaban tersebut. Termasuk anak laki-lakinya yang
menolak menyangkal imannya dan ditembak mati di hadapan sang Ibu. Setahun kemudian,
dalam sebuah wawancara sang Ibu berkata, “Saya mendoakan mereka [militan ISIS] agar
dijamah Tuhan dan meninggalkan jalan mereka.”

Pada umumnya lebih mudah meminta pengampunan dibanding dengan mengampuni orang
yang bersalah kepada kita. Seperti perumpamaan yang disampaikan di Matius 18 kita melihat
betapa sigapnya sang Hamba memohon ampun. Namun, ia sangat jauh dari mengampuni
orang yang melakukan kesalahan yang jauh lebih kecil dari apa yang diperbuatnya. Kontras
dengan kedua ibu di atas yang berbesar hati mengampuni pembunuh anak-anak
mereka–anak-anak yang pernah dibesarkan selama 9 bulan dalam rahim mereka–yang begitu
dekat dengan hati mereka.

Betapa berbahagianya kedua ibu di atas, meski saat yang sama hati mereka hancur terluka.
Mengapa? Karena saat mereka mengampuni orang-orang yang bersalah kepada mereka, saat
yang sama mereka semakin dapat mengecap kedalaman kasih Bapa yang telah memberikan
Anak-Nya yang tunggal untuk mengampuni kesalahan dan dosa kita semua. Kiranya
pengampunan Tuhan atas hidup kita, membuat kita terus belajar untuk lebih mudah
mengampuni sesama yang bersalah pada kita. Soli Deo gloria.