Lagu “Joy to the World” adalah salah satu lagu Natal yang sangat indah, lagu ini diaransemen oleh John Lowell Mason yang terinspirasi oleh G. F. Handel. Namun untuk mengerti kualitas lagu ini, kita perlu mengerti satu konsep estetika dalam musik yang kerap disebut sebagai word painting. Word painting secara harfiah berarti “melukis dengan kata”, maksudnya di dalam penulisan musik, notasi (not-not) musik dituliskan sesuai dengan kata-kata, semangat, atau tema lirik yang dinyanyikan. Sebagai contoh, kata-kata yang bersemangat dinyanyikan dengan tempo lebih cepat dan dengan not tinggi di dalam chord serta dalam kunci mayor, sedangkan untuk kematian menggunakan tempo lambat dan dengan kunci minor atau diminished. Dalam musik klasik, terutama pada zaman baroque (zaman G. F. Handel dan J. S. Bach), hal ini dianggap sebagai nilai keindahan yang ditumpahkan oleh penulisnya di dalam sebuah lagu.
Mungkin banyak yang bertanya, “Memang efek-nya apa?!” atau “Word painting ada atau tidak, juga tidak efek apa-apa kok…”. Hal ini justru merupakan hal yang paling wajar dilakukan dalam musik. Mari kita bayangkan lagu anak-anak yang sifatnya riang namun dinyanyikan dalam nada minor dan dalam tempo yang lambat, atau lagu penghiburan menggunakan tempo mars (2/2) dengan not yang riang! Sangat tidak masuk akal! Justru adanya not-not yang sesuai dengan lirik lagu tersebut, terbentuklah sebuah penekanan kebenaran yang tercantum dalam lirik dan dalam konteks hymn atau lagu pujian Kristen, yaitu sebagai tanggung jawab mandat budaya (melalui musik) terhadap mandat Injil (firman Tuhan dan kebenaran) yang terkandung dalam lagu tersebut.
Lagu “Joy to the World” adalah lagu yang menyatakan sukacita karena kedatangan Kristus yang menyelamatkan dunia. Lagu ini hanya dinyanyikan dalam area 1 oktaf atau hanya memiliki 7 not saja (Do Re Mi Fa Sol La Si Dô), dari sini penulis lagu sengaja membuat titik tertinggi di Do tinggi dan titik terendah di Do rendah untuk menjadi ilustrasi bahwa Do tinggi adalah simbol dari TUHAN dan SORGA, sedangkan Do rendah sebagai MANUSIA dan DUNIA. Jadi perhatikan gambar di bawah ini:
Kita melihat di atas bahwa not yang berturut-turut turun menandakan Tuhan Yesus yang berinkarnasi ke dalam dunia untuk manusia. Pada hari Natal di gereja-gereja Eropa, bel gereja berbunyi dengan melodi ini, menandakan kelahiran Tuhan Yesus. Kemudian di gambar selanjutnya kita melihat bahwa dunia menyambut kedatangan Rajanya, karena lewat inkarnasi-Nya manusia dapat kembali bersekutu dengan Allah. Kita melihat bahwa di bagian kata “KING”, kita kembali ke Do tinggi.
Dalam gambar tersebut, terlihat ada kenaikan satu oktaf dari “come” ke “King”, menjadi simbol melalui “turun”-Nya Kristus, kita dapat “naik” dan menjadi layak untuk bertemu dengan Tuhan.
Selanjutnya, dalam lirik bahasa Inggrisnya “Let every heart prepare Him room and heaven and nature sing”, bahwa 3 makhluk meresponi kedatangan Tuhan:
• Let every heart prepare Him room: manusia mempersiapkan hatinya untuk kedatangan Tuhan.
• Heaven sing: yaitu Sorga, dalam hal ini diwakili oleh malaikat-malaikat memuji Tuhan (Luk. 2:10-16).
• Nature sing: seluruh ciptaan Tuhan memuji Tuhan.
Namun di bagian akhir lagu ini tertera respons yang sangat indah dalam manusia meresponi panggilan Tuhan, mari perhatikan gambar di bawah ini:
Di bagian terakhir adalah respons manusia terhadap kedatangan Tuhan seperti dalam liriknya “Let every heart prepare Him room”. Apakah respons kita? Ketika Tuhan mengetuk pintu hati kita, apakah kita menyediakan tempat bagi-Nya di hati kita? Dan bertakhta dalam seluruh kehidupan kita? Jika ya, maka seperti tertera dalam musik ini, terjadi lompatan dari Do rendah ke Do tinggi menandakan pertobatan dalam hidup manusia ketika seseorang diselamatkan. Manusia yang menerima Kristus secara instant mendapat penebusan yang melayakkannya untuk dapat bertemu dengan Allah yang suci. Kemudian, apakah berhenti sampai di situ saja? Tidak! Lagu ini berakhir turun kembali ke Do rendah, melambangkan setelah dipertobatkan di dalam Kristus, manusia harus kembali menginjili di dunia (dilambangkan dengan Do rendah) dan melakukan pekerjaan Tuhan serta melayani-Nya.
Rahasia lagu ini begitu besar, menunjukkan rahasia yang hanya dapat dikaitkan dengan lirik dan kebenaran firman Tuhan. Lagu himne ini secara paradoks memperlihatkan keindahan cerita Tuhan Yesus yang turun ke dunia, tetapi tanpa sedikit pun memalingkan pandangan jemaat kepada Tuhan Yesus yang mengorbankan diri-Nya di atas kayu salib. Sang Juruselamat datang ke dalam dunia ini, membawa sukacita kepada kita manusia berdosa karena kita dibebaskan dari belenggu dosa, bahkan dosa tidak lagi berkuasa di dalam dunia ini. Kristuslah yang akan bertakhta di dalam dunia, memerintah di dalam kebenaran, keadilan, dan keagungan kasih-Nya. Bagaimana semua ini bisa tercapai? Yaitu dengan ketaatan dan pengorbanan Kristus di atas kayu salib.
Di balik sukacita Natal ada dukacita sang Anak Domba yang harus disembelih dan dijadikan korban yang menggantikan keberdosaan kita. Tanpa penderitaan tidak ada kemuliaan. Pdt. Stephen Tong mengatakan “Christianity started from a very humble beginning”, maka kemeriahan Natal tanpa adanya kesadaran akan penderitaan dan pengorbanan Kristus, mulai dari titik awal hingga titik akhir kehidupan-Nya di dunia ini, hanya menjadi kemeriahan yang omong kosong.
Mari kita merenungkan kisah tentang kasih Tuhan kepada kita yang begitu besar dan sadar akan palungan yang akan berakhir di atas kayu salib di Golgota. Sejak sebelum lahir pun Ia telah ditolak. Kita melihat dunia menolak memberikan tempat bagi-Nya, tetapi kedatangan-Nya menerangi dunia yang penuh dengan kegelapan, membawa seluruh ciptaan dipulihkan dan kembali kepada Bapa. Karena itu biarlah sukacita yang meluap di dalam hati kita, karena anugerah keselamatan yang Kristus berikan bagi kita, mendorong kita untuk dengan sepenuh hati kita taat membangun hidup yang memuliakan dan melayani Dia. Jikalau engkau sudah menerima Kristus dalam hatimu, relakah engkau meneladani kehidupan Kristus? Dia yang dengan rela merendahkan diri-Nya untuk menyelamatkan umat manusia, maka relakah engkau juga mendedikasikan seluruh hidupmu bagi pekerjaan-Nya tanpa peduli seberapa besar kesulitan yang harus dilalui?
Arief Tamara
Pengurus GRII Bandung