Urusan jurang alias jarak generasi, atau kerennya generation gap, makin diperuncing dengan pembagian generasi berdasarkan pengaruh teknologi internet. Konsep generasi yang muncul di awal abad ke-20 itu membagi generasi mulai dari the Lost Generation sampai Generation Alpha. Setelah Gen-Alpha, entah generasi apa lagi yang akan dimunculkan namanya. Tetapi apa itu generasi dan apa pula yang dimaksud dengan jarak generasi?
Mengutip laman Merriam-Webster, ada beberapa arti generasi, mulai dari proses menghasilkan keturunan (prokreasi), sampai arti yang lebih umum kita pahami, yaitu sekelompok orang yang ada dalam waktu yang kurang lebih sama. Biasanya, mereka dikelompokkan dalam kurun waktu 20-30 tahun. Sedangkan jarak generasi merujuk kepada jurang yang memisahkan antargenerasi, karena adanya perbedaan pendapat, nilai, gaya hidup, dan sebagainya.
Terus terang saya mulai memikirkan ulang tentang jarak generasi ini saat mulai membaca buku Adorned karya Nancy DeMoss Wolgemuth. Di situ saya menemukan ide tersirat mengenai bagaimana menyikapi masalah jarak generasi sebagai orang percaya.
Buku yang mengambil dasar pembahasan dari Titus 2 itu memfokuskan diri kepada perintah Rasul Paulus pada Titus untuk mengajar perempuan-perempuan yang tua agar dapat mendidik perempuan-perempuan muda. Melalui gambaran perayaan pemberkatan pernikahannya, Nancy menunjukkan adanya tiga generasi perempuan yang terlibat di situ, yaitu mentor Nancy, Nancy sendiri, dan para gadis yang menjadi pengiring pengantin perempuan. Saya lalu membayangkan melihat tiga perempuan dari tiga generasi yang berbeda dan bukan kerabat dekat, sedang terlibat dalam percakapan yang seru mengenai beberapa prinsip hidup Kristen, di pojok dekat kantin gereja. Indah, bukan? Mengapa? Karena pemandangan ini dapat menjawab urusan jarak generasi.
Ada banyak pihak yang berkepentingan dalam mempropagandakan jarak generasi. Dari sejak dulu kala kita sudah mengetahui ada perbedaan antara orang tua dan anak-anak mereka. Tetapi apakah hal itu harus selalu disertai jarak generasi? Mengapa ada orang tua yang bisa bermain dengan batita mereka dan sebaliknya batita juga senang bermain dengan orang tuanya? Apakah persoalan jarak generasi ini memang dibesar-besarkan oleh oknum-oknum tertentu ataukah sebuah realitas yang tidak serumit apa yang digembar-gemborkan?
Dalam Adorned, Nancy deMoss menunjukkan bagaimana Maria yang remaja pergi menjumpai saudaranya, Elisabet, yang sudah lanjut umur, dan tinggal bersamanya selama tiga bulan. Apa yang membuat generasi yang berbeda ini bisa akrab? Pengalaman yang sama dalam Tuhan! Rut dan Naomi juga berbeda generasi, namun itu tidak menghalangi terjalinnya persahabatan di antara mereka. Bahkan Naomi memahami apa yang dibutuhkan oleh Rut. Kita juga dapat menemukan hal itu dalam relasi Musa-Yosua, atau Yonatan-Daud, yang juga beda generasi. Lalu, bagaimana seharusnya menyikapi ide tentang jarak generasi? Ide ini telah menanamkan semacam keyakinan bahwa orang tua tidak nyambung dengan anaknya dan sebaliknya. Jarak generasi. Tetapi Nancy deMoss dalam bukunya tersebut membukakan keindahan hidup bersama ketika setiap orang menjadi ornamen Injil.
Perbedaan antargenerasi akan terus ada, tetapi tidak harus menjadi jarak generasi. Ketika anak saya yang batita menyukai lagu Amazing Grace, sebuah benang kesamaan dirajut dalam relasi antargenerasi. Jadi, benang-benang apa yang akan kita rajut antargenerasi untuk menghasilkan sebuah pelangi relasi yang menunjukkan perjanjian Tuhan?
Vik. Maya Sianturi Huang
Wakil Koordinator Bidang Pendidikan Sekolah Kristen Calvin