,

Harga Pengampunan

Pernahkah Saudara membaca kutipan dari Timothy Keller di bawah ini?

“… God’s grace and forgiveness, while free to the recipient, are always costly for the giver…. From the earliest parts of the Bible, it was understood that God could not forgive without sacrifice. No one who is seriously wronged can “just forgive” the perpetrator…. But when you forgive, that means you absorb the loss and the debt. You bear it yourself. All forgiveness, then, is costly.”

Apa pendapat Saudara tentang pernyataan tersebut? Saya teringat sebuah kutipan yang berkata bahwa memaafkan adalah berarti melupakan. To forgive is to forget. Benarkah? Kalau kita merujuk pada kutipan dari Keller, memaafkan atau mengampuni tidak sekadar melupakan. Itu bukan hal yang terlalu sulit. Mengampuni menjadi sangat sulit bahkan mustahil ketika pengampunan itu terjadi menurut perspektif dan keyakinan iman Kristen. Kita harus menjadi pihak yang menanggung kerugian saat memberikan pengampunan, seperti salah satu kisah klasik, saat Yusuf berhadapan dengan saudara-saudaranya yang memohon pengampunan (Kej. 50:20). Yusuf tidak melupakan kesalahan mereka, namun Yusuf dapat melihatnya dari perspektif Allah sehingga kesulitan belasan tahun yang dialaminya bukan sesuatu yang patut ditagihkan. Mari kita kembali pada Injil Anugerah!

Bayangkan situasi saat penyaliban Yesus dari Nazaret. Dia yang tidak bersalah dan berdosa harus memikul semua akibat dari pemberontakan kita. Yesus tidak sekadar melupakan, Ia harus membayar semua kerugian akibat dosa-dosa kita, dengan menyerahkan seluruh hidup-Nya. Tidak ada satu pun yang tersisakan. Bacalah sekali lagi dengan perlahan dan teliti Filipi 2:6-8. Ia harus meninggalkan sorga, segala kemuliaan-Nya, menjadi sama dengan seorang hamba, bahkan mati sebagai orang durjana. Bukankah hal ini “sangat gila”? Betapa mahalnya harga sebuah pengampunan! Mengapa Ia mau melakukan semua itu? Satu-satunya alasan adalah karena kasih-Nya kepada Bapa dan kita!

Hanya karena cinta, maka pengampunan menjadi bisa ditanggung. Menyerap kerugian dan utang orang lain pada kita adalah hal yang tak mungkin, kecuali kita ada dalam Kristus yang sudah lebih dahulu melakukannya untuk kita. Tidak terlalu sulit untuk menuliskan semua ini. Yang sulit adalah ketika saya mulai mengingat mereka yang bersalah dan bertanya kepada diri, “Maukah saya menyerap semua kerugian dan utang-utang mereka?” Bagaimana dengan Saudara?

Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. (Kol. 3:13).

Vik. Maya Sianturi Huang

Wakil Koordinator Bidang Pendidikan Sekolah Kristen Calvin