Kehidupan seorang ibu biasanya berubah total setelah kelahiran sang buah hati. Sebagai contoh, yang tadinya bisa tidur lelap saat malam hari, sekarang harus terbangun setiap dua jam karena sang anak menangis kehausan atau popoknya basah. Dia juga tidak lagi bisa bebas pergi jalan-jalan seperti sebelum anaknya lahir. Walaupun demikian, sang ibu tidak pernah mengeluh dan setiap hari merawat anaknya dengan penuh sukacita. Karena ia mencintai anaknya, dan cinta tidak pernah hitung-hitungan.
On the other hand, kita sebagai pemuda/i Kristen sering kali begitu gampang mengucapkan bahwa kita mencintai Tuhan, tetapi begitu sulit mempraktikkannya. Kita seperti memberikan jatah kepada kegiatan rohani kita. Kita merasa bahwa dengan pergi ke gereja setiap hari Minggu, itu sudah cukup membuktikan cinta kita kepada Tuhan. Apalagi kalau ditambah kita rajin membaca Alkitab dan berdoa setiap hari, kita merasa sudah mencintai Tuhan lebih dari cukup. Maka, ketika kita diajak untuk mengenal Tuhan lebih dalam dengan mengikuti seminar theologi di hari libur, atau ketika diajak pergi penginjilan ke pedalaman, atau diajak untuk membaca buku-buku doktrin yang sulit, kita langsung teriak, “Whoa, Lord. That’s too much!”
Bayangkan kalau Tuhan juga pakai jatah dalam mengasihi kita. Tuhan sudah menyertai kita hari Senin, begitu pun di hari Selasa. Waktu hari Rabu kita sekali lagi minta Tuhan menyertai, Dia berkata, “Whoa son, that’s too much!” Apa jadinya hidup kita?
Puji Tuhan karena kasih-Nya tak terbatas kepada kita. Waktu kita masih berdosa, Tuhan mengirimkan Anak-Nya yang tunggal, yang paling dikasihi-Nya untuk mati di atas kayu salib menebus dosa-dosa kita. Kalau Tuhan saja tidak menahan-nahan sedikit pun dari apa yang Dia punya untuk mengasihi kita, kenapa kita justru menahan-nahan hidup kita, yang sebenarnya punya Tuhan, untuk melayani Tuhan?
Kalau kita masih hitung-hitungan dalam hidup mengikut Tuhan, mungkin kita sesungguhnya memang tidak cinta Tuhan. Tuhan tidak perlu gombalan kita. Mari kita jujur di hadapan Tuhan, apakah kita sungguh-sungguh mencintai Dia atau tidak. Mari kita berseru kepada-Nya, “Lord, help my unloving heart!”