Markus 9:14-29
Ayah
: “… jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami.”
Tuhan Yesus : “Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya.”
Percakapan di atas bukankah seharusnya dijawab “Jika Aku bisa? Aku bisa!” Jika kita yang
ditanya demikian, pasti harga diri kita segera mencuat dan merasa diri tertantang untuk
membuktikan bahwa kita mampu. Tetapi bukan itu reaksi Tuhan Yesus, Dia tidak perlu
membuktikan kehebatan-Nya kepada siapa-siapa agar orang tahu bahwa Dia hebat. Dia
menuntun sang ayah untuk bukan melihat pada kemampuan Tuhan Yesus tetapi melihat pada
imannya akan kemampuan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus adalah Pencipta alam semesta dan
segala isinya, Dia jugalah yang menopangnya, sudah pasti tak perlu diragukan, tidak ada
yang mustahil bagi Dia di bawah kolong langit ini. Permasalahannya bukan pada Dia, tetapi
pada diri sang ayah. Apakah sang ayah percaya bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan yang
maha kuasa?
Ayah (berteriak): “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!”
Sang ayah yang sudah putus asa dalam iman karena pengalamannya dengan murid-
murid Tuhan Yesus yang ternyata tidak bisa mengusir setan dari dalam anaknya,
dibangkitkan kembali imannya untuk percaya dan untuk memiliki kerinduan agar imannya
disempurnakan. Kini ia beriman dan juga memohon pertolongan Tuhan Yesus untuk
mengatasi ketidakberimanannya. Ia sadar bahwa imannya masih sangat jauh dari sempurna.
Bukan hanya anaknya yang memerlukan pertolongan Tuhan Yesus, tetapi dirinya sendiri
juga memerlukan pertolongan Tuhan Yesus. Setelah keberhasilan sang ayah melihat inti
persoalannya, Tuhan Yesus segera mengusir setan itu dan melarangnya untuk kembali lagi.
Murid-murid: “Mengapa kami tidak dapat mengusir roh itu?”
Tuhan Yesus: “Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa.”
Apakah murid-murid tidak mendengar setiap percakapan Tuhan Yesus dengan sang ayah?
Pasti mereka mendengar dan memperhatikan dengan saksama. Mereka sangat heran kenapa
mereka tidak bisa mengusir setan seperti dulu. Apakah ada jurus baru yang belum mereka
pelajari dalam hal mengusir setan? Ternyata jawabannya bukan kurang ilmu, tetapi tidak
berdoa. Doa tidak memerlukan ilmu apa-apa, sebaliknya doa menyatakan diri tidak mampu
dan percaya hanya Allah yang mampu. Sang ayah ditegur karena kurang percaya, para
murid ditegur karena lebih percaya. Mereka percaya pada pengalaman mereka, kalau
dahulu bisa, maka sekarang juga pasti bisa. Mereka take it for granted, menganggap mereka
sudah diberikan karunia khusus dan sudah memilikinya sehingga tidak perlu lagi meminta
pertolongan, tidak perlu berdoa. Mereka lalai percaya bahwa kuasa itu sepenuhnya berasal
dari Tuhan, bukan dari diri mereka sendiri.
Saat diri merasa mampu, itulah saat kejatuhan diri. Tuhan Yesus menyuruh kita untuk
menyatakan segala sesuatu dalam doa, bukan hanya hal-hal besar saja, tetapi dalam segala
hal. Nyatakanlah segala sesuatu yang kita tidak sanggup lakukan dalam doa, dan hal-hal
yang kita pikir kita sanggup lakukan dalam doa juga dengan bertobat bahwa sesungguhnya
hal yang kita pikir kita sanggup lakukan sebenarnya kita tidak sanggup. Orang tidak jatuh
tersandung karena batu besar, tetapi karena batu kecil.
All things are possible to him who believes in Him who is able to do all things. Marilah kita
beriman kepada Tuhan yang maha kuasa, sadar bahwa segala sesuatu semata-mata
berasal dari-Nya, tidak ada apa-apa yang berasal dari diri kita, bahkan setarik nafas hidup
pun. To Him be the glory, let not man take His place.