,
low angle view of cross with red garment

Kerendahan Hati

Kita sudah memasuki bulan Paskah. Apakah Saudara dan saya sudah mempersiapkan hati untuk menyambut satu perayaan yang teramat agung itu? Mari kita merenungkan ulang tentang kenosis, khususnya berkaitan dengan “kerendahan hati” yang menjadi salah satu dasarnya.

Istilah kenosis biasanya merujuk kepada Filipi 2:7 yaitu mengosongkan diri. Mengutip dari situs gotquestions.org, kenosis merupakan bentuk penyangkalan diri Yesus Kristus dan bukan mengosongkan keilahian-Nya ataupun menukarkan keilahian-Nya bagi kemanusiaan-Nya. Lalu, apa yang kita dapat refleksikan dari bagian ini? Ada perlunya jika kita memulai dari sejak semula seperti apa.

Sejak semula, Allah Tritunggal adalah Allah yang rendah hati, selain penuh cinta kasih dan mutlak suci. Lihat saja kehebatan semesta yang dijadikan-Nya. Ia rela untuk berbagi dunia yang begitu indah ini dengan kita. Jika Allah hanya pemurah dan tidak rendah hati, kita tidak mungkin mendapatkan hak untuk tinggal bersama-Nya di dunia yang setiap inci berada di bawah kekuasaan-Nya. Tidak hanya itu, Tuhan bahkan menjadikan kita serupa dan segambar dengan-Nya, menjadi wakil-Nya untuk mengelola dunia ciptaan-Nya! Jika Allah hanya pemurah dan tidak rendah hati, kita tidak mungkin diciptakan segambar dengan-Nya. Allah tidak seperti Ratu yang iri hati dengan Putri Salju. Ketika kita melawan-Nya, Dia mengubah kita menjadi kodok atau si Buruk Rupa (the Beast). Allah bisa saja langsung memusnahkan semua manusia, tetapi Dia tidak melakukannya.

Kesetiaan-Nya pada perjanjian-Nya juga menunjukkan Allah yang teramat rendah hati. Ia mau mengikat kovenan dengan manusia yang telah menentang-Nya. Lebih dahsyat lagi, puncak kerendahan hati Allah terjadi ketika Yesus, Sang Putra Tunggal, mengosongkan diri-Nya. Ia melepaskan hak-Nya sebagai Allah, menyangkal diri, bahkan menjadi manusia kelas budak dan rela mati disalib sebagai manusia paling hina. Ini adalah sebuah kerendahan hati yang melampaui perasaan, pikiran, dan imajinasi manusia sepanjang sejarah. Serendah-rendahnya seorang manusia membungkukkan diri, tetaplah ia manusia. Manusia tidak bisa lebih rendah dari manusia, karena di situlah tempatnya. Allah kita sungguh ajaib, Ia dapat dan rela merendahkan diri, hingga sama seperti kita. Ini adalah sebuah kenyataan yang harusnya membuat kita gentar dan mengakui tidak ada Allah lain kecuali Dia! 

Saat memandang Yesus yang tersalib, bagaimana mungkin kita tidak melihat pemandangan yang paling memesona? Di sana, kasih, kebenaran, keadilan, dan kerendahan hati memancarkan kemuliaan yang tiada taranya dari Sang Rendah Hati. Apakah hati kita tidak luluh dan satu-satunya hal yang dapat dilakukan adalah seperti yang dikatakan Andrew Murray dalam bukunya Humility, “Berdoalah seperti pemungut cukai, ‘Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini!’” Selamat menyambut Jumat Agung dan Paskah!

Vik. Maya Sianturi Huang

Wakil Koordinator Bidang Pendidikan Sekolah Kristen Calvin