Sesudah berbulan-bulan melewati pandemi dan merenung di tempat kita masing-masing,
mari kita melihat apa saja yang sudah kita renungkan seputar virus corona:
1. Melihat Tuhan (dan rencana-Nya) di balik semua yang kelihatan. 1
2. Menghadapi ketakutan dengan mengasihi dan mengucap syukur. 2
3. Melihat Tuhan (dalam kemurahan-keagungan-Nya) di dalam kerapuhan manusia pada
masa karantina. 3
4. Mengabarkan Injil sambil menantikan kedatangan Tuhan Yesus. 4
5. Mengenal kedaulatan Allah: hati penuh kasih sayang di balik murka yang menyala. 5
Poin 1 diambil dari refleksi kisah tulah pada sensus Daud. Poin 2 diambil dari refleksi prinsip
respons orang kusta yang disembuhkan. Poin 3 diambil dari refleksi kisah karantina
pengepungan Israel di zaman Elisa. Poin 4 diambil dari refleksi sejarah pandemi di dunia.
Poin 5 memperdalam refleksi poin 1 yang merupakan kisah tulah pada sensus Daud.
Dan pada seri yang keenam ini, kita akan memperdalam refleksi respons orang kusta yang
disembuhkan. Bila di dalam poin 2, kita mempelajari prinsip yang harus dilakukan (respons
yang tepat) sesudah disembuhkan (Im. 13-14), di dalam poin 6 ini merupakan data statistik
atau fakta yang dilakukan orang sesudah disembuhkan (Luk. 17:12-19 Kisah Yesus
menyembuhkan 10 orang kusta). Apabila di dalam poin 2 kita belajar “Menghadapi ketakutan
dengan mengasihi dan mengucap syukur”, maka di dalam poin 6 ini kita akan belajar
“Memiliki ketakjuban: menyembah Allah dan mengucap syukur”.
Sepuluh Orang Kusta
Sepuluh orang kusta memohon belas kasihan dari Yesus yang mereka sebut sebagai guru agar
kustanya disembuhkan. Ketika mendengar hal itu, Tuhan Yesus berkata agar mereka pergi ke
para imam dan memperlihatkan diri mereka. Dan sementara mereka di tengah jalan, mereka
menjadi tahir. Dan hanya ada satu orang saja dari mereka yang kembali kepada Yesus sambil
memuliakan Allah dengan suara nyaring, tersungkur di depan kaki Yesus, dan mengucap
syukur kepada-Nya. Orang itu adalah orang Samaria. Yesus menanyakan ke manakah yang
sembilan orang? Dan orang asing yang adalah orang Samaria itu diselamatkan oleh iman.
Perkataan Yesus adalah perkataan atas iman
Perkataan ini memerintahkan mereka dan mereka taat. Mereka berespons dengan tepat
kepada Tuhan karena menaati-Nya. Perkataan tersebut adalah perkataan atas iman karena
kusta mereka belum sembuh, tetapi mereka sudah harus pergi memperlihatkan diri mereka
kepada imam. Karena mereka menaati Yesus dan beriman kepada perkataan-Nya, di tengah
jalan mereka menjadi sembuh atau tahir.
Ekspresi satu orang kusta: nyaring dan tersungkur
Mereka menjalankan perkataan tersebut padahal mereka belum sembuh. Memang seolah
terlihat ada kemungkinan bahwa orang yang kena kusta itu bisa saja sudah sembuh hanya
menyisakan bekas, karena itu di Imamat 13 tetap harus dicek oleh imam yang adalah dokter
pada waktu itu. Jadi, seolah ada kemungkinan mereka memikirkan bahwa Yesus sebagai guru
ini tahu sebenarnya mereka sudah sembuh secara alami karena itu disuruh menghadap imam
untuk dicek lebih lanjut. Tetapi saya yakin keadaan tersebut tidaklah demikian. Karena
firman Tuhan mencatat dengan jelas, di tengah jalan, mereka menjadi tahir. Dan peristiwa
tersebut membangkitkan ekspresi yang jelas yaitu memuliakan Allah dengan suara nyaring,
tersungkur di kaki Yesus, dan mengucap syukur. Ekspresi luar biasa yang keluar dengan
suara nyaring dan tubuh yang tersungkur ini pastilah adanya kepastian bahwa dia sudah
sembuh. Bukan kusta tahir yang masih menyisakan tanda atau kusta yang belum pasti
sembuh dan masih harus dicek oleh imam. Respons yang tidak menyiratkan keraguan sedikit
pun. Respons dengan kepastian dan iman yang nyata. Respons yang mengenal Yesus bukan
sekadar guru, tetapi merupakan Tuhan dan menyadari Yesus berotoritas lebih besar dari
imam. Yesus adalah Imam Besar Agung itu sendiri.
Respons 1 orang kusta: memuliakan, menyembah, dan mengucap syukur kepada Allah
Satu orang kusta itu mengenal Allah dan Tuhan Yesus yang diutus dengan tepat, dan bukan
hanya mengenal Allah dengan tepat, tetapi pengenalan akan Allah tersebut membawa kepada
respons yang tepat: memuliakan, menyembah, dan mengucap syukur.
Apa yang dapat kita pelajari dari kisah ini?
1. Firman Tuhan harus direspons dengan iman
Marilah kita di tengah-tengah pandemi corona ini tidak lagi sembarangan menganggap sepi
dan meremehkan firman. Kita percaya bahwa setiap kata dari firman Tuhan itu tidak boleh
direspons dengan sembarangan, tetapi harus direspons dengan iman, kesungguhan, dan
kepastian yang kokoh. Apabila kita dilupuntukan, itu semata-mata adalah kasih karunia
Tuhan.
2. Mengenal Allah dengan benar
Selain merespons firman Tuhan dengan iman, penghormatan, dan penghargaan, kita juga
harus mengenal Allah dengan benar. Kita menyadari kedaulatan Allah dan belas kasihan-
Nya. Dia bukan sekadar Guru di atas segala guru, tetapi Dia juga adalah Tabib di atas segala
tabib, dan Imam Besar Agung di atas semua imam. Kita belajar melihat keterbatasan
manusia, bersandar penuh kepada-Nya, dan mengutamakan Dia lebih dari segala sesuatu di
muka bumi ini. Dia adalah otoritas tertinggi dan sudah semestinya kita menyingkirkan segala
berhala atau apa pun yang mengikat dan menghalangi kita untuk mendekat kepada-Nya.
3. Memuliakan Allah, menyembah Allah, dan mengucap syukur kepada Allah
Biarlah kita belajar merendahkan hati dan diri kita, belajar dari orang Samaria yang adalah
orang asing. Bagaimana orang yang justru diremehkan di dalam masyarakat, justru memiliki
respons yang benar atas pengenalan yang benar. Ini seharusnya membuat kita makin takut
dan gentar, hidup saleh, dan tidak berani sembarangan di dalam hidup ini. Dan karena
ketidakpercayaan orang Israel yang meremehkan firman, Tuhan Yesus menngingatkan
mereka, bahwa banyak orang kusta di Israel tetapi hanya satu yang disembuhkan yaitu
Naaman, orang Siria itu.
Karena itu, kita harus memiliki kesadaran penuh bahwa ada yang disembuhkan oleh Tuhan
tetapi tidak diselamatkan dan ada yang disembuhkan oleh Tuhan tetapi juga terutama
diselamatkan oleh Tuhan sendiri. Dan Tuhan Yesus bertanya, “Di manakah kesembilan orang
kusta yang lain? Tidakkah mereka kembali untuk memuliakan Allah?” Ini membuat kita
bertanya, “Mengapa harus kembali untuk memuliakan Allah? Bukankah menghadap imam
juga memuliakan Allah?” Karena ada satu jawaban yang tepat, yaitu Tuhan Yesus adalah
Allah itu sendiri yang menjadi manusia, yang berkuasa mengatakan bahwa “imanmu
menyelamatkan engkau”.
Bagaimana dengan Anda dan saya?
Mungkin kita tidak sakit corona, mungkin ada pergumulan yang kita hadapi seperti
kekhawatiran berlebihan, kesulitan ekonomi, sulit menghubungi kerabat. Jangan sampai kita
kehilangan harapan. Jangan sampai kita tidak mendapat berkat dan kehilangan kesempatan
dari Tuhan untuk refleksi. Jangan sampai kita kehilangan kesempatan memuliakan Allah.
Apakah kita masih senantiasa takjub bahwa Tuhan memelihara kita sampai hari ini dan
membawa kita makin menyembah, dan bersyukur kepada-Nya? Ataukah kita malah take for
granted atas setiap anugerah yang Tuhan berikan?
Dan bila kita memiliki sahabat, kerabat, atau diri kita sendiri sedang bergumul melewati
pandemi ini, biarlah firman Tuhan ini membawa pengenalan kita akan Allah lebih mendalam
untuk senantiasa tabah, teguh, dan tekun untuk melihat bahwa Dia adalah Dokter di atas
segala dokter dan Imam Besar di atas segala imam. Kedaulatan-Nya yang penuh kasih
karunia dan kebenaran tidak meninggalkan kita. Sesungguhnya penyakit kitalah yang
ditanggung-Nya, dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh. Penyakit kita yang terutama
adalah dosa, sedangkan penyakit lainnya hanyalah sementara; tetapi jika Tuhan masih
memiliki rencana dalam kehidupan Anda dan saya, marilah kita berdoa agar Tuhan
berbelaskasihan mengaruniakan damai, kelegaan, dan kesembuhan untuk kita boleh
meneruskan rencana-Nya di dunia ini. Amin.
Endnotes:
1 http://buletinpillar.org/renungan/wabah-virus-corona (Feb 2020)
2 http://buletinpillar.org/renungan/ketakutan-kasih-dan-mengucap-syukur (Mar 2020)
3 http://buletinpillar.org/renungan/melihat-allah (Apr 2020)
4 http://buletinpillar.org/renungan/pandemi-dan-kedatangan-tuhan-yesus (Awal Mei 2020)
5 http://buletinpillar.org/renungan/kedaulatan-allah (Akhir Mei 2020)