Saat jebolnya tanggul Situ Gintung ramai diberitakan, beberapa sanak keluarga menelepon untuk menanyakan keadaan rumah kami yang memang tidak terlalu jauh dari Situ tersebut. Yang kemudian mengulik hati adalah waktu ada pertanyaan begini: “Kamu tidak pergi ke sana untuk melihat?” Hahh, pergi melihat-lihat? Menonton musibah maksudnya?
Guy Debord di tahun 1967 menerbitkan buku berjudul The Society of the Spectacle, sebuah buku mengenai masyarakat yang suka menonton, suka melihat-lihat. Rasanya istilah ini pas sekali untuk masyakarat kita yang memang suka menonton. Ingat saja, jika terjadi kecelakaan di jalan, maka jalanan menjadi macet, karena para pengendara akan melambatkan kendaraan mereka untuk melihat-lihat apa yang terjadi. Demikian juga dengan peristiwa Situ Gintung yang memang terjadi di hari libur menjelang akhir pekan. Akibatnya masyarakat banyak yang menggunakan waktu liburnya pergi menonton tragedi Situ Gintung. Liburan akhir pekan di tempat bencana.
Pakar sejarah sosial media Asa Briggs dan Peter Burke menyatakan bahwa komunikasi yang dominan setelah ditemukannya alfabet (kira-kira tahun 2000 SM) adalah komunikasi lisan serta budaya gambar. Bukan komunikasi tulisan. Bahkan bentuk komunikasi visual menjadi alat propaganda dunia kuno, khususnya kekaisaran Romawi. Yang menarik, gambar juga merupakan suatu cara untuk menyampaikan informasi dan mempengaruhi orang yang dipergunakan gereja sampai terjadinya Reformasi. Gambar-gambar yang dibuat gereja diperuntukkan bagi orang-orang buta huruf yang merupakan mayoritas utama supaya mereka boleh melihat cerita Injil.
Jika kita membandingkan pendapat Debord dengan sejarah media, sebetulnya apa yang ditulis Debord bukanlah hal yang baru. Karena seperti disebut oleh Briggs dan Burke, kebudayaan menonton atau melihat-lihat sesungguhnya sudah mendominasi peradaban kuno. Tidak hanya itu, suka melihat-lihat ini memang ternyata sudah menjadi bawaan umat manusia yang diturunkan nenek moyang kita, Adam dan Hawa.
Masih ingat peristiwa jatuhnya manusia ke dalam dosa yang membelah sejarah hidup manusia? Kejadian 3 secara tersirat menunjukkan bahwa Hawa telah mendengar mengenai larangan untuk memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat. Tetapi mengapakah ia masih harus pergi melihat buah tersebut?
Saat Tuhan membawa umat pilihan-Nya, Israel, keluar dari tanah Mesir, Ia memperlihatkan suatu tontonan yang spektakuler. Oxford Advanced Dictionary menerjemahkan kata spektakuler (spectacular) sebagai ’membuat suatu tontonan yang menakjubkan’. Bukankah 10 tulah ditambah bonus dahsyat terbelahnya Laut Merah merupakan pertunjukkan yang tiada taranya? Tetapi apa yang sesungguhnya dilihat bangsa Israel di dalam peristiwa itu?
Saat ini, kita hidup di zaman yang penuh pertunjukan dan tontonan. Visualisasi segala macam dan barang memperbesar godaan untuk melihat-lihat. Pertanyaannya adalah saat melihat sesuatu hal, apa yang muncul dalam benak Anda? Apakah Anda sedang melihat sesuatu atau jangan-jangan Anda hanya melihat-lihat? Maksudnya? Silahkan pikirkan sendiri …
Maya Sianturi
Pembina Remaja GRII Pusat